Headline Nasional   2020/09/11 01:40:00 PM WIB

PSBB Diberlakukan, Pusat Perbelanjaan: Keuangan Sudah 'Berdarah-darah'

PSBB Diberlakukan, Pusat Perbelanjaan: Keuangan Sudah 'Berdarah-darah'

JAKARTA - Pemerintah provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji unit-unit kegiatan yang akan ditutup saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Senin (14/09) mendatang. Hal ini termasuk apakah mal atau pusat perbelanjaan modern akan tetap diizinkan buka. "Kalau mal belum [ada keputusan], akan dikaji lagi dalam beberapa hari ini," kata Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dirilis BBC Indonesia (10/09).

Ahmad Riza Patria mengklaim bahwa sejauh ini tidak terjadi klaster penyebaran di mal. Sementara itu, Tutum Rahanta, anggota Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, atau Hippindo, mengatakan bahwa pihaknya "memohon" kepada pemerintah daerah agar pusat-pusat belanja modern tidak menjadi bagian dari unit kegiatan yang harus tutup saat PSBB kembali diberlakukan di Jakarta. "Sumbernya selama ini bukan dari pusat belanja dan modern trade, sebaiknya kitalah yang tidak dilarang [beroperasi], supaya ini memberikan contoh kepada sektor-sektor yang lain untuk menjaga lingkungan masing-masing dengan protokol [kesehatan] yang ketat," kata Tutum. 

Wakil gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa dalam PSBB pada Senin (14/09) nanti, restoran-restoran akan "diperbolehkan buka, tapi cuma take away". Saat ini Pemprov DKI Jakarta tengah menyusun regulasi untuk dijadikan panduan PSBB kali ini, yang menurut Ahmad akan ada "penyesuaian". "Ya itu memang lagi dipertimbangkan dalam beberapa hari ini, sementara kita ingin PSBB seperti semula. Untuk sementara yang ada penyesuaian baru rumah ibadah, rumah ibadah yang di perkotaan itu diminta tutup, kecuali rumah ibadah yang di perkampungan atau komplek itu boleh dibuka," jelas Ahmad.

Salah satu unit usaha yang akan dikaji adalah mal, kata Ahmad. Hal yang menjadi pertimbangan dalam kajian, menurutnya, adalah pengelola mal, pemilik toko, pengunjung, cukup memiliki pemahaman yang baik tentang kehati-hatian, kedisiplinan, kepatuhan. "Di mal itu kan besar, luas, jadi jaga jarak terjaga, memang di mal itu sampai hari ini kan tidak terjadi klaster penyebaran. "Berbeda dengan di pasar-pasar tradisional yang sempit gang-gangnya, orangnya banyak, dan relatif masyarakat yang datang [ke pasar tradisional] itu kan sangat beragam, dari mana-mana, nah itu yang menyebabkan di pasar sempat terjadi klaster. Namun kita sudah bisa atasi dengan disiplin dan 3M," jelas Ahmad. 

'Menyusahkan pedagang kecil'

Penerapan kembali PSBB di Jakarta turut disesalkan oleh karyawan penjaga toko dan pedagang di pusat perbelanjaan modern. Salah satunya Muhammad Fatahilah, karyawan di sebuah toko batik di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.

"Saya menyayangkan kebijakan ini diterapkan kembali, yang sebelum-sebelumnya itu imbasnya sudah besar banget dan menyusahkan pedagang-pedagang kecil. Tidak ada kebijakan sama sekali [dari pemerintah] buat [mendorong konsumen] belanja-belanja lagi," ujar pria berusia 28 tahun tersebut.

Dalam masa PSBB Maret lalu, Muhammad terpaksa kembali ke kampung halamannya di Pekalongan, Jawa Tengah, dan bekerja serabutan, salah satunya menjadi tukang parkir. Masa PSBB transisi juga belum membantu pendapatan toko tempatnya bekerja, yang omsetnya turun sampai 80% jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.

Jika tokonya harus tutup lagi minggu depan, ia mengatakan akan kembali pulang kampung. "Sebelum PSBB mending pulang saja, daripada seperti kemarin-kemarin, susah di Jakarta sudah gak ada kerjaan dan gak ada bantuan sama sekali," keluhnya.

Masa PSBB transisi juga tidak membantu toko baju pesta perempuan tempat Siti Huriya, 50, bekerja. Kini ia siap-siap dirumahkan kembali. "Sekarang satu hari jual satu potong, dua potong saja sudah Alhamdulillah. Penghasilan kita hanya segitu, ya sudah mau diapakan," ujarnya.

"Kita [ikuti] apa kata pemerintah sajalah, tergantung manajemen [pusat belanja], kita kan memang ikuti aturan dia, daripada virus tadi menyebar ke mana-mana," imbuhnya. 

Pengusaha hotel 'galau'

Sementara itu Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Krishandi mengaku 'galau' dalam menyikapi kebijakan Pemprov DKI Jakarta tersebut.

"Kita terus terang saja galau dengan posisi seperti ini. Kita tahu penerapan ini dari sisi ekonomi pasti akan merusak lagi cash flow dari para pemain hotel dan restoran, namun di satu sisi kita tahu bahwa melihat kondisi di sekeliling kita, Covid-19 ini sudah cukup meresahkan di Indonesia, khususnya di Jakarta," ujarnya.

PHRI DKI Jakarta mendapati bahwa, dari lebih dari 200 anggotanya di ibukota, sudah sampai 100 hotel tutup pada bulan Mei. "Per bulan Mei kita data, di Jakarta sudah 100 hotel tutup. Bulan Juni sudah tidak kita data lagi, di bulan Juli ada beberapa [hotel yang sebelumnya tutup] sudah buka. Kalau [PSBB] ini jalan terus, mungkin akhir tahun tinggal beberapa hotel dan restoran yang masih buka [di Jakarta]," jelas Krishandi.

Krishandi meminta agar pemerintah lebih tegas dalam mendisiplinkan masyarakat agar mengikuti protokol kesehatan. "Kami lebih menyoroti peran pemerintah untuk [mendisiplinkan] attitude dan tingkah laku rakyatnya, karena jelas ini tidak bisa kita bebankan kepada pemerintah saja, jadi protokol kesehatan harus diterapkan oleh seluruh rakyat Indonesia. "Pemerintah harus tegaslah kepada rakyat yang membangkang [protokol kesehatan]," imbuhnya. (*)

Tags : PSBB, Covid-19, Peritel Pusat Perbelanjaan, Keuangan Menyusut,