Nusantara   2023/10/12 21:10 WIB

Pengesahan Revisi UU 3/2022 Hak atas Tanah di IKN Dua Abad pada Investor, ’Buat Masyarakat Adat Nyaris akan jadi Gelandangan'

Pengesahan Revisi UU 3/2022 Hak atas Tanah di IKN Dua Abad pada Investor, ’Buat Masyarakat Adat Nyaris akan jadi Gelandangan'
Tak punya tanah dan tidak memiliki bekal pendidikan memadai, Dahlia berkata dirinya dan anak-anak muda lain di kampungnya akan tersingkir dari ibu kota baru.

KALIMANTAN - Pengesahan revisi UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara oleh DPR, Selasa 3 Oktober 2023, melegalkan aturan tentang pemberian hak atas tanah lebih dari 100 tahun kepada investor.

Regulasi yang sebelumnya telah ditentang berbagai kalangan ini semakin membuat khawatir warga Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, yang tergusur proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).

Dahlia lahir dan tinggal di Sepaku. Rumah dan warung kelontong yang menjadi sumber penghasilannya berada sekitar satu kilometer dari titik nol ibu kota baru. Menolak penggusuran sejak awal, Dahlia tak sanggup terus-menerus menentang program prioritas pemerintah tersebut.

Pada tahun 2022, Dahlia menggugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi, walau permohonannya kepada para hakim akhirnya ditolak. Juni lalu, Dahlia bersama beberapa keluarga di kampungnya meneken perjanjian ganti rugi lahan.

Namun setelah empat bulan berlalu, uang ganti rugi itu tidak kunjung ia terima. Fakta ini membuatnya kembali dirundung ketidakjelasan soal masa depan pascapenggusuran IKN.

“Perjanjiannya 14 hari setelah kami tanda tangan, ganti rugi akan dibayarkan. Sekarang sudah lewat empat bulan belum ada tanda-tanda pembayaran,” ujar Dahlia.

Persoalan pencarian uang ganti rugi ini, kata Dahlia, hanya satu dari permasalahan yang dihadapi warga Sepaku, terutama mereka yang berasal dari komunitas adat Paser Balik.

Mendengar pengesahan regulasi hak atas tanah selama ratusan tahun, dia mengaku semakin ragu dapat mengatasi ketidakjelasan yang ditimbulkan proyek ibu kota baru.

Tak punya tanah dan tidak memiliki bekal pendidikan memadai, Dahlia berkata dirinya dan anak-anak muda lain di kampungnya akan tersingkir dari ibu kota baru.

Apalagi, kata dia, nominal ganti rugi lahan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp150 juta tak cukup besar bagi mereka untuk membeli tanah di sekitar Sepaku.

“Ganti rugi sangat minim, mungkin hanya sekitar 10 persen dari harga tanah saat ini."

"Harga tanah sudah melambung tinggi, kami mungkin tidak akan mampu membeli lahan, kalaupun mampu kami tidak akan punya uang untuk membangun rumah."

"Apalagi yang usahanya digusur sudah tidak punya modal untuk membuka usaha baru."

“Kalau pemerintah tutup mata, tutup telinga, kami mungkin akan menjadi gelandangan atau pengemis, ke depannya. Kualitas SDM kami sangat rendah, lalu bagaimana kami bisa menyekolahkan anak-anak kalau kami tidak bekerja?” ujar Dahlia seperti dirilis BBC News Indonesia. 

Kecemasan Dahlia ini, menurut Roni Septian, Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria, sangat beralasan.

Dia berkata, regulasi hak atas tanah yang memberi investor konsesi hingga ratusan tahun akan melebarkan ketimpangan penguasaan lahan. Yang paling terdampak, kata dia, adalah kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan, seperti orang adat, petani, dan nelayan.

“UU IKN melegalkan monopoli tanah oleh pengusaha. UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria secara jelas meminta pemerintah mencegah praktik monopoli swasta. Kalau hak guna usaha diberikan 190 tahun dan hak guna bangunan 160 tahun, taipan menguasai tanah nyaris dua abad. Kapan orang adat, petani, nelayan bisa memiliki akses terhadap tanah? Nyaris tidak akan pernah bisa,” ujar Roni.

Menurut Roni, regulasi hak atas tanah pada UU IKN bertentangan dengan reforma agraria yang hendak dicapai lewat pengesahan UU Pokok Agraria pada tahun 1960. Aturan itu, kata dia, juga tak sesuai dengan janji reforma agraria yang dikatakan Jokowi pada dua pemilihan presiden.

“Reforma agraria tujuannya merombak struktur pemicu ketimpangan lahan. Kalau izin diberikan selama ratusan tahun, apanya yang dirombak? Yang akan terjadi justru pemiskinan masyarakat,” ujar Roni.

Dari delapan fraksi di DPR, tujuh di antaranya setuju mengesahkan revisi UU IKN. Fraksi Demokrat memberi catatan khusus, sementara fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak pengesahan.

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sena, mengatakan salah satu poin yang mereka tolak adalah jaminan dua siklus perpanjangan hak atas tanah kepada pihak swasta dengan jangka waktu mencapai 190 tahun.

“Hal ini jelas semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal, memanjakan investor, dan sebaliknya abai terhadap kepentingan rakyat yang lebih luas,” kata Mardani.

Mardani berkata, Pasal 16 A pada beleid itu mengatur bahwa hak atas tanah dalam bentuk hak guna usaha (HGU) diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun, dan dapat diperpanjang untuk 95 tahun kemudian.

Dua siklus perpanjangan juga berlaku untuk hak atas tanah dalam bentuk hak pakai. Pada awalnya hak pakai di IKN akan diberikan selama 80 tahun. Pemegang konsesi kemudian dapat mengajukan perpanjangan untuk periode 80 tahun kedua.

Kekhawatiran yang disampaikan itu disebut telah dibahas di rapat Komisi II kata Yanuar Prihatin dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Dia berkata, pemberian hak atas tanah hingga ratusan tahun itu tidak berarti pemerintah akan mengabaikan masyarakat.

“Soal jaminan terhadap tanah ulayat, tanah adat, tanah kesultanan, akan kami proteksi agar pemerintah benar-benar memberikan jaminan bahwa hak warga tidak teramputasi, tidak terpinggirkan. Kasus di tempat lain, tanah warga sering kali jadi korban kalau ada proyek strategis nasional,” kata Yanuar.

“Kami minta pemerintah memberikan jaminan itu dan pemerintah menyetujui itu. Tinggal nanti kita lihat peraturan pemerintah soal itu. Dengan pengesahan revisi UU IKN ini, jaminan harus lebih diperkuat,” kata Yanuar.

Terkait hak guna tanah hingga 190 tahun, Yanuar mengatakan pemerintah telah setuju untuk menyusun standar evaluasi pemanfaatan dan pengawasan lahan IKN.

“Ada evaluasi, mungkin per tiga tahun per lima tahun dievaluasi. Kalau dalam lima tahun perusahaan tidak memenuhi standar, seperti tidak memakai lahan atau penggunaan lahan tidak seperti rencana, hak itu ya harus dicabut, tidak menunggu 95 tahun,” ujar Yanuar. 

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, jangka waktu tanah 95 tahun di IKN itu bertujuan untuk memberikan keberlanjutan investasi di IKN.

"Jadi hak itu tidak secara otomatis diperpanjang sekaligus, tetapi diberikan secara bertahap. Ada 35 tahun pertama, kemudian diperpanjang 25 tahun, kemudian 35 tahun berikutnya diperbaharui. Jadi izin tidak diberikan sekaligus," kata Suharso usai Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (03/10).

Suharso juga membantah bahwa revisi UU IKN akan menguntungkan investor semata.

"Ada juga yang mengatakan bahwa ini hanya untuk mengistimewakan investasi atau menganakemaskan investor, itu juga sama sekali tidak benar. Justru kami melindungi hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Bagaimana hak-hak itu tetap terlindungi," tuturnya.

Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, sebelumnya menyatakan, ketentuan soal HGU di IKN untuk memberi kepastian bagi investor.

"Pihak swasta itu butuh certainty dan clarity istilahnya, kepastian dan kejelasan selama berapa tahun mereka akan melakukan investasi yang sifatnya jangka panjang," kata Bambang.

Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Doli Kurnia Tanjung berharap dengan disetujuinya revisi RUU IKN bisa mengoptimalkan pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara oleh Otorita IKN. (*)

Tags : Hutan, Politik, Hak minoritas, Masyarakat, Indonesia, Lingkungan, Alam,