"Penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang hewan ternak terus meluas, peternak mulai khawatir"
etapi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Riau memastikan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi ternak belum ditemukan di Riau. Namun kasus ini kembali muncul setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK lebih dari tiga dekade lalu.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo baru menetapkan dua kabupaten di Aceh dan empat kabupaten di Jawa Timur sebagai daerah wabah PMK. Kasus pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022, dan telah mengalami peningkatan kasus rata-rata dua kali lipat setiap harinya.
Sejauh ini pemerintah telah mengambil langkah karantina wilayah untuk hewan ternak, rencana pengadaan vaksinasi termasuk membentuk satuan tugas.
"Alhamdulillah, belum ada kasus sapi terjangkit PMK di Riau," kata Kepala Disnakeswan Riau, Herman di Pekanbaru, Kamis (12/5/2022).
Disnakeswan akan terus melakukan pengawasan guna mencegah masuknya penyakit tersebut ke Riau. Di antaranya dengan mengaktifkan poskocheckpoint perlintasan mobilisasi hewan ternak ke Riau.
Adapun lima posko check point tersebut berada di perbatasan Provinsi Riau dengan Sumatera Utara yakni Kabupaten Rokan Hilir dan Dalu-dalu di Kabupaten Rokan Hulu. Lalu, perbatasan dengan Provinsi Jambi di Taluk Kuantan, Kabupaten Kuansing.
Kemudian perbatasan dengan Sumatera Barat (Sumbar) di Kecamaran XIII Koto Kampar. Terakhir, perbatasan dengan Provinsi Jambi di Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir.
Untuk diketahui, Indonesia sebelumnya sudah pernah membuat vaksin PMK. Tetapi jenis penyakit yang ditemukan dulu berbeda dengan yang sekarang. Karena itulah, vaksin harus dibuat ulang. Selain vaksin, pemerintah juga akan memberikan obat-obatan, vitamin dan antibiotik untuk disebarkan ke ternak yang terkena PMK.
Tetapi di Aceh ada [Kabupaten] Aceh Tamiang, dan Aceh Timur. Di Jawa Timur itu Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto, kata Menteri Syahrul dalam keterangan pers, Rabu (11/05).
Sapi-sapi dalam kondisi sakit
Apa itu virus Penyakit Mulut dan Kuku?
PMK atau dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular berisfat akut yang disebabkan oleh virus.
Dalam literatur yang dipublikasikan situs-situs pemerintah daerah, penyakit ini berasal dari virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus. Masa inkubasinya antara 2 - 14 hari.
Penyakit ini rentan menulari hewan ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba dan babi.
Bagaimana virus ini menular?
Penularan PMK pada hewan ternak ini berlangsung melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Penularan secara langsung dapat melalui droplet, leleran cairan hidung, dan serpihan kulit pada hewan yang terinfeksi virus.
Sementara itu penularan secara tidak langsung terjadi pada vektor hidup, yaitu manusia dan hewan lainnya. Virus yang menempel ini juga menular melalui mobil pengangkut ternak, peralatan, alas kandang, dan lainnya.
Selain itu, virus ini dapat menyebar melalui angin di daerah beriklim khusus bisa mencapai radius 60 km di darat dan 300 km di laut.
"Sangat mudah menular," kata Profesor Mustofa Helmi Effendi, Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Prof Helmi menambahkan, virus ini lebih menjadi "pukulan" bagi peternak, karena ternak yang dijual, misalnya sapi akan mengalami penurunan berat badan. "Anak sapi bisa mati, sapi mengalami penurunan berat badan, ini berarti kerugian ekonomi," katanya.
Apa saja ciri-ciri Penyakit Mulut dan Kuku pada hewan ternak?
Virus yang menginfeksi akan membuat sapi demam hingga 41 derajat celsius, tidak nafsu makan, menggigil, produksi susu berkurang drastis.
Sapi yang terinfeksi PMK juga menunjukkan tanda-tanda kerap menggosokkan bibir, menggertakan gigi, dan mengeluarkan liur.
Selain itu, pada kasus sejumlah sapi yang terinfeksi mengalami pincang karena luka pada kaki yang berakhir dengan kuku yang lepas.
"Mortalitasnya sapi yang dewasa itu 1-3%. Tetapi untuk anak sapi, umurnya kurang dari enam bulan itu kematiannya besar 50-60%," kata Prof Helmi.
Bagaimana kasus Penyakit Mulut dan Kuku sebelumnya di Indonesia?
Berdasarkan catatan litbang Kementerian Pertanian, Indonesia sudah bebas dari PMK sejak tahun 1986. Lalu, status ini diakui oleh ASEAN pada 1987, dan secara internasional oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) pada 1990.
Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia pada 1887 di Malang, Jawa Timur. Lalu penyakit ini menyebar ke daerah lain. Penyakit ini sempat mereda di era 1980-82, tapi kemudian muncul kembali pada 1983. Berdasarkan catatan ini, setidaknya butuh satu abad sampai Indonesia dinyatakan bebas PMK.
Bagaimana dampaknya terhadap kesehatan manusia?
OIE menyebut penyakit ini tidak mudah menular ke manusia, dan bukan merupakan risiko kesehatan masyarakat.
Kondisi sapi sakit.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan virus PMK "sangat jarang meloncat ke manusia". "Jadi tidak perlu khawatir dari sisi kesehatan manusianya," katanya.
Bagaimana pun, persoalan penularan PKM dari hewan ternak ke manusia menjadi perdebatan selama bertahun-tahun.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Profesor Wasito, menyinggung kasus yang terjadi pada 1834, saat tiga dokter kemungkinan besar tertular PMK dari susu sapi yang mereka minum. Kasus lainnya ditemukan di Inggris, pada 1966.
"Dengan gejala klinis yang sama dengan sapi [terinfeksi PMK). Kecuali, pada manusia tidak keluar air ludah yang terus menerus. Tapi gejala yang lain sama, ada lepuh-lepuh pada mulut, kemudian bagian lidah, kemudian pada kaki.
"Karena serotype yang menyebabkan manusia sakit tertular penyakit mulut dan kuku, sampai detik ini masih sama serotypenya," kata Prof Wasito, seperti dirilis BBC News Indonesia.
Apakah daging hewan yang terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku bisa dikonsumsi?
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan hewan ternak yang terinfeksi virus PMK "masih aman" dikonsumsi manusia.
"Yang tidak boleh hanya pada tempat-tempat yang langsung terkena dengan PMK. Misalnya organ-organ tertentu, yang terkena misalnya kaki, ya tentu saja harus diamputasi dulu.
"Jeroan nggak boleh atau mulut yang terkait dengan bibir dan lain-lain atau lidah, cuma itu yang memang tidak direkomendasi, tapi yang lain masih bisa direkomendasi. Apa yang ingin saya sampaikan di sini bahwa dagingnya pun masih bisa di makan," katanya.
Namun, Prof Wasito tidak menganjurkan masyarakat mengkonsumsi ternak yang terinfeksi PMK. Menurutnya, kandungan susu atau daging dari hewan tersebut tetap mengandung virus.
"Dagingnya itu sudah sangat kurang mengandung protein atau asam amino. Karena virus berkembang biak di dalam tubuh memanfaatkan asam amino dan protein yang ada di dalam tubuh sapi," katanya.
Ia justru merekomendasi agar seluruh hewan ternak yang terinfeksi PMK untuk "dimusnahkan karena dapat menular pada yang lain."
"Pemerintah harus siap memberikan dana tanggap darurat, atau penggantian terhadap petani atau peternak yang sapinya terkena PMK," kata Prof Wasito.
Bagaimana status terkini Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia?
Menurut laporan terkini dari Kementan, jumlah kasus hewan ternak yang terinfeksi PMK di Jawa Timur sebanyak 3.205 ekor dengan angka kematian 1,5%. Sementara kasus PMK di Aceh sebanyak 2.226 ekor dengan 1 kasus kematian.
Kasus ini pertama kali ditemukan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pada 28 April 2022, seperti dilaporkan Dinas Peternakan Jawa Timur. Dalam laporan ini awalnya ditemukan 402 ekor sapi potong terinfeksi PMK.
Sejauh ini, Kementan telah menetapkan Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur di Aceh, serta Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto di Jawa Timur sebagai daerah wabah PMK.
"Setelah ditemukan, bahwa wabah itu ternyata PMK," kata Menteri Syahrul.
Apa langkah yang diambil pemerintah?
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pemerintah telah mengambil "agenda S.O.S" dalam penanggulangan wabah PMK, termasuk melakukan karantina wilayah ternak terhadap kabupaten yang terindentifikasi wabah.
Pertama, menemukan jenis virus sehingga bisa ditentukan vaksin yang akan diberikan. Menteri Syahrul mengatakan dalam waktu 14 hari ke depan, akan mengimpor vaksin PMK.
"Telah ditemukan serotype yang ada, dan pada saat ini juga kita dengan segala kekuatan yang ada akan menghadirkan vaksin dalam waktu yang sangat singkat," kata Menteri Syahrul.
Langkah kedua, memberikan obat-obatan dan vitamin kepada sapi yang terinfeksi PMK.
Ketiga, "Dari segi regulasi dan kebijakan, sesuai petunjuk bapak presiden, maka gugus tugas nasional sudah kita bentuk, gugus tugas provinsi sudah dibentuk, gugus tugas kabupaten juga sudah dibentuk, dan tentu dengan posko yang ada, termasuk bagaimana membuat laporan apa yang terjadi ini, melalui informasi yang terpusat."
Bagaimana dampaknya terhadap perayaan Iduladha?
Perayaan Iduladha tahun ini diperkirakan berlangsung 9 Juli 2022 mendatang. Semestinya perayaan hari besar umat Islam ini menjadi momentum para peternak meraup untung.
Peternak sapi di Sidoarjo, Jawa Timur, Mustofa justru harus menutup mimpinya untuk menjual 50 ekor sapi untuk Iduladha mendatang, karena semuanya telah terinfeksi PMK.
"Ternyata menular cepat, dalam semalam 50 ekor sapi tertular. Mencekam, rugi banyak," katanya kepada wartawan Eko Widiyanto yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Selain sapi, 60 ekor kambing yang dipelihara tak bisa berdiri. Lumpuh.
Sapi yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku
Ia mengaku bakal mengalami kerugian besar saat Iduladha. Lantaran, setiap hari raya Iduladha sedikitnya ia memasok 200 ekor sapi ke Surabaya dan Sidoarjo. Namun, kini ia kesulitan mendapat pasokan bakalan sapi untuk kurban.
Sementara itu peternak asal Aceh Timur, Abdurrahman Wahid mengatakan, setiap harinya ada satu sampai tiga ekor sapi di wilayahnya mati karena penyakit PMK, rata - rata sapi yang mati adalah sapi yang masih menyusui.
"Kemarin ada 3 ekor sapi yang mati, tadi juga ada satu ekor yang mati, rata - rata yang masih bayi dan menyusui," kata Abdurrahman, yang sudah mulai mengembala sapi sejak usia 24 tahun, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh, Rabu (11/05).
Saat ini, Abdurrahman, memiliki 25 ekor. Sayangnya dia tidak bisa menjual satu ekor sapi pun untuk kebutuhan tradisi meugang dan kebutuhan kurban Iduladha.
Selanjutnya Abdurrahman, kini tidak bisa menjual ternak sapinya untuk kebutuhan ke depan, karena ketakutan warga membeli sapi yang terkena penyakit.
"Nampaknya orang tidak berani beli, karena agen pun sekarang tidak ada nyari-nyari lembu sama kita," jelas Abdurrahman. (*)
Tags : Hewan-hewan, Vaksin, Kesehatan, Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Ternak, Peternak di Riau, Peternak Khawatir Penyakit Mulut dan Kuku Sapi, Sorotan,