Sorotan   2021/05/17 21:45 WIB

Pelancong Padati Tempat Wisata, Epidemiolog: 'Indonesia Sama Seperti India'

Pelancong Padati Tempat Wisata, Epidemiolog: 'Indonesia Sama Seperti India'
Wisatawan mengunjungi Pantai Tanjung Pakis di Desa Pakis Jaya, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (15/5/2021).

"Ledakan kasus positif Covid-19 di Indonesia diperkirakan mencapai dua kali lipat dari tahun lalu seiring tingginya pergerakan orang saat mudik Lebaran dan membludaknya pengunjung di sejumlah tempat pariwisata pada akhir pekan lalu"

akar epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mengatakan, kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka lokasi wisata "sangat riskan" karena potensi penularan virus corona sangat besar sementara pemerintah tidak bisa memastikan pengelola wisata menerapkan strategi keselamatan Covid-19 yang baik di lapangan.

Tapi Juru bicara Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan kebijakan pemerintah pusat membolehkan tempat pariwisata beroperasi karena tidak ingin ada "penumpukan masyarakat di satu tempat". Sejumlah tempat pariwisata di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat seperti Taman Impian Jaya Ancol, Batu Karas di Pangandaran, dan Pantai Anyer-Carita, diserbu pengunjung sejak 14-16 Mei lalu.

Dalam video yang beredar di media sosial pelancong terlihat berkerumun tanpa jarak di pinggir pantai dan tidak memakai masker. Kondisi serupa juga terjadi di Kebun Binatang Bandung Zoologi Garden. Pada Minggu (16/05), pelancong yang datang mencapai 5.500 orang yang berasal dari Cimahi, Kabupaten Bandung Raya, dan Kota Bandung.

Salah satu pengunjung Ina Setiawati dari Cimahi. Ia memberanikan liburan bersama empat anggota keluarganya karena tak bisa mudik ke kampung halamannya di Garut. "Liburan ke kebun binatang karena dekat rumah. Terus bisa bawa anak-anak," kata Ina dirilis BBC News Indonesia.

Perempuan 31 tahun ini juga mengaku tidak terlalu khawatir tertular virus corona karena protokol kesehatan yang diberlakukan pengelola kebun binatang dianggap cukup ketat yakni harus melakukan pengetesan antigen dan wajib memakai masker. "Memberanikan diri aja, sudah enggak tahan pengen libur. Tahun kemarin enggak berlibur, baru tahun sekarang aja."

Tedi, warga Bandung, liburan ke kebun binatang bersama istri dan dua anaknya. Berwisata ke sini, katanya, dipilih karena dekat dengan rumah dan karena merasa bosan terus menerus berada di rumah. "Memang sudah lumayan bosan juga. Mungkin momen juga, sudah kebiasaan bertahun-tahun," imbuh Tedi.

Meski ada ketakutan tertular virus corona, tapi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat ia buang jauh-jauh kekhawatiran itu. "Kita tetap gunakan masker. Meski sebetulnya kurang nyaman, panas, pengap. Tapi minimal wajib dipakai dan selalu membawa cairan pembersih tangan, juga menjaga jarak."

Juru bicara Kebun Binatang Bandung Zoologi Garden, Sulhan Syafi'i, menjelaskan pihaknya menerapkan sistem buka-tutup sebagai antisipasi membludaknya pengunjung. Pembelian tiket dilakukan secara daring atau online, sejumlah petugas dikerahkan untuk memantau pengunjung agar menaati protokol kesehatan. "Kalau sudah di dalam, kadang-kadang buka masker, ya kita ingetin. Mohon dipatuhi protokol kesehatan. Ya namanya kejar-kejaran dengan manusia. Yang melanggar ada, ya ada. Banyak, kita ingetin," tutur Syafi'i.

Kebijakan membolehkan wisata 'tidak berbasis pada manajemen risiko yang baik'

Keputusan pemerintah Indonesia yang tak melarang kegiatan pariwisata disebut epidemiolog Dicky Budiman sebagai kebijakan yang "tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak berbasis pada manajemen risiko yang mumpuni". Ini karena membuka lokasi wisata di tengah pandemi Covid-19 sangat berisiko dan berpotensi besar menularkan virus corona.

Menurut Dicky, jika pemerintah ingin membatasi pergerakan masyarakat dengan melarang mudik Lebaran maka seharusnya sejalan dengan mencegah warga berwisata. Begitu pula dengan menutup pintu masuk bagi warga asing dari luar negeri. "Kalau kita ingin membatasi orang bergerak, maka jangan membuka sekecil mungkin celah. Pemerintah Indonesia harus memperbaiki manajemen risikonya," imbuh Dicky, Minggu (16/05).

Syarat tempat wisata boleh dibuka

Namun demikian jika pemerintah membuat pelonggaran dengan membolehkan aktivitas wisata maka harus dipastikan pemda menjalankan strategi keselamatan Covid-19. Semisal daerah yang boleh membuka pariwisata adalah wilayah yang tingkat penularan virus coronanya tidak lebih dari lima persen. Kemudian, tidak ada kasus kematian akibat Covid-19. "Kasus positifnya juga cenderung satu digit-an," kata Dicky.

Selain itu pengelola tempat wisata juga harus menerapkan sistem pendaftarkan berbasis daring atau online untuk menghindari kontak langsung. Lalu adanya pengukuran suhu tubuh untuk mendeteksi awal gejala Covid-19. Yang terpenting, sambung Dicky, menyiapkan petugas di lapangan untuk memastikan pengunjung mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin membersihkan tangan.

"Untuk tempat wisata yang terbuka bukan berarti lebih aman. Pengelola sebaiknya menyiapkan kipas angin untuk membantu sirkulasi udara. Karena kecepatan angin di bawah 50mph, risiko (penularan) relatif tinggi, kalau dibantu kipas angin membantu sirkulasi udara. Dan tetap berlaku aturan menjaga jarak lebih dari 1,8 meter dari orang lain. Selain tetap memakai masker dan rutin membersihkan tangan."

Jika semua panduan itu tidak bisa dipenuhi, maka ia menyarankan pemerintah menutup tempat wisata. Lonjakan kasus Covid di Indonesia bisa dua kali lipat Sebab dampak dari kondisi tersebut, menurut Dicky, akan terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 hingga dua kali lipat dalam dua hingga tiga bulan ke depan dengan sebagian besar ledakan kasus yang tidak terdeteksi terjadi di rumah tangga. "Kalau tahun lalu kenaikan kasus sampai 93% dan angka kematian 66%, saat ini minimal bisa sampai dua kali lipat. Karena kita dalam situasi yang lebih matang penularannya. Sebab banyak klaster penularan tidak teridentifikasi dan ada varian baru virus corona dari Inggris yang lebih menular."

"Apalagi penularan virus corona di Indonesia sudah masuk ke level community transmission. Ini level terburuk yang artinya kita tidak bisa menemukan sebagian besar kasus infeksi dan tidak bisa melacak sebagian besar sumber infeksi. Nah artinya ini bom waktu di mana-mana. Ini yang saya sebutkan Indonesia sama kayak India."

Itu mengapa ia menyarankan pemerintah Indonesia agar bersiap menghadapi situasi terburuk dengan menguatkan fasilitas kesehatan dan program deteksi kasus secara aktif. Kalau perlu, katanya, menyiapkan opsi Pembatasan sosial berskala besar di Indonesia (PSBB) di Jawa-Bali.

Mengapa tempat wisata boleh beroperasi?

Juru bicara Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan kebijakan pemerintah pusat membolehkan tempat pariwisata beroperasi karena pemerintah tidak ingin ada "penumpukan masyarakat di satu tempat". Selain juga bagian dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. "Pemerintah kan tidak melakukan lockdown secara murni atau menutup atau melakukan pembatasan. Ada pelonggaran dalam PPKM skala mikro tapi tetap harus diiringi protokol kesehatan yang ketat," ujar Siti Nadia Tarmizi, Minggu (16/05).

"Kalau (tempat wisata) ditutup, mal buka terjadi penumpukan di sana dan pasti masyarakat nyolong-nyolong untuk wisata. Makanya harus diantisipasi oleh satgas daera untuk menegakkan aturan."

Namun begitu, jika pengelola tempat wisata dianggap tidak bisa menjalankan aturan protokol kesehatan yang ditetapkan dalam PPKM mikro, maka satgas daerah dalam hal ini pemda harus bertindak dengan menutup sementara lokasi tersebut sembari menyiapkan infrastruktur yang lebih mumpuni untuk menjalankan protokol kesehatan. Sesuai aturan dalam PPKM skala mikro, pengelola wisata harus membatasi jumlah pengunjung maksimal 50% dari kapasitas normal.

Pengelola wisata juga harus memastikan pengunjung memakai masker, menjaga jarak dan yang utama tidak berkerumun. Jika pengelola wisata tidak bisa menjalankan aturan tersebut, maka pemda bisa menjatuhkan sanksi semisal menutup tempat tersebut selamanya. Bagaimanapun Nadia mengakui lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tak bisa dihindari menyusul tingginya mobilitas masyarakat.

Catatan lembaganya sejak April ada 24 provinsi yang terjadi peningkatan kasus positif dengan rata-rata nasional antara 5.000 sampai 6.000 kasus setiap hari dan angka kematian melonjak di 17 provinsi. Sebagai antisipasi kenaikan kasus yang akan terjadi pada 2 hingga 3 minggu ke depan, pihaknya menyiapkan beberapa strategi. Seperti pengetesan secara acak terhadap pengendara. Jika menemukan hasil pengetasan menunjukkan positif, maka akan langsung diisolasi. "Di beberapa daerah dilakukan karantina mandiri. Orang yang datang melakukan karantina di rumah untuk menekan penularan. Jadi kita coba putus rantai penularan. Dari sektor kesehatan, kita siapkan RS, puskesmas yang dilengkapi antigen dan memastikan ketersediaan tempat tidur, ventilator. Sambil menyiapkan RS rujukan kalau melebihi kapasitas isolasi dan ICU hingga 80%. Itu sudah dibuat strateginya". (*)

Tags : Pelancong Padati Tempat Wisata, Epidemiolog, Indonesia Sama Seperti India,