Nusantara   2023/01/30 22:42 WIB

Pengemudi Ojek Online Mengancam Bakal Demo, 'jika Tidak Memberlakukan ERP'

Pengemudi Ojek Online Mengancam Bakal Demo, 'jika Tidak Memberlakukan ERP'

JAKARTA - Pengemudi ojek online mengancam bakal menggelar aksi demonstrasi susulan agar Pemprov DKI Jakarta tak memberlakukan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) kepada mereka.

Ojek online, klaim mereka, sudah layak disebut transportasi umum meskipun dalam UU Nomor 22 tahun 2009 belum termasuk.

Apa itu ERP dan mengapa harus diterapkan?

Pengamat transportasi menyebut kebijakan jalan berbayar sudah harus diberlakukan secepatnya kalau tak mau kemacetan dan pencemaran udara di Jakarta makin parah.

Menanggapi penolakan ojol, Pejabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengatakan sistem jalan berbayar masih sebatas rencana dan proses penyusunan payung hukumnya pun "masih lama" di DPRD.

Apa itu jalan berbayar atau ERP?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memberlakukan sistem Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar. Meski belum dipastikan kapan akan diterapkan, tapi pemprov menargetkan regulasinya akan rampung tahun ini.

Jalan berbayar dalam arti sederhana adalah pungutan yang dikenakan kepada pengemudi kendaraan pribadi, baik itu mobil dan motor, ketika melintasi daerah-daerah tertentu dan di waktu tertentu.

Tujuannya untuk menekan atau membatasi kendaraan pribadi sehingga mau beralih menggunakan angkutan massal.

Pasalnya kemacetan di Jakarta sudah pada level tidak nyaman. Tak cuma itu, akibat volume kendaraan pribadi yang terus meningkat membawa dampak buruk bagi lingkungan lantaran gas buang menimbulkan polusi udara.

"Karena mereka membuat kemaceran akibat volume kendaraan bertambah dan memperburuk kualitas udara makanya kena pungutan," ujar Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang seperti dirilis BBC News Indonesia, Senin.

"Jadi bukan pajak atau negara mau merampok uang rakyat," sambungnya. 

Sistem ERP ini, menurut Deddy Herlambang, "akan minim kecurangan" ketimbang kebijakan pengendalian kendaraan pribadi yang pernah ada seperti 3-in-1 atau Ganjil-Genap.

Sejauh pengamatannya, jalan 3-in-1 disebut gagal karena pengemudi kendaraan pribadi bisa mengakali dengan menyewa jasa joki.

Begitu juga dengan Ganjil-Genap, pemilik kendaraan pribadi justru membeli dua mobil dengan pelat nomor berbeda atau berlaku curang dengan menyiapkan dua pelat bernomor ganjil dan genap.

"Makanya ERP ini akan adil, berapa pun mobilnya lewat jalan di situ tetap bayar. Termasuk motor juga."

Berapa tarif ERP?

Merujuk pada Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengusulkan tarif atau pungutan melintasi 25 ruas jalan ERP:

  • Roda dua atau motor: Rp2.000 - Rp8.200
  • Roda empat atau mobil: Rp5.000 - Rp19.000

Tarif itu disebut akan berlaku fluktuatif. Semakin padat volume kendaraan, akan makin mahal pungutannya. Tapi kalau lengang, tarif bisa murah atau bahkan gratis.

Jalan berbayar di 25 ruas jalan Jakarta ini rencananya berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.

Akan tetapi, pengamat transportasi Deddy Herlambang menilai pungutan itu terlalu murah.

"Dulu saja mereka bayar joki 3-in-1 bisa sampai Rp30.000 sehari, kalau cuma Rp19.000 ya tidak akan membatasi namanya."

Penghitungan pungutan ERP, menurut dia, jangan berdasarkan kemampuan atau kemauan membayar. Sebab kalau memakai patokan itu, pasti warga akan memilih tarif yang murah.

Dia mengusulkan agar pemprov mematok minimum pungutan ERP sebesar Rp50.000 untuk kendaraan roda empat atau mobil.

Dengan angka yang dinilai besar, maka warga mau tak mau akan bergeser ke transportasi umum.

"Tapi kalau motor, saya belum ada hitungannya."

Di Singapura, sistem ERP berlaku di 42 titik dengan kisaran tarif US$0,40  – US$6,20 (Rp5.900 - Rp92.000) yang dapat berubah sesuai jam dan beroperasi mulai jam 07.00 hingga 21.30.

Sementara di London, kisarannya adalah US$13,60 – US$18,20 (Rp203.000 - Rp272.000) dan beroperasi mulai jam 06.30 hingga 18.00.

Mengapa motor juga harus diberlakukan ERP?

Menurut Deddy Herlambang, kendaraan roda dua atau motor juga harus dimasukkan dalam sistem jalan berbayar.

Ini karena kalau hanya mobil, orang-orang yang memiliki mobil akan membeli motor agar tidak terkena aturan itu. Artinya tujuan untuk mengurangi kemacetan maupun polusi udara menjadi percuma.

"Sekarang motor itu 75% menguasai jalanan. Jadi kalau mobil bermigrasi ke motor, percuma tetap tidak efektif."

"Apalagi motor gas buangnya juga besar."

Akan diapakan dana pungutan ERP?

Pengamat transportasi, Deddy Herlambang, mengatakan uang yang terkumpul dari pungutan atau tarif ERP harus dikonversi untuk perbaikan infrastruktur angkutan umum.

Atau insentif bagi pengguna angkutan umum, sehingga tarif transportasi publik jadi makin murah.

"Jadi bukan untuk bangun jalan," imbuhnya.

"Misalnya untuk menambah bus Transjakarta yang dilalui oleh 25 ruas jalan ERP. Jadi penumpang tidak perlu menunggu lama waktu kedatangan bus."

"Kan sebelumnya banyak bus mangkrak karena biaya operasionalnya mahal. Nah dengan dana ERP bisa dioperasikan lagi bus-bus itu."

Jika transportasi umum di Jakarta makin banyak dan waktu kedatangan kian cepat, dia yakin masyarakat akan segera beralih menggunakan angkutan publik.

Untuk itulah pemprov, katanya, harus melakukan edukasi kepada warganya soal sistem ERP agar tidak mendapat penolakan.

Siapa saja yang menolak ERP?

Setidaknya ada tujuh kendaraan yang dibebaskan dari tarif ERP antara lain sepeda listrik, kendaraan bermotor berpelat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri.

Kemudian kendaraan korps diplomatik negara asing, ambulans, mobil jenazah, dan kendaraan pemadam kebakaran.

Sedangkan taksi dan ojek online alias ojol, tidak termasuk kendaraan yang dibebaskan dari pungutan ERP karena bukan kendaraan pelat nomor kuning sesuai UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Namun demikian Ketua Umum Garda Indonesia yang merupakan asosiasi ojol, Igun Wicaksono, tidak setuju kalau pengemudi ojol dikenakan pungutan.

Sebab, menurutnya, ojol sudah seperti transportasi umum.

Kata dia, kalau ojol dikenakan pungutan, akan semakin menurunkan pendapatan pengemudi.

"Ini sangat memberatkan. Pasca PPKM memang pendapatan ojol mulai meningkat, tapi tahu-tahu akan ada ERP makin meresahkan. Pendapatan akan turun di saat baru merangkak naik," tutur Igun.

Tapi jika ojol tidak dikecualikan, maka mereka akan mendesak pemerintah pusat yakni Kemenhub untuk mengevaluasi tarif ojol di Jakarta.

"Biasanya kalau Jakarta minta ada evaluasi tarif, seluruh Indonesia akan minta yang sama. Maka diperkirakan bisa memicu inflasi apabila pemprov berkeras menerapkan ERP kepada ojol."

"Karena kami harga mati, tidak mau diterapkan ke ojol."

Bagaimana tanggapan Pemprov DKI Jakarta?

Di tengah penolakan pengemudi ojol, Pejabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengatakan sistem jalan berbayar masih sebatas rencana dan proses penyusunan payung hukumnya pun "masih lama" di DPRD.

Diperlukan tahapan lanjutan seperti diskusi dengan para ahli transportasi.

"Masih ada tahapan-tahapan (yang harus dilakukan), (yakni) tahapan diskusi dengan ahli-ahli transportasi," ujar Heru kepada wartawan di Jakarta Pusat, Jumat (27/01).

"(Penerapan ERP di Jakarta) masih jauh," lanjut dia.

Berlaku di ruas jalan mana saja?

Ada 25 jalan yang kemungkinan akan diberlakukan sistem berbayar. Berikut rinciannya:

  1. Jalan Pintu Besar Selatan
  2. Jalan Gajah Mada
  3. Jalan Hayam Wuruk
  4. Jalan Majapahit
  5. Jalan Medan Merdeka Barat
  6. Jalan M Husni Thamrin
  7. Jalan Jend Sudirman
  8. Jalan Sisingamangaraja
  9. Jalan Panglima Polim
  10. Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang)
  11. Jalan Suryopranoto
  12. Jalan Balikpapan
  13. Jalan Kyai Caringin
  14. Jalan Tomang Raya
  15. Jalan Jend S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto)
  16. Jalan Gatot Subroto
  17. Jalan MT Haryono
  18. Jalan DI Panjaitan
  19. Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
  20. Jalan Pramuka
  21. Jalan Salemba Raya
  22. Jalan Kramat Raya
  23. Jalan Pasar Senen
  24. Jalan Gunung Sahari Jalan HR Rasuna Said

(*)

Tags : Pengemudi Ojek Online, Ojek Online Mengancam Bakal Demo, Pemberlakuan ERP'Ekonomi, Transportasi, Industri otomotif,