JAKARTA - Pemerintah Indonesia kembali mengizinkan penerbangan seluruh pesawat Boeing 737-8, atau yang lebih dikenal dengan sebutan 737 Max, di tengah laporan masih ada "ratusan gangguan teknis" pada pesawat tersebut.
Sebuah surat dari Kementerian Perhubungan yang mencabut larangan beroperasi pesawat itu beredar di media sosial. Surat Ditjen Perhubungan Udara tertanggal 27 Desember 2021 mengatakan pencabutan larangan beroperasi Boeing 737 Max itu "berlaku sejak ditandatanganinya surat ini".
Di hari yang sama, surat yang ditujukan kepada Direktur PT Garuda Indonesia dan PT Lion Mentari Airline tersebut tersebar luas ke publik. Dirjen perhubungan Udara Novie Riyanto, yang menandatangani surat tersebut, mengatakan bahwa "proses evaluasi terhadap perubahan desain pesawat Boeing 737-8 (737 MAX)" telah selesai.
Namun begitu, Garuda Indonesia mengatakan belum akan menerbangkan pesawat Boeing Max mereka. "Sementara masih seperti saat ini, belum kita terbangkan. Kita kan sedang PKPU [Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang]. Kita 1000% fokus restrukturisasi," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melalui pesan pendek dirilis BBC News Indonesia.
Pencabutan larangan terbang ini diambil setelah pemerintah melakukan investigasi dan perbaikan pada sistem pesawat tersebut, menurut keterangan yang dipublikasi Ditjen Perhubungan Udara.
Sebelumnya, Novie juga menyatakan telah berkoordinasi dengan otoritas dan operator penerbangan dari berbagai dunia, khususnya ASEAN.
"Hingga saat ini, beberapa negara telah mengizinkan kembali pengoperasian pesawat 737 Max," kata Novie.
Pemerintah Indonesia melarang terbang Boeing 737 Max pada 13 Maret 2019 menyusul kecelakaan dua model pesawat, yang menewaskan 346 orang.
Pada Senin 27 Desember 2021 Ethiopian Airlines berkata penerbangan dengan Beoing 737 Max akan kembali terbang di Februari 2022. Sementara di AS dan Eropa, pesawat ini sudah mengudara lagi berbulan-bulan lalu.
Lebih dari 180 negara kini telah mengizinkan pengoperasian 737 Max kembali. Tahun ini, Australia, Jepang, Maalaysia, India, dan Singapura mengangkat pelarangan terbang mereka.
Kecelakaan pertama dialami oleh pesawat Lion Air JT-610 pada Oktober 2018 yang menewaskan 189 orang, termasuk kru pesawat.
Empat bulan kemudian, pesawat sejenis dari maskapai Ethiopian Airlines mengalami kecelakaan yang menewaskan 157 orang.
Penilaian terhadap Boeing 737 Max oleh Ditjenhub dilakukan dengan mengevaluasi perubahan disain kendali pesawat (flight control) dan beban kerja pilot pesawat Boeing 737 Max, melalui Simulator Boeing Flight Services, yang bertempat di Singapura.
"Kegiatan itu, dihadiri perwakilan Otoritas Penerbangan Sipil Amerika Serikat (FAA) di Singapura, Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS), Boeing, dan juga dihadiri secara virtual oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, FAA dan Boeing Seattle.
"Selama proses evaluasi, dilaksanakan penyamaan persepsi, terutama untuk perubahan desain flight control dan dilakukan juga uji terbang, menggunakan simulator Boeing 737 Max," kata Novie.
Sejauh ini, Ditjen Perhubungan Udara juga berkoordinasi dengan operator penerbangan untuk menyiapkan pengoperasian kembali pesawat 737 Max baik dari sisi aturan maupun teknis.
Perintah kelaikudaraan dan pelatihan pilot
Persiapan yang sejauh ini dilakukan adalah penerbitan dan pelaksanaan perintah kelaikudaraan sesuai dengan ketentuan FAA, persiapan pelatihan dan pelaksanaan simulator untuk pilot dan pedoman teknis 737 Max yang mengacu dari Boeing.
Menurut Novie, beberapa operator penerbangan menyatakan "telah melaksanakan perintah kelaikudaraan untuk pesawat 737 Max, sesuai dengan ketentuan FAA dan akan mempersiapkan pelatihan dan simulator di fasilitas terdekat di Singapura".
"Kami minta, ketentuan yang telah ditetapkan, bisa dipenuhi operator penerbangan, dan kepada seluruh regulator penerbangan untuk berkomitmen dalam pemenuhan ketentuan keselamatan tersebut, sebelum pesawat 737 Max kembali beroperasi di Indonesia," ujar Novie.
Rencana pemerintah Indonesia mengizinkan lagi operasioal pesawat Boeing 737 Max disampaikan di tengah masih adanya kekhawatiran tentang keselamatan model ini.
Regulator penerbangan di AS mengizinkan operasional Boeing 737 Max pada 2020, namun tercatat "masih ada laporan masalah-masalah serius". Boeing sendiri menegaskan bahwa model 737 Max "aman dan andal".
Pada 14 Oktober 2021, satu pesawat 737 Max meninggalkan Seattle menuju Brussel. Ini merupakan pesawat baru yang dibeli grup perusahaan perjalanan Tui.
Tetapi hanya beberapa menit setelah perjalanan yang menempuh jarak 5.000 mil tersebut, tim pilot melaporkan ada "masalah kontrol penerbangan", yang memaksanya untuk kembali. Tak lama kemudian pesawat mendarat dengan selamat.
Masalah yang ia laporkan terkait dengan mode autopilot, yang dengan cepat bisa diperbaiki.
Pesawat tersebut terbang lagi ke Brussel keesokan harinya. Sejak itu, pesawat ini terbang secara reguler.
Setiap kali pihak maskapai atau stasiun perbaikan AS menemukan kegagalan yang serius, malfungsi atau kecacatan dalam pesawat, hal ini harus dilaporkan ke regulator yaitu Otoritas Penerbangan Sipil AS (FAA), melalui apa yang disebut "service difficulty report" (SDR).
Ada lebih dari 180 laporan sejenis sejak 737 Max kembali beroperasi.
Kebanyakan laporan permasalahan ditemukan pada pesawat yang sedang berada di darat. Lalu, sebanyak 22 terjadi saat berada di udara, dan empat di antaranya pilot menyatakan keadaan darurat.
Pilot AS juga menyatakan keadaan darurat pada dua kejadian lainnya menyusul kegagalan pada mesin.
Peristiwa ini tidak muncul dalam database FAA, tapi laporannya ada di dalam situs Aviation Herald yang mengumpulkan laporan kecelakaan dan insiden pada penerbangan komersial.
Persoalan yang terjadi di armada AS masih relatif kecil, dengan kurang dari 160 pesawat pada pertengahan Oktober. Beberapa di antaranya dilarang terbang beberapa minggu di awal tahun ini setelah ada temuan masalah kelistrikan.
SDR juga merupakan data publik di Kanada. Data ini dikeluarkan melalui regulatornya, Transport Canada. Basis data lembaga ini menunjukkan 56 penerbangan pesawat 737 Max terdapat 19 laporan, lima di antaranya terkait dengan insiden dalam penerbangan.
Perangkat lunak kendali pesawat telah dimodifikasi untuk menghilangkan cacat serius yang berimplikasi terhadap dua kecelakaan tersebut. Perubahan fisik pada pesawat juga dilakukan.
Penting untuk ditekankan, bahwa tak ada masalah yang dilaporkan kepada FAA dan Transport Canada secara langsung terkait dengan kecelakaan ini, atau dengan perubahan yang dilakukan setelahnya.
Hal ini termasuk masalah terhadap beberapa sistem penting, termasuk motor yang digunakan untuk menyetabilkan pesawat secara horizontal - bagian sayap kecil pada ekor pesawat.
Ada juga kegagalan dengan mesin, sistem pengendali penerbangan, hidrolik, dan kabel.
Penyetabil horizontal, khususnya, sangat berperan penting untuk menjaga pesawat tetap terkendali.
Hal ini bisa disesuaikan secara manual dengan sebuah roda yang ada dekat lutut pilot. Tapi dalam kondisi tertentu, misalnya ketika pesawat terbang terlalu cepat, hal ini tak mungkin dilakukan karena beban aerodinamis yang ikut mempengaruhi.
Joe Jacobsen adalah mantan insinyur keselamatan senior di FAA, yang mengkritik keras cara badan resmi memberi sertifikat kepada 737 Max.
Dia mengatakan, laporan-laporan tersebut menimbulkan kekhawatiran, khususnya terhadap motor penstabil, kabel, dan sistem kendali pesawat. Masalah seperti itu, kata dia, kemungkinan besar akan disalahkan ke pihak manufaktur.
"Jika mereka tidak terkait dengan manufaktur," katanya "maka kita punya masalah dengan sistem analisis keamanan, karena saya tidak percaya kita akan memperkirakan jumlah kegagalan ini seperti rentang waktu yang singkat, dengan armada kecil seperti itu."
Gilles Primeau, ahli sistem pengendali pesawat dari Kanada juga memperingatkan.
Dia sebelumnya telah bereaksi terhadap anggota parlemen bahwa pendapatnya mengenai sistem trim penyeimbang pada semua jenis 737 - bukan hanya Max, adalah "usang", dan tak cukup menggantikan fungsi penting dalam komponen jika terjadi kegagalan.
Dia mengatakan, "konsep mendasar untuk sistem keselamatan adalah jika efek dan tingkat keparahan kegagalan menyebabkan bahaya, maka frekuensi masalah itu semestinya dirancang untuk dikurangi ... kehilangan posisi penyeimbang horizontal bisa menjadi bencana besar".
Ed Pierson, manajer senior di pabrik Boeing 737, dekat Seattle, sebelumnya menyuarakan keprihatinannya mengenai standar manufaktur di dalam pabrik. Dia mengatakan jumlah laporan kegagalan dan kecacatan "sangat meresahkan".
"Saya prihatin ini hanya fenomena puncak gunung es," katanya.
Ia menambahkan, "Ini membuat orang bertanya-tanya apa yang dikatakan oleh laporan pemiliki perawatan pesawat mengenai kondisi pesawat-pesawat itu, jika laporan wajibnya seperti itu."
Namun, tidak semua ahli mengeluarkan peringatan serupa. Dai Whittingham, Kepala Eksekutif Komite Keselamatan Penerbangan Inggris juga sudah melihat laporan SDR yang dipublikasi.
Ia mengatakan berbagai laporan tentang masalah yang dialamai 737 Max "bisa dipahami".
"Dengan armada sebesar itu, ini bukan masalah yang tidak terduga untuk jangka waktu yang lama ... sistem yang ada rumit, jadi hal semacam itu bisa terjadi," kata Whittingham.
Pihak Boeing tidak merespons pertanyaan spesifik mengenai kegagalan yang dipublikasi mengenai SDR.
Dalam sebuah pernyataan, Boeing mengatakan: "Sejak 737 Max kembali beroperasi, maskapai telah menerbangkan sedikitnya 240.000 penerbangan di seluruh dunia, dan melakukan lebih dari 1.300 penerbangan setiap hari.
"Keandalan layanan lebih besar dari 99%, dan konsisten dengan model pesawat komersial lain."
Namun orang-orang yang dekat dengan program 737 Max, mengakui bahwa ada masalah spesifik dengan penstabil trim motor, dan terdapat perubahan untuk memperbaikinya.
Informasinya bahwa ada pertemuan mingguan reguler antara Boeing dan perwakilan dari produsen mesin CFM Internasional, sebagian untuk mengatasi akar penyebab kegagalan dan larangan penerbangan.
Sementara itu, FAA mengatakan, "Ketika kami mengizinkan 737 Max kembali beroperasi, kami mencatat insiden rutin akan terjadi dengan pesawat, sama halnya seperti yang terjadi dengan setiap merek dan model pesawat lainnya.
"FAA mengatasi masalah ini dengan proses Keselamatan Operasional Berkelanjutan yang sama, bahwa kami menyediakannya untuk seluruh pesawat komersial AS. Kami juga melihat tidak ada insiden yang dilaporkan terkait dengan sistem kontrol pesawat otomatis yang didesain ulang pada Max". (*)
Tags : Pesawat, Transportasi, Indonesia, Insiden dan kecelakaan pesawat,