Bola   2023/07/14 11:23 WIB

Rasisme pada Pemain Sepak Bola Indonesia Tinggi, 'Kalau Dibiarkan akan Diikuti Oleh Suporter Lain'

Rasisme pada Pemain Sepak Bola Indonesia Tinggi, 'Kalau Dibiarkan akan Diikuti Oleh Suporter Lain'
Selain Yance Sayuri dan Yuran Fernandes yang diperlakukan diskriminasi, Erwin Gutawa (kiri) juga disebut mendapat perlakuan perundungan di media sosial.

SEPAK BOLA - Presidium Nasional Suporter Sepakbola Indonesia mendorong klub PSM Makassar melaporkan akun-akun yang berkomentar rasisme kepada pemain mereka ke aparat penegak hukum agar menjadi "pelajaran penting" bagi suporter sepakbola.

Sebab, menurut pengamat Tommy Apriantono, perlakuan rasisme di Indonesia cukup tinggi dan kerap menyasar pesepakbola dari Indonesia timur baik di dalam stadion maupun di media sosial.

Mengetahui kasus ini Ketua PSSI Erick Thohir mengungkapkan kekecewaannya dan mengancam bakal menghentikan kompetisi Liga 1 2023/2024. Namun apakah langkah itu tepat?

Pertandingan antara PSM Makassar dan Persija pada laga perdana Liga 1 2023/2024 Senin (03/07) lalu berakhir imbang 1-1. 

PSM unggul lebih dulu lewat gol Kenzo pada menit ke-12, dan dibalas Persija di babak kedua melalui tendangan jarak yang dilepaskan Ryo Matsumura. 

Tapi usai laga berlangsung, pelatih Persija Thomas Doll menyebut pemain PSM Makassar dituding terlalu sering atau bahkan sengaja 'guling-guling' demi merusak ritme permainan dan mengulur-ngulur waktu sehingga merugikan skuad berjuluk 'Macan Kemayoran'.

Tuduhan itu ditanggapi pelatih PSM Makassar, Bernardo Tavares. Kata dia pemainnya berjatuhan murni karena intensitas tinggi pertandingan, bukan pura-pura.

Begitu pula yang terjadi pada Yuran Fernandes ketika dalam posisi terjatuh di dalam kotak penalti, sambung Tavares.

"Apa yang perlu saya beritahu yang tidak diketahui adalah Yuran musim lalu dia selesaikan musim dan dia terkena cedera. Pada asaat kita kembali lagi, cederanya muncul kembali," jelas Tavares seperti dilansir Detik.com.

Di Instagram, akun resmi PSM Makassar dipenuhi komentar-komentar bernada ejekan dan olok-olok yang menyebut klub itu dengan sebutan "Guling Guling FC". 

Tetapi selain komentar meledek, ada juga sejumlah akun yang menuliskan kalimat bernada ejekan rasisme kepada pemain PSM Makassar. 

'Rasisme di sepakola Indonesia cukup tinggi'

Sekjen Presidium Nasional Suporter Sepakbola Indonesia, Achmad Supriyanto, mengatakan pihaknya sudah menyampaikan kasus ini ke PSSI sambil juga mencoba mengidentifikasi akun-akun yang mengolok-olok dengan rasisme di Instagram.

Pengamatannya, beberapa akun tersebut tidak memiliki pengikut atau tidak pernah mengunggah apapun. Bahkan foto profilnya kosong.

Sehingga ada kemungkinan, kata Achmad, itu akun palsu yang sengaja dibuat untuk memperkeruh suasana.

"Apakah mereka ini suporter Persija atau warganet yang seolah-olah pendukung Persija?" ujar Achmad, Rabu (12/07).

"Karena kami harus hati-hati, jangan sampai salah mengartikan ternyata dia bukan bagian dari suporter Persija," sambungnya.

Bagaimanapun, dia menyarankan klub PSM Makassar untuk melaporkan akun-akun tersebut ke aparat penegak hukum dengan menggunakan UU ITE. 

Pengamat sepakbola, Tommy Apriantono, menyebut perilaku rasisme di Indonesia "cukup tinggi" dan kerap menyasar pesepakbola dari Indonesia Timur baik di dalam stadion maupun di media sosial.

Mulai dari menirukan suara monyet atau berkata yang menjurus rasisme.

Menurutnya, tindakan suporter Indonesia itu mengikuti apa yang terjadi di liga-liga Eropa yang kerap berlaku rasisme kepada pemain dari Afrika atau berkulit hitam.

Tujuan perilaku seperti itu, kata Tommy, untuk memprovokasi pemain agar tidak fokus.

"Pemain bisa langsung down atau tertekan dikata-katain loh," ujar Tommy.

Dia sepakat dengan Presidium Nasional Suporter Sepakbola Indonesia bahwa kasus tersebut harus ditindaklanjuti ke ranah hukum dan pelakunya dihukum seberat mungkin.

Sedangkan bagi suporter yang berlaku rasisme di dalam stadion harus dilarang menonton pertandingan sepakbola selama-lamanya.

Sementara klub dari suporter, harus disanksi denda.

"Karena kalau dibiarkan suporter seperti itu ke stadion akan diikuti oleh penonton lain."

"Klub juga harus didenda, karena itu [suporter] bagian dari mereka. Kalau di Eropa ada suporter yang rasisme, ya orangnya tidak boleh masuk stadion, klub di denda atau pertandingannya tidak boleh dihadiri penonton," jelas Tommy.

"Supaya jadi pembelajaran kepada penonton."

Namun sayangnya, kata dia, penjagaan maupun pemantauan terhadap penonton oleh steward "tidak berjalan efektif".

Karena di Indonesia para steward biasanya mengarah ke lapangan, bukan ke penonton.

Tommy menilai kasus yang menimpa pemain PSM Makassar ini harus jadi momentum untuk menerapkan sanksi kepada suporter yang berlaku rasisme.
Erick Thohir ancam hentikan Liga 1

Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, mengisyaratkan bakal menghentikan kompetisi Liga 1 sebagai buntut dari rasisme kepada pemain PSM Makassar seperti yang diusulkan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia.

"Kemarin saya sudah bilang, saya sangat kecewa. Saya minta nanti setelah ada jambore suporter dan di berbagai tempat, suporter nanti mempunyai perspektif yang sama, apa itu, rasisme," ujar Erick Thohir, Senin (10/07). 

Erick juga mengaku sedih lantaran tindakan rasisme terjadi di Indonesia. Pasalnya masyarakat Indonesia dikenal toleran.

Hanya saja rencana penghentian kompetisi Liga 1 itu ditentang Presidium Nasional Suporter Sepakbola Indonesia maupun pengamat sepaknola Tommy Apriantono.

Sekjen presidium, Achmad Supriyanto, mengatakan, federasi cukup mengejar pelakunya dan memberikan sanksi.

"Jangan membakar rumahnya, tapi cari tikusnya," tuturnya.

"Pelaku-pelaku ini harus dikejar, jangan urusan satu atau dua orang merugikan industri sepakbola."

Apa respons klub PSM Makassar?

Pelatih PSM Makassar, Bernardo Tavares, mengatakan kasus rasisme yang terjadi pada anak asuhnya tidak bisa diterima.

Sebab olahraga sepakbola, katanya, mengutamakan rasa hormat baik kepada sesama pemain maupun penonton.

"Pada saat kita tidak memberikan respek, apalah artinya olahraga ini? Karena ini semua berlandaskan respek," kata Tavares.

Dia berpesan kepada pemain ataupun suporter bahwa jika ingin dihargai maka jangan bertindak yang merugikan orang lain.

Mengenai apa yang terjadi pada Yance Sayuri, ujarnya, bukanlah sesuatu yang disengaja.

"Seperti yang saya sebutkan Yance tergeletak di pertandingan, saya sampaikan kepada wasit kenapa tidak hentikan pertandingannya? Saya tidak memberikan kata-kata kotor kepada dia. Kalau ini misalnya terjadi pada pemain Persija, mungkin kita akan out gol. Jadi ini yang saya sebutkan, ini soal respek," jelas dia. 

Adapun Media officer PSM Makassar, Sulaiman Abdul Karim, mengatakan pihaknya sangat menyayangkan perlakuan rasisme terhadap tiga pemainnya di media sosial.

Ia menduga, tindakan itu merupakan ulah orang-orang yang kebablasan dalam mengungkapkan dukungannya kepada klub sepakbola kesayangan mereka. Padahal, kejadian-kejadian yang melibatkan pemain di dalam lapangan saat pertandingan adalah hal yang biasa dalam sepakbola.

Terlebih jika tensi pertandingan tinggi.

Akan tetapi yang perlu diingat, katanya, hal itu hanya berlangsung di lapangan saja. Setelah laga usai, para pemain, staf pelatih, dan tim ofisial kedua tim saling bersalaman, berpelukan, dan saling bercanda.

"Ini yang tidak erlihat oleh pelaku rasisme itu. Jadi ya dalam mengekspresikan dukungan ke klub idola, tidak perlu sampai melanggar norma-norma sportivitas," ujar Sulaiman, Rabu (12/07).

"Tidak elok kalau sampai melampiaskan dengan cara rasisme ke pemain tim lawan."

Dia juga menjelaskan, ketiga pemain PSM Makassar yang menjadi sasaran rasisme merupakan sosok pemain yang professional dan kuat secara mental.

Sehingga ia yakin mereka tidak akan terpengaruh mentalnya akibat perlakuan tersebut.

"Justru saya yakin ini akan menjadi motivasi bagi mereka untuk membuktikan diri bahwa mereka adalah sosok juara," ucapnya.
Perilaku rasisme meningkat

Sebelumnya badan amal antidiskriminasi Kick It Out menyebut adanya peningkatan 65% perilaku maupun insiden diskriminatif dalam pertandingan sepak bola di Inggris selama musim 2022-2023.

Organisasi ini mengaku menerima 1.007 laporan yang merupakan rekor tertinggi yang berasal dari level bawah, laga profesional, dan media sosial.

"Peningkatan laporan yang signifikan di seluruh pertandingan ini mengkhawatirkan," ujar Kepala Eksekutif Kick It Out, Tonny Burnett.

"Di balik angka-angka itu, ada orang yang sedih atas perlakuan diskriminasi."

Dia kemudian melanjutkan, tindakan yang paling sering dilaporkan adalah rasisme yang terhitung hampir setengah dari laporan yang masuk atau sekitar $9,3%.

Kemudian pelecehan di media online juga meningkat dari 74 laporan menjadi 281 atau naik 279%.

Lalu ada juga laporan soal perlaku seksis atau misoginis yang meningkat dari 16 laporan menjadi 80 atau naik 400%.

Kick It Out berkata peningkatan laporan ini juga mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kesadaran dan keinginan orang-orang melaporkan tindakan diskriminasi.

Merujuk pada data terbaru FIFA, terdapat 20.000 unggahan di media sosial yang bernada kasar ditujukan kepada pemain, pelatih, dan tim ofisial selama Piala Dunia tahun lalu.

Dari 20 juta unggahan yang diverifikasi oleh perangkat yang dikembangkan FIFA dan serkitar pemain Fifpro, ada 286.895 unggahan 'disembunyikan' dari publik.

Lonjakan komentar berbau pelecehan terjadi setelah laga perempat final antara Inggris dan Prancis, ketika Harry Kane gagal mengeksekusi penalti. (*)

Tags : sepak bola, rasisme pada pemain sepak bola, sepak bola indonesia, olahraga, rasis, sepakbola, bubungan ras dan etnis,