SENI BUDAYA - Pemerintah batal memberlakukan harga tiket sebesar Rp750.000 bagi wisatawan domestik untuk naik ke area stupa Candi Borobudur.
"Rencana tiket Candi Borobudur naik dibatalkan untuk tarif masuk bagi khalayak umum sebesar Rp50.000 per orang."
"Intinya tidak ada kenaikan tarif, tetap Rp50.000. Anak-anak pelajar SMA ke bawah tetap Rp5.000," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono kepada media, Selasa (14/06).
Seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Basuki mengatakan tarif masuk untuk khalayak umum tetap sebesar Rp50.000 per orang.
Akan tetapi, sambung Basuki, pemerintah akan memberlakukan kuota masuk, yakni 1.200 orang per hari dengan mewajibkan pengunjung untuk mendaftar secara daring.
"Tapi kuota untuk naik ke candi itu dibatasi, mungkin 1.200 [orang]. Jadi harus daftar online," ujarnya.
Selain itu, Basuki mengungkap rencana bahwa pengunjung harus didampingi pemandu wisata yang sudah terdaftar, serta mengenakan alas kaki yang sudah disediakan.
"Tidak boleh pakai sepatu biasa karena itu mengikis batuan, jadi memang disediakan alas kaki untuk naik ke atas," ujarnya.
Sebelumnya, rencana pemerintah memberlakukan tarif tiket ke area stupa Candi Borobudur untuk pelancong lokal maupun mancanegara ditentang berbagai kalangan, termasuk pengamat pariwisata dan Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia.
Umat Buddha di Indonesia menilai situs bersejarah tersebut hendaknya 'diperkuat dari sisi spiritual-keagamaan di masa mendatang' dan dikembalikan lagi ke fungsi utamanya sebagai tempat peribadatan agama Buddha ketimbang pariwisata.
Itu mengapa mereka meminta perlu ada aturan yang lebih kuat soal siapa saja yang boleh naik ke lokasi paling atas dari candi.
"Seharusnya yang bisa naik ke struktur dan puncak bangunan (arupadhatu) hanya umat Buddha yang sedang melakukan peribadatan seperti pradaksina atau san bu yi bai," kata Pelaksana Harian DPP Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia, Eric Fernando.
Sedangkan terkait pemberlakuan harga tiket, menurut Eric, perlu dikaji ulang.
"Upaya untuk mengkomersialisasi Candi Borobudur dengan pemberlakuan tiket ke wisatawan untuk naik ke struktur dan puncak bangunan (arupadhatu) harus dikaji ulang."
"Jangan sampai pengelolaan Candi Borobudur semakin jauh dari fungsi awalnya untuk peribadatan agama Buddha."
Pengamat pariwisata, Azril Azhari, mengatakan Candi Borobudur sebagai objek wisata dan tempat ibadah umat Buddha harus diperlakukan secara khusus dari tempat pariwisata lainnya.
Mulai dari lokasi mana saja yang boleh dimasuki pengunjung, durasi kunjungan, jumlah pelancong, pengawasan hingga penegakkan hukumnya.
Sejauh pengamatannya empat hal itu tidak diatur dengan jelas dan tegas oleh pihak pengelola.
"Kalau pemerintah bilang membatasi jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 1.200 orang per hari, itu kajiannya dari mana dulu. Coba dibuka. Sebab kalau menurut saya, angka itu terlalu banyak untuk Candi Borobudur," jelas Azril Azhari saat dihubungi lewat sambungan telepon.
Sebelumnya, penelitian yang pernah dilakukan Balai Konservasi Borobudur tahun 2009 menyebutkan jika merujuk pada daya tampung ideal maka jumlah pengunjung yang layak masuk ke kawasan candi hanya 128 orang.
Tujuannya agar wisatawan bisa memperoleh kenyamanan dan secara leluasa dapat menikmati keindahan Candi Borobudur, serta mencermati relief yang dipahat pada dinding candi.
Kajian itu juga menyebutkan kalau tanpa memperhitungkan kenyamanan pengunjung dan kelestarian candi dalam jangka panjang, Candi Borobudur bisa dinaiki oleh 1.391 orang.
Namun kondisi itu akan menimbulkan ketidaknyamanan karena berdesak-desakan dan berpotensi mengancam kelestarian candi dalam jangka panjang.
Kedua, aturan soal seperti apa pergerakan para pengunjung agar tidak membebani bangunan candi, juga perlu dibuat.
"Pengunjung jangan sampai berhenti apalagi duduk di atas stupa. Mereka harus jalan terus. Kalau orang berjalan, bebannya enggak terlalu berat. Kalau berhenti beban ke bawah berat sekali."
Begitu pula terkait durasi kunjungan, agar dibatasi.
"Kalau sekarang tidak ada batasan, dari pagi sampai sore boleh saja di sana. Harusnya dibatasi saja pengunjung hanya boleh sekian jam, jadi ada istirahatnya."
Sayangnya kata Azril, pengawasan terhadap perilaku dan pergerakan pelancong tidak ada yang memantau sehingga kerap terjadi aksi vandalisme.
"Penegakkan hukum di Indonesia itu sangat-sangat rendah."
Itu mengapa, katanya, rencana pemerintah menaikkan harga tiket tidak ada sangkut pautnya dengan upaya menjaga situs warisan dunia tersebut.
"Kita membayar tiket, maka layanan seperti apa yang akan didapat pengunjung? Itu intinya."
"Sekarang kalau tiket masuk Rp50.000 pelayanan sama dengan yang didapat dengan harga tiket Rp750.000 buat apa? Kecuali dengan harga sebesar itu pengunjung mendapat atraksi berupa visual reality tentang sejarah Candi Borobudur, bagus itu."
"Tapi kalau hanya foto, jalan-jalan, jadi berat. Jadi harga segitu equal tidak dengan layanan yang didapat?"
Azril meminta pemerintah belajar pada pengelolaan wisata sekaligus tempat ibadah umat Hindu di Bali seperti Tanah Lot.
Di sana, pengunjung yang masuk ke area pura Tanah Lot atau hanya berkeliling halaman pura, harus memakai kain dan udeng sebagai bentuk penghormatan atau kesopanan.
"Di sana antara agama dan wisata, tidak berbenturan."
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Sri Margana, sepakat bahwa "membatasi kunjungan untuk preservasi heritage yang sudah ribuan tahun umurnya itu baik".
Pembatasan pengunjung juga perlu karena, menurutnya, setiap tahun jumlah wisatawan di Borobudur semakin berjubel di area yang terbatas sehingga pengunjung tidak bisa menikmati kunjungannya dengan nyaman.
Akan tetapi, dia tidak sepakat dengan rencana kenaikan harga tiket bagi wisatawan domestik hingga mencapai Rp750.000.
"Membatasi kunjungan dengan cara menaikkan tiket secara ugal-ugalan itu juga akal-akalan saja, mau melindungi obyeknya tetapi tidak mau berkurang penghasilannya," kata pria yang berfokus pada bidang ilmu sejarah dan arkeologi tersebut.
Ada dua solusi yang dia tawarkan untuk membatasi kunjungan, alih-alih menaikkan harga tiket hingga ratusan ribu rupiah.
"Masih ada cara yang lebih bijak, yaitu dengan membatasi kuota kunjungan, khususnya bagi para pengunjung rombongan dengan melakukan reservasi lebih dulu.
"Atau mengatur aliran pengunjung sedemikian rupa sehingga tidak merusak heritage. Misalnya membedakan tiket bagi mereka yang ingin naik ke candi atau hanya berkeliling di sekitar candi," paparnya.
Rencana peningkatan harga tiket naik Candi Borobudur disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pada Sabtu (04/06).
Saat menyampaikan wacana tersebut di kawasan Candi Borobudur, Luhut menekankan bahwa pembatasan pengunjung perlu dilakukan.
"Kenapa kita lakukan itu, karena rekomendasi dari UNESCO dan pakar, telah terjadi penurunan dan keausan batu (Candi Borobudur)," ucapnya, sebagaimana dikutip Kompas.com.
Luhut memperkirakan tarif baru tiket naik Candi Borobudur berlaku mulai sebulan ke depan.
Balai Konservasi Borobudur tidak dilibatkan soal rencana harga baru tiket
Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati, mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam rencana harga baru tiket naik Candi Borobudur.
"Saya tidak tahu sebenarnya apakah kajiannya sudah ada atau belum. Mestinya ada pembicaraan. Hitungannya bagaimana, kajiannya bagaimana, kami tidak tahu. Kami tidak dilibatkan. Cuma kami menyampaikan dengan adanya pemandu dan sandal [di candi] tentu harganya beda. Tapi harganya naik segitu banyaknya kami tidak tahu," kata Wiwit.
Lepas dari rencana tarif Rp750.000 untuk wisatawan lokal, Wiwit menekankan bahwa pihaknya ingin meninggalkan konsep turisme massal dan menyasar pariwisata yang berkualitas.
"Itu sudah ibaratnya harus segera dilakukan, harga mati itu. Kalau kita tidak segera lakukan, kerusakan akan semakin meningkat," tegasnya.
"Ada pengunjung yang meninggalkan vandalisme atau sampah atau makanan yang terbawa. Ada juga permen karet. Ada relief teratai di bawah yang aus karena diinjak-injak pengunjung yang ingin merogoh stupa," katanya lagi.
Balai Konservasi Borobudur sendiri telah melakukan kajian mengenai daya dukung fisik atau physical carrying capacity Candi Borobudur.
Kata Wiwit, kapasitas ideal kunjungan turis ke Borobudur dalam sehari adalah 1.259 orang. Kunjungan para wisatawan, menurutnya, secara ideal harus ditemani dengan pemandu dan memakai sandal khusus agar tidak merusak struktur candi.
Sebelum pandemi, Borobudur pernah dikunjungi hingga 55.000 orang dalam sehari.
Jika pembatasan kunjungan dilakukan, menurutnya, bisa jadi berdampak positif untuk para pedagang di sekitar kawasan Borobudur—yang tetap terbuka untuk dikunjungi.
"Konsep kami itu Pembatasan dan Penyebaran. Jadi yang tidak bisa naik ke zona satu (candi) nanti bisa diarahkan berkunjung ke kawasan Borobudur, biar masyarakat bisa mendapatkan kesejahteraan juga. Borobudur menjadi magnetnya. Tapi lampu-lampu kecilnya ada di kawasan," tutup Wiwit.
'Terlalu mahal kenaikannya'
Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia, Marsis Sutopo, menilai kebijakan kenaikan harga harus dikaji secara mendalam.
"[Pembatasan kunjungan dengan menaikkan harga tiket] itu bagus buat [kelestarian]) candi. Karena orang jadi berpikir ulang kalau mau naik candi. Tapi bagaimana dengan masyarakat lokal? Pelaku pariwisata lokal?"
Berita mengenai kenaikan harga tiket itu, menurutnya, bisa jadi membuat wisatawan gentar.
"Wisatawan sudah ditembak dulu dengan psikologi harga: 'harganya mahal ya, mending kita nggak usah ke sana, deh." Dan ujung-ujungnya yang rugi adalah warga lokal yang menggantungkan ekonominya pada pariwisata di Borobudur," kata Marsis.
Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (Asita) Jawa Tengah sangat menyayangkan rencana penerapan tarif baru tiket naik kawasan Candi Borobudur.
"Ini terlalu mahal kenaikannya," kata Penasihat Asita Jawa Tengah, Daryono.
Harga kenaikan tersebut, menurut dia, akan sangat memberatkan untuk para wisatawan lokal. Tak hanya itu, kenaikan harga tiket juga diprediksi bakal membuat para pelaku usaha perjalanan wisata mengalami kerugian pasalnya para biro wisata telah memesan tiket destinasi wisata untuk konsumen setahun sebelumnya.
Sebelum menaikkan harga tiket, ia meminta kepada pemerintah untuk mengajak bicara dengan para pemangku kepentingan di sektor wisata dan industri.
"Hendaknya semua stakeholder diajak ngomonglah biar bisa kasih masukan-masukan agar tidak merugikan semua pihak, mulai dari turis lokal, biro perjalanan dan lainnya," kata dia.
Sementara itu, salah satu pedagang asongan kacamata di kompleks Candi Borobudur, Rokhani, juga menyayangkan rencana kenaikan tarif tersebut. Menurutnya kenaikan itu terlalu tinggi dan akan berdampak terhadap penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur.
"Itu kan terlalu mahal dan kami merasa keberatan," keluh perempuan berusia 44 tahun tersebut.
Sedangkan terkait kebijakan tarif tiket pelajar yang tidak mengalami lonjakan tinggi, ia mengaku bahwa keberadaan wisatawan pelajar tidak seperti wisatawan dewasa dalam negeri.
"Kalau untuk siswa kan cuma masa liburan. Sedangkan setiap harinya itu banyak yang domestik dan mancanegara," ujarnya.
Ia pun meminta kepada pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut. Pasalnya, saat ini kondisi kunjungan wisatawan Candi Borobudur sudah mulai normal setelah dua tahun terpuruk karena pandemi.
"Ini baru mau bangkit ekonomi para pedagang kecil di Borobudur, terus nanti kalau naik tarifnya bakal sepi dan ekonomi melemah lagi. Dua tahun nggak ada pemasukan selama pandemi," kata dia.
Wisatawan domestik bakal dikenai Rp750.000
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan pemerintah akan membatasi pengunjung Candi Borobudur dan menerapkan tarif baru tiket naik candi bagi wisatawan asing maupun domestik. Adapun tiket masuk ke kawasan candi akan tetap mengikuti harga yang berlaku.
Menurut Luhut, turis domestik akan dikenai biaya tiket seharga Rp750.000 untuk naik ke candi.
Saat ini, tarif tiket wisatawan lokal dipatok sebesar Rp50.000 untuk usia di atas 10 tahun. Lalu anak usia 3-10 tahun dikenakan tarif masuk Rp25.000, dan anak di bawah tiga tahun tidak dikenakan biaya.
Adapun untuk wisatawan mancanegara, lanjut Luhut, bakal dikenakan tarif US$100 atau setara dengan Rp1.443.000 (kurs Rp 14.400).
Saat ini, wisatawan asing dewasa diharuskan membayar sebesar Rp350.000 dan untuk turis asing anak-anak dikenai biaya Rp210.000.
Sebagai perbandingan, harga tiket masuk Candi Angkor Wat di Kamboja mencapai US$37 (Rp534.000) untuk satu hari; US$62 (Rp894.877) untuk tiga hari; serta US$72 (Rp1,04 juta) untuk tujuh hari.
Sementara itu, harga tiket masuk Tembok Raksasa di China bervariasi, mulai dari 25 yuan (Rp54.000) sampai 65 yuan (Rp140.861).
Luhut: 'Demi menjaga kelestarian kekayaan sejarah'
Dengan kenaikan biaya tiket, Luhut mengaku hendak membatasi jumlah kunjungan wisatawan yang ingin naik ke Candi Borobudur sebanyak 1.200 orang per hari.
"Langkah ini kami lakukan semata-mata demi menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya nusantara," jelas Luhut dalam akun Instagramnya pada Sabtu (04/06).
Selain tiket naik candi yang ditingkatkan, lanjut Luhut, semua wisatawan yang masuk ke Candi Borobudur diwajibkan menggunakan jasa pemandu dari warga lokal.
"Semua turis juga nantinya harus menggunakan tour guide dari warga lokal sekitar kawasan Borobudur, ini kami lakukan demi menyerap lapangan kerja baru sekaligus menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) terhadap kawasan ini," papar Luhut.
"Sehingga rasa tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan salah satu situs sejarah nusantara ini bisa terus tumbuh dalam sanubari generasi muda di masa mendatang," sambungnya.
Jumlah pengunjung Candi Borobudur mulai meningkat akhir-akhir ini setelah sempat menurun drastis pada awal pandemi.
Manajer Umum Taman Wisata Candi Borobudur, Aryono Hendro Malyanto, mengatakan kepada media bahwa jumlah pengunjung cukup signifikan saat Lebaran hari kedua pada Selasa (3/5), yaitu 16.537 pengunjung. Sedangkan pada Lebaran hari pertama, Senin (2/5) jumlah pengunjung mencapai 6.785 orang.
Kemudian pada Rabu (4/5) pengunjung meningkat lagi menjadi 27.332 orang dan puncaknya pada Kamis (5/5) yang mencapai 31.089 orang terdiri dari 31.050 orang wisatawan domestik dan 39 orang wisatawan mancanegara.
Aryono Hendro Malyanto menyebutkan pada 2020 kunjungan wisata ke Candi Borobudur sekitar 990 orang dan tahun 2021 sebanyak 420 orang.
Angka tersebut jauh di bawah angka pengunjung sebelum pandemi, yakni pada 2019 sebanyak 3,8 juta orang. (*)
Tags : Kenaikan Tiket Candi Borobudur Dibatalkan, Tarif Masuk Candi Borobudur, pribadi, Arkeologi, Ekonomi, Seni budaya,