"Pemerintah akan mewajibkan beli gas elpiji 3 kilogram memakai Kartu Tanda Penduduk (KTP) guna mendata ulang dan subsidi tepat sasaran"
ewajiban masyarakat membeli gas elpiji tiga kilogram dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih ditentang sebagian masyarakat. Kebijakan ini disebutkan sebagai pendataan ulang supaya “subsidi tepat sasaran”.
Para pedagang menyebut rencana kebijakan ini akan membuat pembeli “pada antre”, sedangkan analis kebijakan publik menilai kebijakan yang kerap tidak matang hanya akan membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan pemerintah.
Seorang pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan kebijakan mulai diujicobakan di lima kecamatan beberapa kota dan akan terus diperluas mulai 2023.
“Ah, repot amat. Aturan dari mana itu?,” kata salah satu pemilik warung kelontong Burhan (65) tahun.
Ia pun terlihat menaikkan alis matanya ketika ditanya pendapatnya terkait rencana pembelian elpiji 3kg dengan KTP tahun depan.
Burhan adalah pemilik warung klontong di kawasan Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. Ia sehari-hari bisa menjual dua sampai tiga tabung gas elpiji kepada masyarakat sekitar.
“KTP nggak bisa dikasih orang sembarangan,“ tambah Burhan yang memahami pentingnya keamanan data pribadi.
Ia secara terbuka menolak rencana pemerintah itu. “Saya kan beli [gas elpiji] kontan. Belinya pakai duit bukan pakai tempe.”
Burhan setiap hari membeli gas dari apa yang disebut “pangkalan” yang jaraknya sekitar 500 meter dari warungnya.
Tetapi rencana pemakaian KTP ini memang belum ada sosialisasi.
Seperti salah satu agen Elpiji di Jalan Paus, Tety mengaku dalam sehari, Ia bisa menjual 150 tabung elpiji seberat 3kg ke warung-warung kecil yang mencakup seperempat kelurahan. Ia tak bisa membayangkan jika semua pelanggannya harus menyerahkan KTP dan harus dicatat.
“Saya jualan bingung juga, pasti pada antre kan? 150 [tabung] sehari, coba bayangin. Catat-catat KTP. Nggak kebayang itu,“ kata perempuan (38) tahun sambil tertawa membayangkannya.
Selain itu, kata dia, pedagang kecil yang menjadi pembelinya harus tetap dipertahankan. Sebab, dari pedagang ini, gas-gas elpiji tersebut bisa didistribusikan ke masyarakat hingga ke gang-gang kecil.
“Warung kecil itu nggak ambil banyak [untung]. Paling Rp2.000, paling besar Rp3.000 [per tabung]. Harusnya pemerintah syukur ada itu,” tambah dia.
Sementara itu, Adi, seorang pedagang gorengan disekitar Jalan Adi Sucipto yang biasa menghabiskan dua tabung gas elpiji 3kg dalam satu hari, mengaku tidak keberatan menyerahkan KTP demi mendapatkan bahan bakar tersebut.
“Ya kalau memang semuanya, apa boleh buat, kita ikuti saja. Kalau kata pemerintah harus begini, ya ikutin saja,“ katanya.
Adi sejauh ini juga belum mendapat informasi terkait dengan pembelian gas elpiji 3kg yang harus disertai KTP.
“Saya belum tahu ya,” katanya.
'Kebijakan main-main'
Seperti disebutkan Koordinator Indonesian Corruption Investigation (ICI), Darmawi Wardhana, menilai kebijakan pemerintah ini belum matang, tapi sudah disosialisasikan ke masyarakat. Implikasinya, kata dia, “menimbulkan masalah di lapangan”.
"Masalah pemantauan siapa yang bertanggung jawab? Yang berikutnya lagi, pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan lagi dari masyarakat kepada pemerintah. Masyarakat akan menganggap pemerintah main-main atau bagimana,” kata Darmawi.
Sebelumnya, pemerintah juga sempat mewacanakan konversi elpiji gas 3kg menjadi kompor listrik. Namun program ini kandas dengan dalih menjaga kenyamanan masyarakat dalam pemulihan ekonomi pascapandemi.
"Di lapangan tidak sesederhana yang dipandang pemerintah... Harus benar-benar dipikirkan kebijakannya, bukan hanya sesaat semata,” tambahnya.
Masih diujicobakan
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan kebijakan pembelian elpiji 3kg memakai KTP baru diujicoba.
"Belum diputuskan pakai KTP. Jadi kan masih dibahas,” kata Tutuka Ariadji, pada media, Selasa (27/12/2022).
Sejauh ini, Kementerian ESDM bersama Pertamina masih melakukan uji coba di lima kecamatan di Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Semarang, Batam, dan Mataram.
“Tapi tahun depan, itu bertahap. Jadi ini proses dari sosialisasi juga… Wajar memang [belum banyak yang tahu],” tambah Tutuka.
Bagaimana cara kerjanya?
Tutuka juga menambahkan tahapan pertama dalam program gas yang terkenal dengan sebutan melon ini adalah registrasi mandiri oleh semua masyarakat yang menggunakannya.
“Semua pembeli elpiji, harus registrasi. Gitu saja dulu. Kita tidak melihat bahwa dia berhak atau tidak,” katanya.
Semua yang melakukan registrasi tersebut masih tetap bisa membeli gas elpiji 3kg sampai pemerintah melakukan penyortiran data.
Kementerian ESDM dan Pertamina akan melakukan penyortiran data salah satunya dengan sinkronisasi data pembeli yang telah melakukan registrasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE).
Orang yang sudah masuk dalam DTKS dan PPKE adalah mereka yang dianggap miskin dan selama ini menjadi sasaran penerima bantuan sosial.
Setelah seluruh data pengguna elpiji 3kg disinkronisasi dengan DTKS dan PPKE, maka hanya yang “berhak” yang bisa membeli gas bersubsidi tersebut.
Data tersebut akan terekam dalam server Pertamina, dan nantinya digunakan sebagai patokan terhadap mereka yang ingin membeli gas elpiji 3kg. Mereka yang ingin membeli harus membawa KTP untuk dicocokan dalam data yang telah direkam tersebut.
“Jadi, kita memang mau mem-protect siapa yang berhak itu mendapatkan,” tambah Tutuka.
Sejauh ini, baik Kementerian ESDM dan Pertamina belum mempublikasi secara resmi aplikasi atau tautan bagi masyarakat untuk melakukan registrasi.
Sementara itu, dalam uji coba yang dilakukan dengan aplikasi MyPertamina disebut, "berat untuk dibuka di handphone".
Pengecer gas elpiji semakin terbatas
Dengan sistem pendataan ini, kemungkinan penjualan gas elpiji 3kg tak akan sebebas saat ini - dijual di pengecer sampai pelosok gang-gang perkotaan. Gas elpiji 3kg disebut hanya bisa dibeli melalui “sub-penyalur”, dengan pembeli yang membawa KTP.
“Nah, di sub-penyalur itu diregistrasinya. Artinya, pembeli itu langsung ada terdaftar registrasi di sub-penyalur,” tambah Tutuka.
“Jadi kita sampaikan bahwa perlu menambahkan subpenyalur, supaya semua rantai pasoknya bisa lengkap, dan sampai ke konsumen. Harga bisa terkontrol juga,” tambah mantan Ketua Forum Guru Besar ITB tersebut.
Menjawab kritikan dari sejumlah kalangan, Tutuka mengatakan "Apakah itu membingungkan masyarakat dan sebagainya, tentunya permulaan akan ada seperti itu.”
“Tapi kalau tidak berani melakukan inovasi dengan sistem informasi ini, tidak akan pernah bisa melaksanakan subsidi tepat sasaran, karena subsidi tepat sasaran itu basisnya orang,” katanya.
Di sisi lain, analis kebijakan publik, Lina Miftahul Jannah, mengungkapkan kebijakan tetap akan "menyulitkan masyarakat mengaksesnya. Karena untuk mendapatkan ke pusat, membutuhkan biaya transportasi yang lebih besar".
"Sekarang gas-gas melon ini kan mudah didapatkan di warung-warung kecil," katanya. (*)
Tags : Gas Elpiji 3kg, Beli Gas Pakai KTP, Pemerintah Mendata Ulang untuk Subsidi Tepat Sasaran, Bisnis, Biaya hidup,