JAKARTA - Pada tahun 2010 dan awal 2011, petani padi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat serangan hama wereng coklat yang menyebabkan banyaknya kasus puso (gagal panen).
Varietas IR64 yang sebelumnya dikenal tahan terhadap wereng batang coklat, kini juga mulai tergerus oleh serangan hama tersebut.
Petani Indonesia saat ini sedang mencari solusi untuk mengatasi masalah wereng coklat, dan Inpari 13 muncul sebagai kandidat yang menjanjikan.
Varietas ini diharapkan dapat menjadi 'pahlawan' baru dalam menghadapi serangan wereng batang coklat yang semakin meningkat. Varietas padi Inpari 13, yang dilepas pada tahun 2010, telah menjadi primadona di kalangan petani Indonesia.
Berdasarkan data dari BB Penelitian Tanaman Padi 2011, varietas ini mampu menghasilkan padi dengan potensi 8,0 ton per hektar, dengan hasil rata-rata mencapai 6,6 ton per hektar Gabah Kering Panen (GKP).
Program pemuliaan tanaman yang kini semakin modern, tidak hanya berfokus pada peningkatan hasil, tetapi juga pada adaptasi varietas terhadap beragam lingkungan tumbuh.
Menurut Mulusew et al (2009), varietas spesifik lokasi memiliki keunggulan dalam meningkatkan preferensi konsumen dan berpotensi mengurangi risiko endemik hama serta penyakit.
Baihaki dan Wicaksana (2005) menambahkan bahwa keberhasilan sebuah varietas di satu daerah belum tentu dapat direplikasi di daerah lain, mengingat keragaman agroekologi Indonesia yang sangat luas.
Inpari 13 memiliki kualitas beras yang tidak kalah dengan varietas IR64 dan Ciherang, dengan tekstur nasi yang pulen dan kadar amilosa sebesar 22,40%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya.
Varietas ini juga memiliki bentuk beras yang panjang dan ramping, serta warna gabah kuning bersih yang menjadi salah satu faktor yang disukai oleh masyarakat Indonesia.
Keunggulan Inpari 13 tidak hanya terletak pada kualitas berasnya, tetapi juga pada ketahanannya terhadap hama wereng cokelat.
Berbeda dengan IR64 dan Ciherang yang hanya tahan terhadap 1-2 biotipe wereng cokelat, Inpari 13 memiliki ketahanan terhadap biotipe 1, 2, dan 3.
Selain itu, varietas ini juga tahan terhadap penyakit blas, menjadikannya pilihan yang tepat untuk ditanam di lahan sawah irigasi hingga ketinggian 600 meter di atas permukaan laut.
Hasil penelitian Saidah dan Syafruddin dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa komponen hasil Inpari 13 bervariasi di 16 lokasi SL-PTT padi, dengan produktivitas berkisar antara 2,3 hingga 8,8 ton per hektar GKP.
Namun, keracunan Fe menjadi penyebab utama rendahnya hasil di beberapa lokasi.
Deskripsi Varietas Padi Inpari 13 Sebuah varietas padi unggul, INPARI 13, menjadi sorotan baru dalam dunia pertanian Indonesia.
Dikembangkan oleh tim pemulia tanaman, varietas ini menjanjikan hasil yang melimpah dan adaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi lingkungan.
INPARI 13, dengan nomor seleksi OM1490, merupakan hasil seleksi dari asal OM0606/IR18348-36-3-3. Varietas ini memiliki umur tanaman yang relatif singkat, yakni ±99 hari, dengan bentuk tanaman tegak dan tinggi mencapai ±102 cm.
Daun bendera yang tegak memberikan ciri khas tersendiri, sementara jumlah gabah per malai yang mencapai ±124 butir menandakan potensi hasil yang tinggi.
"Kami memfokuskan penelitian untuk menghasilkan varietas yang tidak hanya produktif tetapi juga tahan terhadap berbagai hama dan penyakit," ujar Nafisah, salah satu pemulia tanaman yang terlibat dalam pengembangan INPARI 13.
Bentuk gabah panjang ramping dengan warna kuning bersih memberikan estetika yang menarik, sementara kerontokan yang sedang dan kekuatan yang memadai menunjukkan ketangguhan varietas ini.
Kadar nasi yang pulen dan tekstur nasi dengan persentase 22,40% menjanjikan kelezatan yang tinggi, ditambah dengan indeks glikemik yang rendah, yaitu 45, menjadikan INPARI 13 pilihan yang baik bagi konsumen yang peduli akan kesehatan.
Dengan berat 1000 butir mencapai 25,2 gram, varietas ini memiliki rata-rata hasil 6,6-7,4 ton/ha Gabah Kering Giling (GKG) dan potensi hasil yang dapat mencapai 8,0 ton/ha GKG.
Hal ini menunjukkan bahwa INPARI 13 memiliki potensi yang sangat baik untuk meningkatkan produksi padi nasional.
Ketahanan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 serta ketahanan terhadap penyakit, seperti tahan terhadap blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073, dan 173, menjadi nilai tambah bagi varietas ini. Namun, varietas ini agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, IV, dan V11 serta rentan terhadap tungro.
Anjuran tanam menunjukkan bahwa INPARI 13 cocok ditanam di tempat sewam tadah hujan dataran rendah hingga ketinggian 600 meter di atas permukaan laut.
Hal ini menunjukkan fleksibilitas varietas dalam beradaptasi dengan berbagai kondisi geografis di Indonesia. Pengembangan INPARI 13 tidak terlepas dari dedikasi para pemulia, seperti Cucu Gunarsih, Bambang, S. Anwar, A. Daradjat, Tirtas Sitarasmi, dan M.
Yamin Samadullah. Keberhasilan mereka telah mendapatkan pengakuan resmi melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 2143/Kpts/SR.120/6/2010 yang dikeluarkan pada tanggal 3 Juni 2010. (*)
Editor: Surya Dharma Panjaitan
Sumber: kementan.go.id
Tags : pertanian, bibit unggul, Ciherang, bibit padi Inpari, varietas padi,