"Pemerintah menekankan bahwa vaksin AstraZeneca aman di tengah keraguan sejumlah warga menerima vaksin"
JAKARTA - Kasus meninggalnya seorang pemuda di Jakarta tidak lama setelah menerima vaksinasi AstraZeneca masih diselidiki oleh Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI). Sementara itu, dua kasus kematian sebelumnya setelah vaksinasi AstraZeneca, oleh Komnas KIPI, disebut tak berkaitan dengan vaksin. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan pemerintah untuk tak memberi vaksin ini pada mereka yang berusia di bawah 40 tahun.
Namun, pemerintah hingga kini belum memberikan batasan umur untuk pemberian vaksinasi AstraZeneca. Sebelumnya, sejumlah negara—termasuk Jerman, Prancis, dan Kanada—membatasi secara ketat penerima vaksin Oxford-AstraZeneca karena kekhawatiran akan terjadinya pembekuan darah (blood clot). Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Obat-obatan Eropa mengatakan manfaat vaksin tersebut melebihi risiko yang ada.
Komnas KIPI setidaknya sudah menerima laporan terkait kematian tiga orang yang terjadi tak lama setelah vaksinasi covid-19 dengan AstraZeneca. Salah satunya adalah Trio Fauqi Virdaus, 22, asal Jakarta Timur, yang kini masih diotopsi. Trio meninggal satu hari setelah menerima vaksin AstraZeneca pada 5 Mei lalu. Sementara, pada hari Senin (24/03), dilaporkan seorang laki-laki berusia 44 tahun asal Bali meninggal dua hari setelah menerima vaksin AstraZeneca, tapi Komnas KIPI masih mengonfirmasi laporan tersebut.
Hal ini menimbulkan keraguan pada sejumlah masyarakat soal keampuhan vaksin AstraZeneca. Salah seorang di antaranya adalah Dessi, 45, yang tinggal di Tangerang Selatan. Dessi, yang masuk kelompok prioritas vaksinasi, bahkan meminta ibunya yang berusia 68 tahun untuk tak dulu mengikuti program vaksinasi, setelah diberitahu bahwa sentra vaksinasi di wilayahnya menyediakan vaksin AstraZeneca. "Soalnya nggak ada informasi yang jelas apakah vaksin ini memicu komorbiditas sehingga menyebabkan kematian. Juga tidak ada informasi yang jelas bagaimana alur pemerintah menangani KIPI. Sampai sekarang saya masih bimbang untuk vaksinasi menggunakan AstraZeneca. Di satu pihak saya merasa harus divaksin, di lain pihak saya tidak bisa meredam kekhawatiran saya soal apa yang akan terjadi setelah vaksin," ujar Dessi seperti dirilis BBC News Indonesia.
Ahmadi, 49, yang tinggal di Badung, Bali, mengatakan hal serupa. Meski sebelumnya pernah menerima tawaran untuk mendapat vaksin, pelaku usaha itu masih ragu menerimanya. "Kalau selama ini yang AstraZeneca, dari pemberitaan ada banyak masalah. Jadi saya mendingan menunggu dulu," ujarnya..
Sejauh ini, pemerintah, melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), menghentikan sementara satu dari 40 batch vaksin Astrazeneca, yakni CTMAV 547, untuk melakukan uji sterilitas dan toksisitas. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kaitan mutu produk dengan KIPI yang dilaporkan.
Sementara itu, capaian vaksinasi kelompok masyarakat yang merupakan target pemerintah, yakni lansia dan pelayan publik, hingga kini baru mencapai sekitar 38% untuk suntikan pertama. Menanggapi kekhawatiran yang ada, Ketua Komnas KIPI Prof Hindra Irawan Satari mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca aman. Dua dari tiga laporan kasus meninggal setelah vaksinasi Astrazeneca yang diterima KIPI disebutnya tak terkait dengan vaksin, tapi penyakit yang mereka derita.
Yang pertama, yakni lansia berusia 60 tahun di Jakarta, diyakini meninggal dunia karena radang paru-paru. Sementara, yang kedua, adalah warga Ambon berusia 45 tahun, yang diduga mengalami gejala berat Covid-19. Sementara, kematian warga Jakarta, Trio Fauqi, masih diselidiki karena ia meninggal saat tiba di rumah sakit, sehingga data kasus belum mencukupi. Hindra menekankan pentingnya warga mengetahui kondisi kesehatannya sebelum divaksin. "Kalau merasa punya komorbid, kontrol dulu ke dokter yang dulu mendiagnosis atau dokter manapun, silahkan. Paling tidak ketemu dokter sekali sebelum divaksin," ujarnya.
Dr. Jane Soepardi, pakar imunisasi, mengatakan penting bagi penerima vaksinasi untuk jujur tentang kondisi kesehatan mereka. "Sebetulnya kalau masyarakat jujur mengatakan ada masalah kesehatan, akan sangat membantu sekali. Apabila sakit, sebaiknya kita berobat terlebih dahulu sebelum divaksinasi. Karena vaksinnya takutnya nanti mubazir di dalam tubuh kita sehingga tidak efektif membentuk antibodi. Akibat lainnya, apabila seseorang jatuh sakit dan diduga terkait vaksinasi, bisa memperlama program vaksinasi," ujar Jane.
Untuk menghindari kasus KIPI, fatal, Hindra menyarankan penerima vaksin mewaspadai sejumlah gejala, seperti sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, sesak napas, sakit perut, dan pembengkakan tungkai. Kalau itu terjadi, warga diminta segera melapor ke kontak yang tertera di kartu vaksinasi, atau fasilitas kesehatan terdekat. Hingga kini, pemerintah telah menyuntikan sekitar satu juta dari sekitar enam juta AstraZeneca yang sudah tiba di Indonesia.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers Selasa (25/05), mengutip laporan Komnas KIPI bahwa sebelumnya dilaporkan juga kasus kematian yang terjadi tak lama setelah 27 orang menerima vaksin Sinovac. Namun, Wiku mengatakan, hal itu tak terkait vaksinasi. Sebanyak 10 akibat kematian terjadi karena infeksi covid-19, 14 orang karena penyakit jantung dan pembuluh darah, satu orang karena gangguan fungsi ginjal secara mendadak, dan dua orang karena diabetes melitus dan hipertensi yang tidak tekontrol. "Perlu diingat, tahapan pravaksinasi adalah tahapan yang penting dan krusial karena pada prinsipnya vaksinasi hanya bisa diberikan untuk individu yang betul-betul sehat. Tahapan ini bertujuan memastikan prosedur medis yang dilakukan dapat mencegah kejadian yang tidak diinginkan," ujarnya.
Di sisi lain, IDI menyarankan pemerintah untuk hanya memberikan vaksin AstraZeneca pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, dengan mengutip saran NHS atau Layanan kesehatan Inggris. Ketua Satgas Covid-19 IDI Prof Zubairi Djoerban menjelaskan bahwa pada prinsipnya vaksin AstraZeneca sangat baik dalam pengurangan kasus aktif secara signifikan. "Kita kan mau ikut yang bagus, tentu. Tapi kalau mau ikut yang bagus, juga harus ikut guideline (arahan)-nya. Maka itu, saya menyarankan itu karena kita belum punya data Indonesia. Menurut saya kita nggak perlu tunggu banyak yang clot baru buat kebijakan. Ikuti saja kebijakan Inggris," ujarnya.
Menanggapi saran itu, Siti Nadia Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 mengatakan IDI hingga kini secara resmi belum memberikan rekomendasi itu secara tertulis. Pemerintah, katanya, masih menunggu rekomendasi tertulis dari organisasi profesi juga Technical Advisory Group in Immunization (ITAGI) dan BPOM sebagai regulator vaksin. (*)
Tags : Covid-19, Wabah Virus Corona, Pemerintah Tegaskan Vaksin AstraZeneca Aman,