Artikel   2025/03/14 13:5 WIB

Ratusan Orang Mengantre Makan Gratis di Masjid Baitul Huda yang jadi Penyambung Silaturahmi Antaragama

Ratusan Orang Mengantre Makan Gratis di Masjid Baitul Huda yang jadi Penyambung Silaturahmi Antaragama

RAMADHAN jadi penyambung silaturahmi antaragama di Masjid Baitul Huda, Kota Bandung. 

Sepekan sebelum Ramadan, ratusan orang mengantre makan siang di Masjid Baitul Huda, Kota Bandung, selepas salat zuhur berjamaah.

Sudah sembilan bulan masjid ini menyajikan makan siang untuk para pengunjung masjid yang benar-benar membutuhkan, lintas kelas ekonomi hingga agama.

Apa makna dari seporsi makan gratis?

Seporsi makan siang gratis yang bernilai Rp10.000 itu bagi Asep Sukmana, seorang pengemudi ojek online, merupakan 'bekal'.

Sambil menangis menahan haru, dia berucap, "Bekal kalau sewaktu-waktu dipanggil Allah SWT."

Selama 10 bulan terakhir, Asep harus menggunakan kantong kolostomi untuk menampung kotorannya akibat kondisi kerusakan usus besar yang ia alami. Hal itu juga yang membuat Asep hanya sanggup menerima paling banyak delapan orderan.

Makan gratis di masjid itu seolah memanggilnya untuk menyisihkan waktu beribadah. Dia juga tidak menyangka pihak masjid memberinya bantuan.

"Saya tidak pernah bercerita kepada pihak masjid, tapi suatu saat ketika mereka mengetahui keadaan saya, merekalah yang membantu saya 'menambal' biaya kebutuhan rumah tangga saya," jelas Asep.

'Ini pertama kali saya makan nasi kebuli'

Sementara, bagi Suwarno yang akrab disapa Wawan, kegiatan makan gratis di Masjid Baitul Huda memberinya pengalaman baru.

Pria yang tahun ini berusia 73 tahun itu, setiap hari berjalan kaki selama satu jam menuju masjid.

Beberapa bulan lalu, Wawan untuk pertama kalinya mencicipi nasi kebuli, yang dihidangkan untuk menu makan siang.

"Ternyata rasanya enak, nasinya besar-besar, ayamnya juga. Ini katanya makanannya orang Arab, saya belum ke Makkah, tapi sudah merasakan makanannya di sini," ungkap Wawan yang berharap bisa pergi ke Tanah Suci.

"Jadi, nanti makan nasi kebulinya benar-benar di Arab."

Wujud toleransi antarumat beragama

Sementara, bagi Sugiharto, 62, makan gratis yang dia nikmati di Masjid Baitul Huda adalah bentuk toleransi antarumat beragama.

Sugiharto yang beragama Kristen Protestan, hidup tanpa keluarga dan tidak punya pekerjaan tetap.

"Saya enggak tahu kalau makan gratis itu [syaratnya] harus salat dulu. Saya kan enggak salat, saya Kristen," jelas Sugiarto sambil mengenang beberapa bulan lampau ketika dirinya pertama kali datang ke masjid.

Dia kemudian menjelaskan pada pengurus masjid tentang agama yang dianutnya.

"Setelah itu, malah pengurus membebaskan saya memilih lauk-pauk terlebih dahulu sebelum jamaah masjid," katanya.

Bukan hanya penerima makan gratis yang berasal dari berbagai kalangan. Masjid Baitul Huda juga menerima donasi dari berbagai unsur masyarakat yang mereka galang lewat media sosial.

Pengurus masjid juga kerap mengunggah kegiatan mereka lewat siaran langsung media sosial, seperti di TikTok maupun Instagram, sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap donatur.

Raihan Harada, salah satu penggagas kegiatan 'Masjid Makan Gratis' tidak pernah menyangka, kegiatan yang dimulai dengan 40 porsi makan per hari itu, bisa berkembang menjadi lebihd ari 300 porsi makan gratis setiap harinya.

Raihan menambahkan kegiatan itu ditujukan untuk semua orang tanpa membeda-bedakan asal-usul maupun agama.

Meski demikian, bagi umat Islam, diwajibkan mengaji dan salat sebelum mendapat makan gratis. "Tidak lebih dari 15 menit waktunya, sehabis itu baru boleh makan," ungkap Raihan.

Jamaah yang datang ke Masjid Baitul Huda menyambut positif hal itu.

Pada Ramadan tahun ini, kegiatan makan gratis di Masjid Baitul Huda dialihkan ke masjid-masjid sekitar di Kota Bandung. Raihan menggandeng sejumlah masjid untuk memberikan sekitar 1.000 porsi makan setiap harinya. (*)

Tags : Pangan, Islam, Muslim, Indonesia, Ramadan, Agama ,