KESEHATAN - Perusahaan obat AS Pfizer telah menandatangani kesepakatan yang memungkinkan obat eksperimental Covid-19 buatannya diproduksi dan dijual di 95 negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kesepakatan dengan Medicines Patent Pool, organisasi nirlaba yang disokong oleh PBB, dapat membuat pengobatan itu tersedia bagi 53% populasi dunia.
Namun kesepakatan tersebut tidak melibatkan beberapa negara yang mengalami wabah Covid-19 parah, salah satunya Brasil.
Pfizer mengatakan bahwa obat antivirus Paxlovid, yang berbentuk pil, dapat mengurangi risiko penyakit parah pada orang dewasa yang rentan.
Dalam sebuah pernyataan pers pada Selasa 16 November 2021, Pfizer mengatakan perjanjian ini akan memungkinkan produsen obat lokal untuk memproduksi pil "dengan tujuan memfasilitasi akses yang lebih besar ke populasi global".
Pfizer tidak akan menerima royalti atas penjualan di negara-negara berpenghasilan rendah dan mengatakan akan membebaskan royalti di semua negara yang termasuk dalam perjanjian selama Covid-19 masih dinyatakan sebagai darurat kesehatan masyarakat oleh WHO.
Pada awal November, Pfizer mengatakan uji klinis menunjukkan bahwa Paxlovid mengurangi risiko perawatan di rumah sakit atau kematian sebesar 89% pada pasien dewasa berisiko tinggi.
Charles Gore, direktur Medicines Patent Pool, berkata dalam sebuah pernyataan bahwa lisensi ini penting karena "obat yang diberikan secara oral ini sangat cocok untuk negara-negara berpenghasilan rendah serta menengah dan dapat memainkan peran penting dalam menyelamatkan nyawa".
Sebagian besar negara yang termasuk dalam kesepakatan Pfizer berada di Afrika atau Asia. Namun, negara-negara seperti Brasil, China, Rusia, Argentina, dan Thailand, yang telah mengalami wabah besar, tidak diikutsertakan dalam kesepakatan.
Beberapa pakar mengatakan langkah ini belum cukup untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses ke perawatan dan vaksin Covid-19.
Pfizer dan perusahaan-perusahaan farmasi lainnya juga telah menentang seruan untuk mencabut paten pada vaksin Covid buatan mereka.
Organisasi Dokter Tanpa Batas mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita Associated Press, mereka "berkecil hati" karena kesepakatan tersebut tidak membuat pil Covid-19 Pfizer tersedia di seluruh dunia.
"Dunia sekarang tahu bahwa akses ke alat medis Covid-19 perlu terjamin bagi semua orang, di mana saja, jika kita benar-benar ingin mengendalikan pandemi ini," kata penasihat kebijakan hukum organisasi itu Yuanqiong Hu.
Pada Oktober lalu, produsen obat lain, Merck, mengumumkan kesepakatan serupa dengan Medicines Patent Pool untuk memungkinkan produsen memproduksi pil Covid-19 buatannya sendiri, molnupiravir.
Pfizer klaim redam gejala berat covid
Pfizer mengklaim obat antivirus buatannya mampu mengurangi risiko pasien Covid-19 mengalami gejala berat sebanyak 89 persen. Pengurangan risiko ini terjadi pada orang dewasa yang berisiko terkena penyakit parah akibat virus corona.
Temuan ini mengalahkan kemampuan obat antivirus buatan Merck, molnupiravir, yang sebelumnya juga dikatakan mampu mengurangi risiko gejala parah akibat Covid-19.
Namun, kedua perusahaan masih belum memberikan data yang pasti terkait temuan mereka, menurut Reuters.
Perusahaan Pfizer mengatakan pihaknya akan memberikan hasil uji coba sementara kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) sebagai bentuk aplikasi penggunaan darurat yang dibuka pada Oktober.
Kepala Eksekutif Pfizer Albert Bourla mengatakan bahwa perusahaan akan mengumpulkan aplikasi tersebut sebelum Thanksgiving.
"Data ini memperlihatkan bahwa kandidat obat antivirus kami, bila disetujui oleh pihak berwenang, berpotensi menyelamatkan nyawa pasien, mengurangi tingkat keparahan gejala akibat infeksi Covid-19, dan mengurangi hingga sembilan dari sepuluh kasus rawat inap," kata Bourla.
Rencananya, obat antivirus ini akan memiliki nama dagang Paxlovid. Sebanyak tiga pil akan diberikan untuk dikonsumsi dua kali sehari.
Paxlovid merupakan penggabungan dari dua komponen yakni molekul PF-07321332 dengan Ritonavir dosis rendah.
Studi yang dilakukan Pfizer menyangkut analisis terhadap 1.219 pasien Covid-19 yang dirawat dan meninggal dunia. Pasien yang diteliti memiliki gejala ringan hingga sedang, dan memiliki faktor risiko terjadinya penyakit parah, seperti obesitas dan lansia.
Studi ini menemukan bahwa 0,8 persen pasien yang dirawat di rumah sakit, yang diberikan obat antivirus Pfizer, tidak ada yang meninggal selama 28 hari setelah pengobatan. Pil anti Covid ini diberikan tiga hari setelah pasien mengalami gejala.
Namun, ada tujuh kematian yang terjadi terhadap pasien yang mengonsumsi obat kosong (plasebo).
Sementara itu, obat antivirus akan sangat efektif jika diberikan se-dini mungkin.
Walaupun demikian, perusahaan Pfizer tidak memberikan penjelasan secara rinci efek samping dari obat ini. Namun, beberapa efek samping yang mungkin terjadi adalah mual dan diare.
Sebelumnya, Inggris mengizinkan penggunaan obat antivirus Covid-19 buatan Merck, molnupiravir. Obat tersebut akan digunakan untuk pasien infeksi virus corona bergejala ringan hingga sedang.
Molnupiravir menjadi obat antivirus Covid-19 pertama yang memiliki izin penggunaan. Obat ini akan dimuat dalam bentuk kapsul dan akan dikenal dengan nama Lagevrio.
Sebelumnya, perusahaan farmasi Merck mengklaim pil Covid-19 buatan mereka, yaitu molnupiravir mampu mengurangi risiko kematian dan rawat inap akibat Covid-19 hingga 50 persen. (*)
Tags : Virus Corona, Pfizer izinkan Indonesia Produksi Pil Antivirus Covid-19, Kesehatan,