JAKARTA - Suhu politik jelang pemilihan presiden 2024 makin panas. Dalam perkembangan terbaru, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024.
PKS yang berada dalam Koalisi Perubahan bersama NasDem dan Partai Demokrat mengatakan "konsisten menjadi bagian dari koalisi."
Sementara itu, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra-PKB) telah membentuk tim ahli untuk mengkaji desain politik dan pemerintahan 2024. Adapun Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, PAN, PPP) telah melirik Ridwan Kamil.
Di sisi lain, PDI Perjuangan (PDIP) disebut masih "sangat berhati-hati" dalam menentukan bakal calon presiden yang akan mereka usung.
Berikut hal-hal yang sejauh ini diketahui tentang koalisi Pilpres 2024.
Mengapa partai politik harus berkoalisi?
Tujuan parpol berkoalisi adalah memperoleh tiket untuk menentukan bakal calon presiden dan wakil presiden. Dalam pemilu mendatang tiket bakal capres harus memenuhi syarat ambang batas sebesar 20% kursi parlemen atau 25% suara sah nasional.
Namun, semua parpol yang ada di DPR saat ini tak punya suara sebesar itu - kecuali PDI Perjuangan (128 kursi parlemen). Dengan demikian, mereka harus bersekutu untuk memenuhi syarat tersebut.
Syarat ini diatur dalam UU Pemilu dan sudah digunakan pada pemilu-pemilu sebelumnya. Namun demikian, pasal yang mengatur ambang batas ini terus digugat ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai membatasi jumlah calon presiden.
Koalisi apa saja yang sudah terbentuk?
Koalisi Perubahan terdiri dari PKS, NasDem, dan Partai Demokrat. Koalisi ini nampaknya mulai dirintis Oktober 2022 saat NasDem mengajukan nama Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024.
Saat itu, NasDem berinisiatif membangun koalisi dengan PKS dan Demokrat agar bisa memperoleh tiket mencalonkan Anies. Jika ditotal koalisi ini memiliki 163 kursi di DPR, jumlah yang cukup mengusung bakal calon presiden. Syarat mengusung bakal calon presiden sedikitnya 115 kursi di DPR.
Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) adalah persekutuan Gerindra-PKB. Koalisi ini dideklarasikan hanya hitungan bulan sebelum Koalisi Perubahan mulai dirintis, tepatnya 13 Agustus 2022. Dikutip dari Kompas, kedua partai ini sepakat untuk memenangkan pilpres bersama-sama.
Koalisi yang terdiri dari dua partai ini sudah memenuhi syarat mendapatkan tiket pencalonan di pilpres dengan total 136 kursi di parlemen.
Koalisi Indonesia Bersatu dideklarasikan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada Mei 2022. Total kursi mereka di DPR sebanyak 148. Semua parpol yang bergabung di sini menjadi bagian dari kabinet pemerintahan Joko Widodo.
PDIP belum berkoalisi. Partai berkuasa di pemerintahan saat ini masih belum mengumumkan akan bergabung dengan koalisi mana pun. Parpol dari koalisi-koalisi bisa jadi merapat dengan partai yang menduduki 128 kursi di DPR ini.
Siapa bakal capres dari masing-masing koalisi?
Koalisi Perubahan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Koalisi ini juga menyatakan bakal calon wakil presiden diserahkan kepada Anies.
NasDem mengusung Anies pada Oktober 2022, disusul Partai Demokrat dan terakhir PKS yang mengumumkan pada Januari 2023.
"PKS sudah jelas mendukung ARB [Anies Rasyid Baswedan] pada pilpres 2024," kata Mohamad Sohibul Iman, wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Senin (30/01).
Sementara itu, Koalisi Indonesia Raya belum mengumumkan nama bakal calon presidennya. Namun, dalam sebuah kesepakatan, bakal calon presiden akan ditentukan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, seperti dikutip dari Kompas.
Sama halnya dengan Koalisi Gerindra-PKB, Koalisi Indonesia Bersatu pun belum punya bakal calon presiden.
Namun, salah satu momen mengejutkan dari koalisi ini adalah saat Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil bergabung dengan Partai Golkar, 19 Januari lalu. Nama Ridwan Kamil juga masuk di dalam radar sejumlah survei pilpres 2024.
"Pilihan Ridwan Kamil gabung ke Partai Golkar sudah tepat, dan beliau tahu mana partai yang terbaik. Visi-misi Golkar sejalan dengan prinsip perjuangan di Jawa Barat (Jabar)," ujar Ketua DPP Partai Golkar, Muhidin M Said.
Tapi kehadiran Ridwan Kamil di tengah KIB hanya letupan kecil karena belum ada pengumuman resmi dari koalisi tentang bakal calon yang akan mereka usung.
Partai berlambang banteng, PDIP, pun belum mendeklarasikan nama bakal calon capres. Namun, ketuanya Megawati Soekarnoputri memastikan akan mengambil nama itu dari kadernya sendiri.
Dalam perkembangan terakhir, Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan Megawati sudah memilih nama bakal capres. "Nama calon sudah ada di kantongnya Ibu Mega. Nah, itu kita tinggal tunggu momentum tepat," katanya kepada media, Sabtu (28/01).
Apa perkembangan terakhir dari koalisi untuk pilpres?
PKS menyatakan mendukung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Itu yang terbaru dari koalisi PKS-NasDem-Demokrat.
Sementara, Koalisi Gerindra-PKB sejauh ini tengah membentuk tim ahli.
"Perkembangan koalisi berjalan terus, akan membuat tim ahli untuk mengkaji berbagai desain politik dan pemerintahan 2024," kata Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar kepada media, Senin (31/01). Ia juga membuka peluang bagi partai politik lain untuk bergabung dalam koalisinya.
Dari Koalisi Indonesia Bersatu, salah satu pentolan koalisi Arsul Sani baru-baru ini mengatakan pihaknya masih memantau dinamika di Koalisi Perubahan, dan sikap PDIP dalam menentukan bakal calon presiden dan wakil presiden.
"Tentu pada akhirnya PDIP akan memutuskan siapa sebagai capres dan cawapres," kata Arsul dikutip dari Detik.
Mengapa PDIP belum punya capres 2024?
Pada 10 Januari saat PDIP merayakan ulang tahun ke-50, Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum partai mengatakan nama bakal capres akan diumumkan pada waktu yang tepat. Tapi kapan itu?
"Sekarang nungguin, nggak ada, ini [nama bakal capres] urusan gue," kata Megawati.
Sebelumnya, Joko Widodo sebagai kader dari PDIP sempat memberi kode "rambut putih" yang menimbulkan spekulasi tentang bakal capres pilihannya. Spekulasi ini bukan hanya mengerucut pada nama Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, tapi juga Menteri Pekerjaan Umum, Basuki Hadimuljono.
"Pemimpin yang mikirin rakyat itu kelihatan dari mukanya... Ada juga yang mikirin rakyat sampai rambutnya putih semua," kata Jokowi dalam satu kampanye di Stadion Utama Glora Bung Karno (GBK), Sabtu (26/11/2022).
Menurut Mada Sukmajati, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, PDIP dalam posisi "sangat hati-hati sekali" dalam menentukan bakal capres. Sebab, penentuan bakal capres sangat berpengaruh dengan pendulangan suara. Salah pilih, suara PDIP bisa anjlok.
Mada menyebut efek ekor jas (coal-tail effect) masih akan berlaku di pemilu 2024. Artinya, efek pemilihan tokoh sangat menentukan elektabilitas partai politik.
"Pada pemilu serentak 2019, efek ini bekerja. Mereka yang pilih Jokowi, ya pilih PDIP atau partai koalisi. Efek ini juga bekerja pada 2024 nanti," katanya.
Wijayanto, Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), mengatakan PDIP berada pada posisi "dilema" antara memilih Puan Maharani dan Ganjar Prabowo.
PDIP masih bertahan karena adanya trah Soekarno. "Loyalis Mbak Puan dan Bu Mega banyak di PDIP. Hari ini, susah membayangkan [PDIP] tanpa trah Soekarno," kata Wijayanto.
Puan bisa menjadi penerus trah Soekarno, tapi "masalahnya adalah elektabilitas dan popularitas". Sementara itu, Ganjar Pranowo, "kader yang sangat populer. Tapi dia bukan pilihan."
"Itu kita bisa mengerti kenapa PDIP menahan pengumuman calonnya," tambah Wijayanto.
Faktor lainnya, Megawati paham betul dengan karakter pemilih di Indonesia. Pengumuman di detik-detik terakhir pencalonan akan lebih menguntungkan. "Tujuannya untuk memberi efek kejutan, dan dampak pemberitaannya masih tetap terjaga," tambah Wijayanto.
Sejauh mana peta koalisi ini akan berubah lagi?
"Masih cair, walaupun sudah mengerucut," kata Wijayanto yang menilai sejauh ini belum ada satu pun koalisi yang ajeg.
Koalisi Perubahan akan sangat dipengaruhi pilihan Anies dalam memilih wakilnya. "Deklarasi resmi belum ada," tambahnya.
Sementara itu, koalisi Gerindra-PKB masih bisa digoyang ketika Prabowo Subianto digandeng Puan untuk melaju ke pilpres 2024, meskipun itu kemungkinannya kecil tapi belum tertutup, kata Wijayanto.
"Ini masih seperti politik Indonesia, seperti biasanya yang bisa berubah pada detik-detik terakhir," jelas Wijayanto.
Mada Sukmajati bahkan menyebut koalisi baru benar-benar pasti wujudnya, "baru bisa kita dapatkan setelah para paslon itu mendaftarkan diri sebagai peserta pilpres di KPU nanti."
Mada juga melihat partai-partai di koalisi KIB dan KKIR masih bermanuver. "Tapi bisa jadi mereka yang akan menentukan," katanya.
Siapa wajah-wajah yang muncul di lembaga survei?
Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. Tiga nama ini yang selalu muncul pada urutan teratas dalam pelbagai lembaga survei seperti LSI, Charta Politika, dan Indikator Politik.
Selain tiga nama tersebut ada juga nama Agus Harimurti Yudhoyono, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Khofifah Indar Parawansa, hingga Erick Thohir.
"Survei-survei ini seakan-akan membatasi pilihan publik. Kita itu seakan-akan disodori antara teh atau kopi. Padahal kita masih punya tokoh-tokoh lain sebenarnya. Tapi itu nggak pernah muncul. Nggak pernah jadi pemberitaan," kata Wijayanto.
Bagaimana seharusnya masyarakat merespon perkembangan politik akhir-akhir ini?
Mada Sukmajati, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, menilai masyarakat bisa melupakan nama-nama capres dan cawapres serta peta koalisi partai politik, dan tetap fokus pada persoalan-persoalan saat ini.
"Yang jadi urusan publik itu adalah visi, misi, dan program para kandidat pilpres kita. Jadi kita tidak terjebak dalam soal nama saja," kata Mada Sukmajati.
Tujuan pemilu bukan tentang kekuasaan itu sendiri, tapi menghadirkan warga negara dalam kebijakan-kebijakan politik oleh mereka yang terpilih dalam sirkulasi kekuasaan itu, Wijayanto menambahkan.
"Pemilu itu tentang festival gagasan, tentang kita bicarakan masalah Indonesia itu apa. Bahwa demokrasi di Indonesia itu mengalami kemunduran, bahkan berputar balik ke otoriter. Itu PR-nya," kata Wijayanto.
Kata dia, persoalan di depan mata antara lain parpol yang tergantung individu, teror kebebasan sipil, kekerasan yang membudaya, kasus Ferdy Sambo, ketimpangan ekonomi, serta tidak adanya oposisi dalam proses kenegaraan.
"DPR hari ini adalah DPR paling sunyi. Paling hening sepanjang sejarah reformasi. DPR mengiyakan semua kebijakan pemerintah," kata Wijayanto. (*)
Tags : PKS Dukung Prof Anies Baswedan, Pilpres 2024, Suhu Politik Makin Memanas, Peta Koalisi, Politik, Pilpres 2024,