Agama   26-05-2025 8:23 WIB

Penjabaran dan Kriteria tentang Haji Mabrur Menurut Imam Nawawi

Penjabaran dan Kriteria tentang Haji Mabrur Menurut Imam Nawawi

Haji mabrur adalah yang sesuai dengan tuntutan syar'i.

AGAMA - Setiap jamaah haji menginginkan mendapatkan haji mabrur. Dan, bagaimana kriteria mendapat haji yang mabrur?

"Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’i, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan saleh dan kebaikan," kata Pimpinan Pesantren Al Furqon Al Islami Gresik, Ustadz Abu Ubaidah Yusuf.

Ustadz Abu Ubaidah menjelaskan, terdapat lima kriteria yang dapat dikatakan seseorang meraih haji yang mabrur.

Pertama, ikhlas, seorang hanya mengharap pahala Allah SWT, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”. 

﴾٥﴿ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan.” (QS Al-Bayyinah ayat 5) 

Kedua, ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktikkan Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:
خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

“Contolah cara manasik hajiku.”

Ketiga, harta untuk berangkat hajinya adalah harta yang halal. Nabi bersabda:
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ, لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

"Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik.” (HR  Muslim)

Keempat, menjauhi segala kemaksiatan, kebidahan, dan penyimpangan. 
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّـهُ ۗوَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾

“Barangsiapa yang menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh rafats (kata-kata tak senonoh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan pada masa haji.” (QS Al Baqarah ayat 197).

Kelima, berakhlak baik antarsesama, tawadhu, dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya. Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 22/39: “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya’ dan sum’ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal.”  

Ustadz Abu Ubaidah mengatakan, “Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji menurut cara dan tuntunan yang disyariatkan, maka insya Allah dia termasuk dalam kandungan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: 
العُمْرَةُ إِلىَ العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ

"Umroh ke umroh adalah penghapus dosa diantara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga."

"Semoga Allah menganugerahkan kita haji mabrur," kata Ustadz Abu Ubaidah.   

Penjabaran tentang haji mabrur

Imam Nawawi menjelaskan soal haji mabrur. Jutaan jamaah haji dari berbagai negara sudah tiba di Tanah Suci.

Mereka semua berharap haji mabrur.

Imam Masjid New York, Imam Shamsi mencoba menelusuri beberapa kitab rujukan tentang haji mabrur, mencari pendapat pada ulama.

Dia pun menemukan beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para Ulama kita.

Satu di antaranya adalah Imam an-Nawawi misalnya berkata, “ganjaran haji mabrur itu bukan sekedar menghapuskan dosa.

Pemahaman paling benar adalah bahwa Haji mabrur itu adalah Haji yang tidak dicampuri dengan dosa.

Kata ini diambil dari “Al-birr” yang artinya kebaikan”. (Jalaluddin As-Suyuthi, syarha Sunan An-Nasa’i).

Pernyataan An-Nawawi maupun pernyataan para ulama lainnya sekadar menyampaikan penekanan tentang pahala haji mabrur.

Tapi tidak memberikan definisi khusus tentang haji mabrur itu.

Mereka menekankan bahwa haji mabrur adalah Haji yang telah dilaksanakan secara sempurna sesuai tuntunan Al-Kitab dan as-Sunnah.

"Saya lebih tertarik sebenarnya untuk menyampaikan dua hadits yang justru lebih mu’tabar (menjadi rujukan) sebagai rujukan untuk mendefenisikan haji mabrur ini," jelas dia.

Pertama, diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat:

“apa haji mabrur itu wahai Rasulullah? Beliau menjawa: اطعام الطعام وطيب الكلام (memberi makan dan berbicara yang baik).

Kedua, habits Imam Ahmad dalam musnadnya: “para sahabat bertanya:

apa haji mabrur wahai Rasulullah?

Beliau menjawab: اطعام الطعام وافشاء السلام (memberi makan dan menyebarkan salam).

Dari dua hadits di atas, Rasulullah seolah mendefenisikan tentang Haji mabrur dengan tiga hal, pertama, memberikan makan.

Kedua, berkata yang baik. Dan ketiga menebarkan perdamaian.

“Haji mabrur itu adalah haji yang menjadikan pelakunya semakin dermawan, berakhlak mulia dan mampu menciptakan kedamaian dalam kehidupan manusia," ujar Imam Shamsi.

Dia dapat mendefinisikan haji mabrur sebagai haji yang telah dilaksanakan sesuai aturan syariah dan memberikan dampak positif dalam hidup pelakunya baik secara vertikal maupun horizontal.

Dari definisi sederhana ini kita simpulkan bahwa esensi yang paling mendasar dari haji mabrur adalah terjadinya perubahan positif dalam kehidupan seorang haji. Baik pada aspek ubudiyah (ritual) maupun pada aspek mu’amalat (sosial).

Definisi ini sejalan dengan jawaban Abu Bakar ketika ditanya oleh seorang sahabat di musim haji pertama dalam sejarah Islam di tahun ke 8 Hijriyah.

“Apa haji mabrur itu wahai Abu Bakar?” Jawaban beliau: “haji mabrur akan kamu lihat sekembali kamu ke Madinah”.

Jawaban Abu Bakar ini seolah mengatakan bahwa haji mabrur itu akan nampak setelah sang haji kembali ke kampung halaman masing-masing.

Di sana akan nampak makna Ihram sebagai komitmen kefitrahan dan ketaatan (labbaik allahumma labbai).

Di sanalah akan nampak makna thawaf di Maka Ka’bah (kebenaran) akan selalu menjadi pusat pusaran hidupnya.

Di sana juga akan nampak Sa’i atau usaha dan kerja kerasnya untuk membangun dunia ini sebagai bagian dari tanggung jawab khilafahnya.

Tentu tidak kalah pentingnya di sana akan nampak komitmen melempar jumrah sebagai bukti komitmen “amar ma’ruf dan nahi mungkar”.

Semua itu akan dilakukan oleh sang haji hingga masanya melakukan thawaf wada’ sebagai simbol komitmen “Jangan kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim”.

Seperti yang dipesankan oleh Rasulullah SAW: “barang siapa yang di akhir hayatnya mengucapkan Laa ilaaha illa Allah” maka dia masuk syurga”.

"Kita doakan semoga jamaah haji mendapatkan haji mabrur. Tidak saja bahwa hajinya telah diterima sebagai amalan ibadah yang utama dalam Islam dan membawa pengampunan. Tapi tidak kalah pentingnya adalah bahwa pesan-pesan moral haji mereka telah membawa perubahan positif dalam hidup mereka. Lebih khusus lagi dalam hal kebaikan dan kedermawanan, akhlakul karimah yang semakin baik, dan memiliki komitmen untuk membangun kedamaian," jelas dia. (*)

Tags : haji, haji 2025, jemaah haji 2025, haji mabrur, mabrur, islam, manasik ,