Kolom Opini   2021/05/10 13:10 WIB

Ramadan Bersiap Pergi, Semoga Kita Mendapat Ampunan

Ramadan Bersiap Pergi, Semoga Kita Mendapat Ampunan

TAMU AGUNG kita bulan Ramadhan 1442 H saat ini sedang bersiap-siap untuk pergi meninggalkan kita. Tidak terasa kita sudah berada di penghujung bulan penuh berkah ini, seakan baru kemarin ia menyapa kita. 

Ia berjalan seperti angin, berlalu begitu cepat. Tapi sayang, kita terlalu cool dan lambat meresponsnya, tidak menggunakan full power dan waktu bersamanya dengan baik, banyak waktu terlewati begitu saja, banyak amalan-amalan yang terlewati, bahkan kadang kita menikmati hari-hari di bulan Ramadhan seperti melewati hari-hari biasa di bulan lain.

Maka, berbahagialah bagi siapa saja yang telah maksimal bersama Ramadhan, menjalani berbagai ibadah dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk menjadi hamba taat,  meskipun kondisi di tengah hiruk pikuk dunia, termasuk pandemi wabah Covid-19. 

Semoga kita termasuk orang yang sukses hasil tempaan madrasah Ramadhan.

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya, kita tidak bisa menilai seseorang hari ini, bisa jadi besok ia Khusnul khatimah, begitu juga dengan Ramadhan, bertahan dengan bersungguh beramal shalih sampai penghujung adalah amalan terbaik, seperti dalam hadits Rasulullah Saw:

 “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari).

Kalau kita ibaratkan, hari-hari akhir Ramadhan ini seperti babak final dalam sebuah kompetisi, para peserta semakin sedikit. Hanya mereka yang bersungguh-sungguh dan istiqamah berhasil lolos dari babak sebelumnya.

Kita bisa melihat kondisi di sekitar kita, juga perbandingan shaf-shaf shalat di fase akhir ini jelas berbeda, baik itu shalat fardhu maupun shalat Tarawih. 

Fenomena unik lainnya, lebih banyak yang menuju ke pasar atau pusat perbelanjaan dibandingkan dengan ke masjid/meunasah, walaupun kadang tempat itu lokasinya tidak jauh dari masjid.

Hal ini seakan lumrah, seperti sebuah tradisi, karena hampir setiap akhir Ramadhan suasananya selalu seperti ini, sepinya tempat-tempat ibadah dan membludaknya pasar dan kedai kopi.

Tradisi ini tidak perlu dipertahankan, berbanding dengan cara para pendahulu kita,dimana dahsyatnya beribadah di akhir Ramadhan.

Sampai di penghujung Ramadhan ini, kita mencoba untuk melihat tentang aktivitas atau kegiatan kita selama Ramadhan ini, bagaimana cara kita menghabiskannya, biasa saja atau istimewa.

Karena, jauh-jauh hari sebelum masuknya Ramadhan sudah banyak mempersiapkan bermacam target,  jadwal, kegiatan dan pogram-pogram selama Ramadhan. Namun, sekarang kita mencoba untuk mengevaluasi realisasi pogram-program tersebut, melihat target kita tercapai atau tidak tercapai.

Sebelum Ramadhan pergi kita harus menyelesaikan pogram-pogram atau target-target yang belum terlaksanakan, walaupun waktu yang tersisa begitu singkat, seperti mengkhatam Al- Qur’an, perbanyak shadaqah dan lain-lainnya.

Sehingga sebelum Ramadhan pergi kita telah menyelesaikannya, dan kita mendapat ampunan dari Allah dan meraih titlel Master Of Taqwa (M .Tq). Kita bisa fokus pada waktu yang tersisa, kembali mengejar ketertinggalan hari-hari yang telah berlalu, jangan biarkan Ramadhan pergi begitu saja. 

Mungkin, hari ini kita tidak bisa seperti sahabat Rasulullah SAW atau para ulama dahulu yang menangis tersedu karena berpisah dengan Ramadhan, padahal sehari-hari mereka begitu fokus dan khusyuk memanfaatkan setiap detik waktu Ramadhan apalagi di 10 terakhir, mereka fokus, i'tikaf, mengurangi tidur, semakin rajin dalam ketaatan, mereka biarkan kelelahan dalam ketaatan.

Bagi mereka, waktu Ramadhan itu sangat terbatas, jadi mereka tidak sia-siakan. Sementara kita, masih jauh dan sangat jauh, kadang seakan menjalani rutinitas Ramadhan hanya sebatas kewaijban, baca al-Qur’an juga kurang, amaliah-amaliah lainnya juga seperti biasa.

Dalam sebuah hadits dijelaskan bagaimana Rasulullah SAW bersunggung-sungguh menghidupkan sepuluh hari terakhir dengan segala kebaikan. Sebagaimana dijelaskan oleh Ummul Mu’minin Aisyah r.a “Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim).

Semestinya hadis di atas bisa menjadi motivasi untuk kita dalam menghidupkan kebaikan di babak final melebihi dari biasanya, bukan membiarkan kesempatan itu terbuang begitu saja.  

 

Ada satu poin yang sangat penting ketika memasuki babak final dari Ramadhan ini, di sana ada satu malam yang lebih utama dari seribu malam, yaitu Lailatul Qadar, untuk itu semestinya harus lebih rajin dan fokus.

Padahal seandainya kita tahu betapa banyak hikmah dari hadirnya bulan ini sungguh kita akan berharap semua bulan yang lain menjadi Ramadhan karena keutamaannya, pahala ibadah yang tiada batas, pahala sunat menjadi wajib dan di dalamnya juga terdapat Lailatul Qadar.

Kini, waktu berpisah dengan Ramadhan semakin dekat, Ramadhan akan kembali datang pada tahun berikutnya, sementara kita belum tentu apakah akan kembali berjumpa dengan Ramadhan atau tidak.

Hari-hari Ramadhan akan berakhir, lakukan yang sempurna pada saat berpisah dengannya. 

Semoga Allah mempertemukan kita kembali dengannya dan semoga kita mendapat ampunan sebelum Ramadhan pergi.

Amin Ya Rabb.

Sumber: Republika.co.id

Tags : Ramadhan, keutamaan puasa Ramadhan, hikmah ramadhan,