JAKARTA - Peneliti antikorupsi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak "tebang pilih" dalam mengusut kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian, namun KPK memastikan proses penyidikan yang dilakukan "murni proses penegakan hukum".
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membantah kecurigaan bahwa penyidikan dugaan kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian memuat unsur politik.
"Kami mempertanggung jawabkan seluruh proses penyidikan yang KPK lakukan. Kami pastikan bahwa ini adalah murni proses penegakan hukum," ungkap Ali Fikri kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/09).
Demikian dikatakan Ali sementara KPK melakukan penggeledahan rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, dari Kamis (28/09) petang hingga Jumat siang.
Kecurigaan adanya politisasi dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini muncul karena latar belakang Menteri SYL sebagai politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Partai yang dipimpin Surya Paloh itu adalah anggota Koalisi Perubahan yang secara luas dipandang sebagai ‘oposisi’ rezim yang berkuasa dalam Pilpres 2024 mendatang.
Tuduhan adanya politisasi dalam penanganan kasus korupsi juga muncul ketika mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Johny G. Plate, juga dari NasDem, dijadikan tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung pada bulan Mei lalu.
Seorang peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat UGM) berpendapat KPK perlu merespons wasangka publik tentang politisasi dengan membuktikan bahwa lembaga tersebut tidak “tebang pilih” dalam mengusut kasus korupsi.
Apa yang ditemukan KPK di rumah Mentan?
Menurut juru bicara KPK Ali Fikri, dalam penggeledahan di rumah dinas SYL penyidik menemukan uang puluhan miliar rupiah dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Tim penyidik juga menemukan sejumlah dokumen dan catatan keuangan, yang kini tengah didalami oleh KPK.
KPK juga menemukan sejumlah senjata api, imbuh Fikri.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian daerah, tentunya terkait dengan temuan dalam proses geledah dimaksud," kata Ali, seperti dikutip detikcom.
SYL tidak sedang berada di Indonesia ketika rumah dinasnya digeledah. Dia dikabarkan masih berada di Roma, Italia, melakukan pertemuan bilateral dengan Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu.
Proses penggeledahan kemudian dilanjutkan di Kantor Kementerian Pertanian pada Jumat (29/09) siang.
Berdasarkan hasil penggeledahan, tim penyidik KPK telah menemukan sejumlah mata uang asing bernilai puluhan miliar, bukti-bukti elektronik, catatan keuangan dan sejumlah barang bernilai ekonomis.
Ali memastikan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan dan baru memasuki tahap awal setelah penggeledahan.
Penggeledahan tersebut merupakan upaya paksa yang baru bisa dilakukan ketika kasus naik status dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan.
Lembaga antirasuah itu telah menganalisa keterangan dari 49 pejabat di Kementan, termasuk SYL selaku Menteri Pertanian.
Hingga berita ini dinaikkan, KPK masih belum menetapkan tersangka baru dalam proses penyidikan yang tengah berjalan.
Bagaimanapun sejumlah media, mengabarkan berdasarkan sumber di internal KPK bahwa Menteri SYL sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Ali mengatakan bahwa KPK masih melakukan pengumpulan bukti terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
"Sebagaimana yang sering kami sampaikan, KPK hanya akan sampaikan seluruh proses penanganan perkara secara utuh setelah semua proses cukup dilakukan," kata Ali.
Bendahara Umum NasDem Ahmad Sahroni mengatakan kepada wartawan pihaknya masih menunggu informasi resmi dari KPK terkait status hukum Syahrul tersebut.
"Kita tunggu informasi resmi dari KPK dahulu," kata Ahmad Sahroni, Jumat (29/09).
Bagaimana perjalanan kasusnya?
Pada 14 Juni 2023, KPK mengumumkan telah membuka penyelidikan soal dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Informasi tersebut diumumkan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Kemudian pada 19 Juni 2023, KPK memanggil Menteri Pertanian SYL untuk dimintai keterangan terkait kasus penyelidikan dugaan korupsi di Kementan. Saat itu, ia diperiksa selama kurang lebih tiga jam.
"Saya memenuhi panggilan dari KPK, yang selama ini dua kali sebelumnya dipanggil, saya dalam kegiatan yang terkait kegiatan negara," ujar Syahrul seperti dilaporkan Tempo.
Mantan gubernur Sulawesi Selatan itu menyatakan siap untuk bersikap kooperatif dan hadir kapan pun ketika diperlukan KPK.
"Saya kira apa yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan SOP, sesuai dengan prosedur, dan saya sudah menyelesaikan semuanya itu dengan apa yang bisa saya jawab," lanjut Syahrul pada Juni lalu.
Sebelumnya pada 16 Juni, KPK meminta keterangan terhadap Syahrul. Namun, Syahrul tidak dapat hadir dengan alasan sedang melakukan perjalanan dinas menghadiri acara G20 di India.
Ia kemudian meminta agar tanggal pemanggilan ditunda hingga 27 Juni 2023. Sebab, setelah pergi ke India, Syahrul berencana melanjutkan lawatannya ke Cina dan Korea Selatan dalam rangka kerja sama modernisasi pertanian dan fasilitas pasar ekspor pertanian. Namun, KPK menolak permintaannya.
Kemudian, pada Kamis 28 September KPK menggeledah rumah dinas SYL di Kebayoran Baru, Jakarta Pusat.
Akankah kasus ini berdampak pada koalisi Anies-Muhaimin?
Pemimpin lembaga survei KedaiKopi Hendri Satrio menyebut dugaan terjeratnya dua menteri dari Nasdem dalam kasus korupsi “pukulan telak” bagi partai itu.
Dia menambahkan tidak menutup kemungkinan bila elektabilitas pasangan bacapres-bacawapres yang mereka usung, Anies-Muhaimin, juga terdampak.
Namun demikian, menurut Hendri, Nasdem maupun Anies-Muhaimin masih punya cukup banyak waktu sampai pemungutan suara bulan Februari untuk rebound.
“Karena masyarakat Indonesia terkadang melihat korupsi ini adalah tindakan pribadi, bukan partai politik,” kata Hendri ketika dihubungi oleh BBC News Indonesia.
Walaupun waktu pengusutan kasus-kasus ini dekat dengan Pilpres, Hendri mengatakan seharusnya penegakkan hukum itu tidak ada sangkut-pautnya dengan politik. “Saya sih percaya KPK profesional,” imbuhnya.
Pengaruh kasus korupsi pada elektabilitas partai politik pernah diakui oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ketika eks-menteri Kominfo Johnny G. Plate ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek BTS, 17 Mei lalu.
Waktu itu Surya mengakui bahwa persepsi publik menjadi salah satu faktor yang menentukan untuk memenangkan pemilu.
"Institusi partai politik yang dibangun oleh kekuatan persepsi dan keyakinan publik, salah satu faktor atau key factor. Ya menentukan sekali," kata Surya Paloh dalam jumpa pers di Jakarta, seperti dilaporkan Kompas.com.
Survei litbang Kompas pada 27 Juli-7 Agustus 2023 mencatat penurunan elektabilitas Nasdem dari 6,3 persen di bulan Mei menjadi 5,9 persen — seperti diketahui, pada 17 Mei Kejaksaan Agung menetapkan Johnny sebagai tersangka.
Beberapa pejabat elite NasDem tidak merespons permintaan konfirmasi.
Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaga antirasuah itu menyadari bila tindakannya dikaitkan dengan proses politik yang sedang berjalan menjelang Pemilu 2024.
Meski begitu, dia menegaskan, proses penegakan hukum yang terjadi tidak ada kaitan sama sekali dengan kontestasi politik.
"Kalau kita lihat data, dari beberapa waktu sejak KPK berdiri itu memang sudah banyak politisi-politisi tersangka terpidana yang berlatar belakang politik," ujarnya.
KPK diminta tidak ‘tebang pilih’
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan sejauh ini dia belum melihat adanya motif politik dalam penanganan korupsi yang diduga terjadi di kementerian pertanian.
Zaenur menjelaskan bahwa dia menggunakan tiga parameter untuk melihat apakah sebuah penanganan perkara korupsi dipengaruhi oleh faktor politik atau faktor apapun selain faktor hukum.
Pertama, jika tidak ada satu alat bukti pun yang menunjukkan telah terjadinya tindak pidana tetapi ada proses menjadikan seseorang tersangka sekadar untuk menyanderanya. Kalau ini terjadi maka kita bisa menduga telah terjadi “kriminalisasi” dengan motif menghukum, khususnya motif politik.
Kedua, jika ada satu perkara korupsi yang melibatkan politikus dari berbagai latar belakang parpol tetapi yang diproses oleh penegak hukum hanya yang berasal dari parpol atau kelompok politik tertentu.
Ketiga, jika penegak hukum hanya menangani, mengincar, memproses secara hukum para penyelenggara negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dari kelompok-kelompok atau partai tertentu saja tetapi tidak menyentuh partai atau kelompok-kelompok lain, khususnya mereka yang sedang berkuasa.
Berdasarkan parameter pertama dan kedua di atas, Zaenur memandang bahwa dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian ini sangat kuat dugaan telah terjadinya tindak pidana dengan alat-alat bukti dan keterangan saksi yang telah dikumpulkan oleh KPK.
Adapun terkait parameter ketiga KPK harus menjawabnya dengan kinerja, kata Zaenur, dengan membuktikan bahwa KPK akan memproses siapapun yang melakukan tindakan korupsi.
“Termasuk, misalnya, para buron yang belum ditangkap oleh KPK; seperti Harun Masiku, yang diduga menjadi pintu masuk untuk mengungkap pelaku-pelaku lain,” ujarnya.
Harun Masiku adalah politikus PDI-P yang terseret kasus suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Dia telah menjadi buronan selama kurang-lebih tiga setengah tahun.
Pegiat anti-korupsi dan eks penyidik KPK telah menilai KPK tidak serius memburu Harun. Diduga, ada pihak-pihak tertentu yang 'melindungi' politikus PDI-P tersebut.
Menurut Zaenur, meskipun KPK menangani kasus korupsi berdasarkan alat bukti, tidak berarti lembaga antirasuah itu bebas dari intervensi kekuasaan.
“Untuk membantah hal itu bagaimana caranya? Cara paling mudah adalah tidak tebang pilih," tegas Zaenur.
"Kalau proses penegakan hukumnya sesuai dengan hukum acara, sesuai dengan prosedur yang selama ini terjadi di KPK, maka susah untuk mengatakan bahwa kasus ini punya motif politik,” dia menegaskan. (*)
Tags : peneliti antikorupsi, kpk usut dugaan kasus korupsi kementan, kasus korupsi kementan murni tidak ada unsur politik,