Artikel   2024/06/07 8:13 WIB

Petani Sawit Merasa Bersyukur Harga TBS Cenderung Naik & Stabil Sejak RI Punya Bursa CPO

Petani Sawit Merasa Bersyukur Harga TBS Cenderung Naik & Stabil Sejak RI Punya Bursa CPO

ABDULLAH, salah satu petani sawit di Indragiri Hulu [Inhu], Riau dapat bernafas lega, sebab saat ini harga tandan buah segar (TBS) perkilogramnya sudah mulai naik secara perlahan.

"Untuk TBS saat ini telah mencapai harga Rp2.000 perkilogramnya."

"Dari waktu ke waktu sampai sekarang harga sawit sudah naik menjadi hampir Rp2.000 perkilogram," kata Abdullah dalam pembicaraannya itu belum lama ini.

Dia menjelaskan, kenaikan harga sawit tersebut berlangsung secara bertahap.

"Kan naiknya perlahan. Besoknya naik Rp50, naik lagi Rp50. Besoknya naik Rp100 terus sampai sekarang," jelasnya. 

Dia pun mengapresiasi apa pemerintah yang terus memperhatikan nasib petani. 

"Sekarang kita sudah mulai lega. Karena apa yang dikatakan oleh pak mendag telah terealisasi," sebutnya. 

Dia mengaku, beberapa waktu lalu harga sawit bahkan pernah mencapai Rp400 perkilogram.

"Tapi syukurnya itu hanya bertahan beberapa hari saja," ujarnya.

Meski demikian, dia mengungkapkan, idealnya untuk harga sawit di tingkat petani minimal Rp2.500. 

"Idealnya Rp2.500, jadi ada pemasukan untuk petani sawit. Kalau sekarang bisa dibilang tidak untung dan tidak juga rugi," ungkapnya.

Karena itu, dia berharap, harga sawit bisa terus naik hingga mencapai angka di atas Rp2.000 perkilogramnya.

Kalangan petani sawit mengeklaim harga tandan buah segar (TBS) mengalami kenaikan sejak Indonesia mempunyai Bursa Crude Palm Oil (CPO).

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, rata-rata harga TBS petani naik sekitar Rp150-Rp350 per kilogram sejak Bursa CPO diluncurkan pada 13 Oktober 2023.

Adapun, saat ini rata-rata harga TBS petani swadaya berada di level Rp2.250 per kilogram, sementara harga TBS petani mitra korporasi rata-rata di level Rp2.500 per kilogram.

"Yang pasti dia [harga TBS] terdongkrak, tapi sedikit. Mungkin karena baru Oktober 6-7 bulan, tapi satu hal yg ku bilang. Harga CPO ini tidak begitu fluktuasi," ujar Gulat dalam pernyataan pers nya, Kamis (6/6/2024).

Harga CPO yang stabil juga berpengaruh terhadap stabilitas harga TBS di tingkat petani. Dia pun mengusulkan agar perusahaan-perusahaan sawit di dalam negeri diwajibkan bergabung di Bursa CPO Indonesia.

"Saran kami ke pemerintah, kalau masih enggak mau korporasi sawit masuk ke bursa, mandatorikan saja," ucapnya.

Musababnya, dengan adanya Bursa CPO, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia dinilai bisa lebih leluasa dalam menentukan harga CPO.

Selain itu, adanya Bursa CPO di Indonesia dianggap memberikan jaminan transparansi harga TBS bagi petani.

"Ini harkat martabat Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Masa kita hanya berkiblat ke orang asing?," tutur Gulat.

Sebelumnya, Kamis 12 Oktober 2023, Analis Pasar Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong melihat Bursa CPO Indonesia berpotensi bisa jauh lebih besar daripada Bursa Derivatif Malaysia.

Bursa Derivatif Malaysia saat ini masih menjadi bursa minyak sawit atau CPO paling likuid di dunia.

"Hal ini mengingat kita produsen CPO yang terbesar di dunia dan jauh lebih besar dari Malaysia," kata Lukman, dihubungi Kamis (12/10/2023).

Dia menjelaskan dengan kehadiran Bursa CPO di Indonesia, eksportir bisa melakukan hedge terhadap produk mereka di saat harga bagus, tanpa perlu memaksa ekspor keluar.

"Dampaknya harga CPO bisa lebih stabil dan tinggi," ujar Lukman. (*)

Tags : petani sawit, harga sawit, petani sawit bersyukur harga tbs naik, harga tbs stabil, artikel,