Artikel   2021/10/20 10:56 WIB

Pentingnya Menghargai Pekerja, ada Juga 'Terobsesi dengan Karier'

Pentingnya Menghargai Pekerja, ada Juga 'Terobsesi dengan Karier'

DALAM budaya yang terobsesi dengan karier, ada narasi yang familier tentang "pegawai teladan". Mereka adalah karyawan yang menonjol dengan reputasi terbaik dan ide-ide terbesar; orang-orang yang selalu diprioritaskan untuk kenaikan gaji, promosi, atau penghargaan karyawan terbaik.

Di era eksepsionalisme seperti sekarang ini, wajar bila kinerja di atas rata-rata dipandang sebagai satu-satunya jalan menuju sukses. Kalau Anda bukan pemain top di kantor, menurut kepercayaan umum, Anda harus berusaha untuk menjadi itu. Namun kenyataannya, sebagian besar pekerja bukanlah pemain top.

Bagaimanapun, menjadi sekadar kompeten - biasa saja atau 'rata-rata' - di tempat kerja bukanlah hal yang buruk. Tidak semua pekerja ingin menjadi pegawai teladan. Dan, pada kenyataannya, pekerja yang biasa-biasa saja amatlah penting - bahkan bisa jadi lebih penting dari sang pegawai teladan.

Karyawan yang biasa-biasa saja kerap disalahpahami atau bahkan dipandang buruk menurut Paul White, seorang psikolog AS yang secara khusus mempelajari budaya di tempat kerja. "Dalam kurva apapun, kebanyakan orang akan berada di bagian tengah," katanya. "Sebagian besar karyawan adalah pekerja yang biasa-biasa saja, dan itu bagus."

White menjelaskan, ini ibarat tim sepak bola. "Anda boleh punya striker dan kiper yang hebat. Tetapi jika Anda tidak punya sekelompok pemain dengan dribel, operan, dan tekel yang solid, para bintang itu tidak bisa tampil," katanya.

"Butuh usaha semua orang agar suatu tim bisa sukses. Pentingnya para pekerja 'rata-rata' itu kurang dihargai. "

Tak ada salahnya menjadi biasa

Definisi paling sederhana dari "rata-rata", kata Danielle Crough, seorang psikolog organisasi di University of Nebraska di Omaha, AS, adalah seorang pekerja yang memenuhi ekspektasi - tidak lebih dan tidak kurang.

Beberapa orang berangkali mulai dari bawah dan kemudian terus memanjat ke posisi yang lebih tinggi. Tapi banyak pekerja rata-rata, White menjelaskan, tidak ingin berada di puncak. "Kenyataannya, banyak orang tidak ingin menjadi bintang," katanya seperi dirilis BBC.

"Mereka punya keluarga, anak-anak, hal-hal lain dalam hidup mereka. Mereka tidak mengharapkan lebih banyak tanggung jawab di tempat kerja."

"Bekerja tidak selalu tentang naik pangkat. Sebagian akan bergerak naik, beberapa akan bergerak turun, dan beberapa akan tetap di tengah."

Tetapi menjadi biasa saja, kata Crough, tidak berarti karier seorang karyawan menemui jalan buntu, atau keterampilan mereka mengalami stagnasi. "Ini sebenarnya mungkin merupakan indikasi bahwa mereka berada di 'sweet spot' (posisi paling pas) mereka," katanya.

Dan meskipun budaya profesional selalu memuji orang-orang yang berprestasi super, tidak ada salahnya menjadi biasa saja, jelas White. Peran pekerja rata-rata sangat penting untuk menjaga perusahaan tetap berjalan.

Karyawan yang biasa saja sangat berharga bagi pengusaha, karena orang-orang ini, dengan melakukan pekerjaan sehari-hari mereka, memungkinkan sejumlah kecil pekerja untuk menjadi luar biasa.

"Pekerja rata-rata datang ke perusahaan, mengikuti instruksi, dan berusaha membaur. Dan karyawan seperti itu sangat berharga: Saya akan selalu membangun tim dengan orang-orang seperti itu."

Kurangnya pengakuan

Meskipun sekadar memenuhi deskripsi pekerjaan adalah apa yang diinginkan seorang pegawai, beberapa pengusaha tidak selalu menghargai pegawai yang bertahan di sweet spot mereka.

Dalam budaya eksepsionalisme, hanya bekerja sesuai harapan tidak dipandang sebagai prestasi. Dan itu masalah besar, karena kurangnya pengakuan dapat membuat seseorang merasa tidak dihargai sebagaimana mestinya, dan bahkan mendorong karyawan meninggalkan pekerjaan mereka.

"Sebagian besar organisasi dan bisnis mengadakan beberapa bentuk program pengakuan karyawan," kata White. Masalahnya, imbuhnya, program seperti ini cenderung hanya menghargai sebagian kecil karyawan.

"Satu hal yang kami tahu melalui riset ialah program pengakuan kinerja cenderung hanya menyentuh 10% atau 15% teratas dari kelompok karyawan mana pun, dan mereka adalah para bintang."

Namun program tersebut mengabaikan "sebagian besar, sekitar 50% atau 60%", menurut estimasi White, yang kontribusinya sama sekali tidak diakui karena tidak luar biasa.

"Masalahnya dengan itu ialah hampir 80% orang yang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka secara sukarela, menyebut kurangnya penghargaan sebagai alasan utama," kata White.

Angka-angka tersebut berasal dari studi OC Tanner Institute, yang juga menunjukkan 65% orang Amerika mengatakan mereka merasa tidak diakui di tempat kerja.

Kurangnya penghargaan untuk karyawan rata-rata, tambah Crough, tampaknya menjadi salah satu hal yang mendorong gelombang pengunduran diri besar-besaran yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, fenomena yang disebut Great Resignation.

"Banyak orang tidak merasa dihargai," katanya. "Organisasi yang mengatakan, 'Hei, kami memperhatikan, kami menghargai Anda, kami menghargai apa yang Anda lakukan' tidak kehilangan orang-orang mereka. Tapi bayangkan ketika bos belum memuji sejak tahun 2016 lalu seorang perekrut menelepon dan berkata, 'Hei, kami pikir Anda hebat dan kami ingin Anda bergabung dengan kami', Anda akan gembira."

Mengubah definisi kesuksesan

Menyadari kontribusi pekerja rata-rata tidak hanya baik untuk si karyawan itu sendiri, tapi sangat penting bagi pengusaha. Menjaga karyawan yang biasa-biasa saja supaya tetap betah dan terlibat berarti menjaga perusahaan terus berjalan, karena para pekerja ini menjaga operasi sehari-hari tetap lancar.

"Dalam keadaan ekonomi seperti ini, sulit menemukan pengganti," kata White, "Jadi mempertahankan tim adalah kunci bagi suatu organisasi untuk terus berfungsi secara efektif."

Maka dari itu, perusahaan perlu mengubah caranya menghargai karyawan serta metrik yang digunakan untuk mengukur 'pekerjaan yang baik'.

Karyawan yang memenuhi, tetapi tidak melebihi, ekspektasi bukan berarti tidak bekerja maksimal, kata Crough. Mereka melakukan persis apa yang seharusnya mereka lakukan, dan itu layak untuk diakui.

"Mampu melakukan apa yang seharusnya dilakukan adalah hal istimewa," lanjut Crough. "Pekerja yang konsisten dan selalu hadir sangat berharga, dan kita perlu lebih menghargai mereka."

Kinerja rata-rata harus dirayakan juga, kata Crough. Penghargaan dan pengakuan seharusnya tidak hanya untuk mereka yang memberikan kinerja luar biasa. "Kita harus memberikan penghargaan seputar hal-hal seperti konsistensi dalam kinerja," katanya.

"Ini seperti murid di sekolah yang mendapat penghargaan karena tidak pernah bolos: kita perlu versi penghargaan itu untuk tempat kerja. "

Selain bentuk pengakuan tambahan seperti penghargaan, Crough mengatakan penting juga untuk memastikan para pekerja dengan kinerja yang konsisten, diakui dengan cara lain.

"Jangan hanya memberi kenaikan gaji ketika promosi," katanya. "Terus memberikan kenaikan tunjangan prestasi dan bonus bagi orang-orang yang bekerja secara konsisten adalah hal yang baik. Saya juga banyak bicara dengan para pemimpin perusahaan tentang pentingnya terima kasih, agar mereka tidak lupa melakukan itu untuk hal-hal yang tampaknya sepele."

"Kita harus dengan sengaja memberi tahu orang lain bahwa kita peduli pada mereka dan mengakui upaya mereka."

Menghargai pekerja rata-rata, kata White, adalah salah satu cara terbaik bagi organisasi untuk melalui 'Great Resignation' tanpa kehilangan anggota penting dari tim mereka.

"Perusahaan dan pemimpin yang mengerti, yang memahami nilai pekerja sehari-hari dan memperhatikan mereka, adalah yang paling sukses," katanya, "tidak hanya dari sudut pandang profitabilitas, tetapi dari perspektif mempertahankan karyawan, dan memelihara budaya positif". (*)

Tags : Pekerjaan, Karir,