LEMBAGA PEMERHATI ANAK menyebut perkawinan anak di Indonesia "sangat mengkhawatirkan" karena permohonan yang diajukan lewat dispensasi ke Pengadilan Agama masih tinggi, naik 200% dari tahun 2019.
Di Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya hingga November 2023 permintaan dispensasi kawin yang dimohonkan para orang tuanya mencapai 435 perkara.
Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik, mengatakan anak-anak yang diajukan dispensasi nikah kebanyakan lulusan SD dan SMP.
Sementara seorang anggota keluarga yang mengajukan dispensasi mengaku alasan mengajukan permohonan itu demi "menghindari efek buruk seperti zina".
Dispensasi kawin merupakan pemberian izin oleh pengadilan kepada calon suami atau istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.
Sejumlah keluarga yang hendak mendaftarkan permohonan dispensasi kawin untuk anaknya menunggu di kantor Pengadilan Agama Bojonegoro, Jawa Timur.
Mereka duduk di ruang tunggu dengan membawa berkas-berkas.
Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik, berkata sepanjang Januari-November 2023 pihaknya menerima 435 permohonan dispensasi kawin.
Jumlah itu, kata dia, sebetulnya turun dibandingkan tiga tahun terakhir.
"Pada tahun 2021 perkara dispensasi yang masuk ada 608, lalu tahun 2022 ada 527 kasus," ujarnya kepada wartawan, Jumat (15/12)
Kata dia, pemohon yang mengajukan dispensasi kawin ini biasanya dilandasi oleh kemiskinan dan rendahnya pendidikan.
Catatan pengadilan, kebanyakan anak-anak yang diajukan dispensasi nikah lulusan SD dan SMP.
"Data yang muncul dari beberapa kecamatan yang mengajukan dispensasi pasti termasuk kategori kemiskinan tinggi."
Ironisnya, kata dia, sebanyak 50 pasangan yang dikabulkan permohonan dispensasi kawinnya berakhir dengan perceraian.
"Artinya pernikahan mereka hanya bertahan beberapa bulan saja. Tidak sampai setahun," seperti dilansir Tribunjatim.com.
Salah satu anggota keluarga yang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama Bojonegoro adalah Beni (bukan nama sebenarnya).
Dia menyadari sang adik perempuan yang duduk di kelas 11 SMA belum waktunya menikah.
Tapi katanya, keluarga tak punya pilihan.
"Menikah ini tidak ada pilihan, harus dinikahkan. Kalau tidak efeknya akan lebih mengkhawatirkan..." ucapnya.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan para orang tua mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.
Pertama, tradisi atau budaya yang masih memandang perempuan yang telah menstruasi dianggap siap menikah.
Kedua, demi menutupi "aib" karena terjadi kehamilan di luar nikah.
Ketiga, masih sempitnya padangan orang tua terhadap pendidikan anak-anak perempuan. Pandangan mereka, katanya, pendidikan yang tinggi tidak penting karena pada akhirnya perempuan harus berada di rumah.
Terakhir, dalil agama yang mengajarkan agar menjauhi perbuatan zina.
Dari sederet alasan tersebut, dua di antaranya yakni takut zina dan terlanjur hamil menjadi dalih paling dominan diajukan permohonan dispensasi kawin.
Ketua Bidang Data, Informasi, dan Litbang Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Surabaya, Isa Anshori, sepakat.
Dari pengalamannya mendampingi anak korban pernikahan dini di Jawa Timur, ada kekhawatiran si orang tua jika anaknya sudah mulai dekat dengan lawan jenis.
"Ada anggapan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berduaan, yang ketiga setan dan berpotensi melakukan perbuatan zina. Ini keyakinan dan dalil agama," ujar Isa Anshori.
"Pengadilan Agama mestinya bisa [menolak], tapi kalau alasannya agama sulit. Kalau membiarkan dianggap mengizinkan berbuat dosa."
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat wilayah tertinggi kasus pernikahan anak ada di 10 provinsi.
Di antaranya Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, dan Kalimantan Selatan.
Merujuk pada data Badan Peradilan Agama, jumlah pengajuan permohonan dispensasi kawin pada anak melonjak pada tahun 2020 dari yang sebelumnya 24.856 menjadi 64.222.
"Itu naik tiga kali lipat," kata Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu.
Kemudian pada 2021 pengajuan permohonan dispensasi sebanyak 62.119 tapi yang dikabulkan 61.449.
Lalu pada 2022, permohonan yang diajukan sebesar 52.095 tapi yang disetujui 50.748.
"Turun walau masih dua kali lipat [200%] naiknya dari tahun 2019. Jadi hampir 95% permohonan dispensasi diterima oleh hakim."
Dispensasi nikah atau kawin merupakan upaya bagi masyarakat yang ingin menikah namun belum mencukupi batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan pemerintah, yakni 19 tahun.
Sehingga orang tua anak yang belum cukup umurnya bisa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama dengan membawa persyaratan.
Seperti surat permohonan kawin yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama, identitas pemohon, surat penolakan dari KUA, kartu keluarga pemohon, dan ijazah calon mempelai yang belum cukup umur.
Isa Anshori mengatakan usia anak paling muda yang menjalani dispensasi kawin dimulai dari 12 tahun.
Di sidang dispensasi itu, sambungnya hadir kedua orang tua atau wali dari mempelai dan anak-anak yang dimintakan permohonan dispensasi serta saksi.
"Jadi seperti pernikahan pada umumnya, ada ijab kabul."
Di persidangan hakim kemudian memberikan nasihat kepada pemohon anak dan orang tua agar memahami risiko perkawinan.
Jika dispensasi nikah dikabulkan Pengadilan Agama masing-masing anak ada yang tinggal bersama dan ada juga yang tidak, kata Isa Anshori.
Tergantung latar belakang sosial dan ekonominya.
Namun biasanya karena mereka belum bisa mencari nafkah, maka tinggal terpisah sementara dan menjadi tanggung jawab orang tua masing-masing.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, menyebut pernikahan anak sama artinya dengan pemiskinan terhadap perempuan secara sistematis.
Sebab anak-anak perempuan yang sudah menikah akan berhenti sekolah.
Kemudian setelah menikah akan hamil dan di sinilah terjadi pemaksaan kematangan sosial.
Mereka, katanya, kehilangan masa remaja bersama teman-teman dan dipaksa mengasuh anak tanpa bekal yang cukup.
"Anak-anak ini terhambat pengembangan potensi dirinya, karena sudah menikah tadi. Karena jarang yang sudah nikah melanjutkan sekolah. Jadi tidak ada peluang dia meniti karir," jelasnya.
Selain itu anak-anak yang sudah menikah akan terganggu kesehatan reproduksinya apalagi jika hamil lantaran berpotensi mengalami komplikasi dan kematian ibu ketika menjalani proses persalinan pada usia terlalu muda.
Akibatnya bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah.
Hal lainnya anak-anak rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena belum siap dari segi psikologis dan mental menjalani rumah tangga.
Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, berkata Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2019 sebetulnya ditujukan untuk menekan dispensasi kawin pada anak.
Karena di dalamnya, hakim progresif diharapkan bisa memutus perkara dengan mempertimbangkan hak-hak anak.
"Kalau sudah bersertifikat landasannya pasti hak anak, karena hakim bisa mendengar keterangan anak tanpa dihadiri orang tuanya, atau didampingi konselor, psikolog, bahkan dokter terkait kondisi fisik," ujarnya.
Sialnya, hakim-hakim seperti itu kata dia, masih sedikit.
Dalam beberapa kasus peradilan yang tidak memiliki hakim terlatih tentang perempuan dan anak, pertimbangan memutus adalah "demi menghindari zina, atau karena sudah pernah berhubungan seksual".
Sementara itu, upaya yang bisa dilakukan sekolah dan masyarakat untuk mencegah pernikahan anak adalah dengan memberi pemahaman mengenai risiko pernikahan dini.
"BKKBN punya program siap nikah, di situ bisa diberi pembinaan soal bahaya pernikahan dini pada anak."
"Si anak juga harus diberi pemahaman kalau nikah muda itu akan merenggut cita-cita mereka". (*)
Tags : pernikahan dini, pernikahan muda, pernikahan anak secara dini, pernikahan anak mengkhawatirkan, pernikahan dini sama artinya dengan pemiskinan secara sistematis, kekerasan terhadap anak,