ILMUWAN memperkirakan tahun 2023 dapat menjadi awal dari pola iklim El Niño yang kuat. Apa dampaknya bagi kehidupan kita?
Selama beberapa bulan mendatang, air hangat dalam jumlah besar akan mengalir perlahan melintasi Samudra Pasifik ke arah Amerika Selatan.
Hal itu akan memicu dimulainya fenomena iklim yang akan membawa perubahan pola cuaca yang dramatis di seluruh dunia.
Para ilmuwan di bidang iklim memperingatkan saat ini ada kemungkinan 90% dari pola cuaca El Niño yang bertahan hingga akhir tahun ini dan bulan-bulan pertama 2024.
Dan mereka memperingatkan El Niño bisa menguat. Jika itu yang terjadi, maka dampaknya bisa signifikan.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa dengan meningkatnya emisi dan El Niño yang kuat, ada kemungkinan 66% dunia akan menembus batas kenaikan suhu global 1,5 derajat Celsius, setidaknya dalam periode satu tahun dari sekarang sampai 2027.
Kondisi itu juga bisa membawa cuaca ekstrem yang merusak, seperti hujan deras dan banjir di AS dan di wilayah lainnya pada musim dingin ini.
"Kami memproyeksikan kemungkinan di atas 90% bahwa akan ada kondisi El Niño selama musim dingin," kata David DeWitt, direktur Pusat Prediksi Iklim Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS.
"Ada kemungkinan 80% bahwa kita akan mengalami El Niño pada bulan Juli."
Efek dari hal ini juga berlanjut sampai beberapa waktu mendatang.
Sebuah studi baru-baru ini, yang dilakukan oleh para peneliti di Dartmouth College, Hanover, New Hampshire, memperkirakan bahwa El Niño yang dimulai pada 2023 dapat merugikan ekonomi global sebanyak $3,4tn (senilai Rp50.876 triliun) selama lima tahun berikutnya.
Mereka mengatakan bahwa setelah dua peristiwa El Niño yang sangat kuat sebelumnya, pada tahun 1982-1983 dan 1997-1998, produk domestik bruto (PDB) AS 3% lebih rendah setengah dekade kemudian daripada yang seharusnya.
Jika peristiwa sebesar itu terjadi hari ini, mereka menghitung ekonomi AS akan terdampak sebesar $699 miliar (senilai Rp10.459 triliun).
Perlu dicatat bahwa negara tropis pesisir, seperti Peru dan Indonesia, bagaimanapun, mengalami penurunan PDB sebesar 10% setelah peristiwa El Niño yang sama, kata para peneliti.
Mereka memproyeksikan kerugian ekonomi global akan mencapai $84 triliun (senilai Rp1.256 kuadriliun) abad ini karena perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan kekuatan peristiwa El Niño.
"El Niño bukan sekadar kejutan dari kondisi ekonomi yang baru saja pulih. Studi kami menunjukkan bahwa produktivitas ekonomi tertekan untuk waktu yang lebih lama setelah El Niño dibandingkan setahun setelah peristiwa tersebut," kata Justin Mankin, rekan penulis studi dan asisten profesor geografi di Dartmouth College.
"Ketika kita berbicara tentang El Niño di sini, di Amerika Serikat, itu berarti jenis dampak yang akan kita lihat, banjir dan tanah longsor, biasanya tidak diasuransikan oleh sebagian besar rumah tangga dan bisnis," kata Mankin.
Di California, misalnya, 98% pemilik rumah tidak memiliki asuransi banjir.
Dampak ekonomi lainnya di AS dapat mencakup kerusakan infrastruktur akibat banjir, yang akan menyebabkan gangguan rantai pasokan, dan panen yang buruk akibat banjir atau kekeringan, kata Mankin.
Namun, apakah orang-orang di AS harus bersiap menghadapi musim dingin yang sangat menyedihkan tahun ini jika El Niño datang? Belum tentu.
Meski El Niño bisa membawa periode cuaca ekstrem yang intens ke Amerika Utara, hal itu tidak selalu terjadi.
Selama El Niño berlangsung, angin yang biasanya mendorong air yang lebih hangat di Samudra Pasifik ke arah barat melemah, memungkinkan air yang lebih hangat mengalir kembali ke timur dan menyebar ke wilayah lautan yang lebih luas.
Hal ini menyebabkan lebih banyak udara yang kaya kelembapan di atas lautan yang lebih hangat, yang mengubah sirkulasi udara di atmosfer di seluruh dunia.
Di Amerika Utara, ini biasanya menyebabkan Kanada dan AS bagian utara mengalami musim dingin yang lebih hangat dan kering dari biasanya.
Sementara negara bagian selatan dan pesisir teluk cenderung mendapatkan kondisi yang lebih basah, kata DeWitt.
"El Niño cenderung meningkatkan kemungkinan curah hujan di atas normal untuk sepertiga bagian selatan AS," kata DeWitt.
El Niño juga biasanya mengurangi jumlah badai di Samudra Atlantik, tetapi dapat menyebabkan lebih banyak badai di pesisir Pasifik AS.
Tetapi, semua efek ini sangat bergantung pada kekuatan El Niño yang mendorongnya.
Negara bagian selatan di AS adalah yang paling mungkin mengalami dampak parah, termasuk hujan deras dan potensi banjir bandang, kata DeWitt memperingatkan.
Ini akan terjadi setelah beberapa tahun kekeringan yang disebabkan tiga musim La Niña berturut-turut.
"Seringkali yang terjadi [selama El Niño] adalah ketika hujan datang, datangnya sangat cepat. Itu dapat menyebabkan tanah longsor di California dan di tempat lain, yang biasanya terjadi kebakaran hutan, bisa sangat merusak," kata DeWitt.
Ini karena bumi yang kepanasan hanya mampu menahan lebih sedikit air, yang dapat menyebabkan longsor yang berbahaya.
Peristiwa El Niño yang kuat pada 1997-1998 dan 2015-2016, misalnya, menyebabkan banjir dan tanah longsor ke California.
Peristiwa 1997-1998 juga dikaitkan dengan peristiwa ekstrem lain yang tidak biasa di tempat lain di AS, seperti badai es yang parah di New England dan tornado mematikan di Florida.
Tidak sampai di situ saja, perubahan pola cuaca yang dibawa oleh El Niño juga membawa masalah lain.
Penyakit menular dapat menjadi lebih umum di daerah yang kondisinya mendukung serangga dan hama menyebarkannya.
Satu studi tentang peristiwa El Niño 2015-2016 menemukan wabah penyakit menjadi 2,5%-28% lebih intens.
Terjadi peningkatan kasus virus West Nile, yang disebarkan oleh nyamuk, di California. Sementara New Mexico, Arizona, Colorado, Utah, dan Texas juga mengalami peningkatan wabah sindrom paru hantavirus, yang sebagian besar disebarkan oleh hewan pengerat.
Bahkan ada peningkatan jumlah kasus wabah pada manusia – walaupun hanya segelintir kasus – di negara bagian barat dan barat daya AS.
Selama El Niño banyak panas dan uap air diangkut dari daerah tropis menuju kutub.
"Saat kelembapan di garis lintang yang lebih tinggi meningkat, ia akan memerangkap lebih banyak radiasi infra merah termal yang menyebabkan pemanasan. Inilah yang kami sebut efek rumah kaca," kata DeWitt.
Bahkan pelanggaran sementara ambang batas 1,5 derajat Celsius karena meningkatnya emisi dan El Niño tahun ini, seperti yang diprediksi oleh Organisasi Meteorologi Dunia, dapat menyebabkan penderitaan manusia yang meluas di seluruh dunia.
Menurut sebuah studi baru-baru ini oleh University of Exeter di Inggris, membatasi pemanasan global jangka panjang hingga 1,5 derajat Celsius dapat menyelamatkan miliaran orang dari paparan panas berbahaya (suhu rata-rata 29 derajat Celsius atau lebih tinggi).
Kebijakan saat ini diproyeksikan menyebabkan peningkatan suhu 2,7 derajat Celsius secara global pada akhir abad ini, yang dapat membuat dua miliar orang terkena tingkat panas yang berbahaya di seluruh dunia, kata para peneliti.
Membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius, berarti akan ada lima kali lebih sedikit orang yang hidup dalam panas yang berbahaya dan akan membantu mencegah migrasi terkait iklim dan kesehatan yang merugikan, termasuk keguguran dan gangguan fungsi otak, kata Tim Lenton, salah satu penulis studi dan direktur Institut Sistem Global di Universitas Exeter.
Ada kekhawatiran bahwa karena emisi karbon terus meningkat, peristiwa El Niño di masa depan mungkin akan semakin sering membuat suhu global di atas ambang batas 1,5 derajat Celsius.
"Setiap peningkatan 0,1 derajat Celsius sangat penting," kata Lenton. "Setiap pemanasan 0,1 derajat Celsius yang dapat kita hindari, dengan perhitungan kami, menyelamatkan 140 juta orang dari paparan panas yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bahaya yang dapat ditimbulkannya."
"Ini menyelamatkan ratusan juta orang dari bahaya dan itu harus menjadi insentif besar untuk bekerja lebih keras untuk mencapai nol emisi". (*)
Tags : perubahan cuaca, ekonomi, kesehatan, perubahan iklim, pola iklim el niño, bencana alam, lingkungan, alam, sains,