Hukrim   2024/12/19 15:46 WIB

Reynhard Sinaga Setengah Mati Menahan Penderitaan dalam Sel Diserang para Tahanan di Penjara

Reynhard Sinaga Setengah Mati Menahan Penderitaan dalam Sel Diserang para Tahanan di Penjara

HUKRIM - Pihak berwenang mengonfirmasi Reynhard Sinaga menjadi target serangan di balik jeruji besi dalam aksi yang direncanakan para tahanan lainnya. Dia menghabiskan masa hukuman di penjara tersebut minimum 40 tahun sebelum dapat mengajukan permintaan pembebasan.

Reynhard Sinaga diserang tahanan-tahanan lainnya di penjara HMP Wakefield, Yorkshire, Inggris, pada Juli silam menurut Daily Mail. Para sipir penjara menghentikan aksi main hakim sendiri itu.

"Sinaga bersikap arogan dan semua orang membencinya. Dia jelas-jelas menjadi target di penjara karena kejahatan bejatnya," ujar seorang sumber kepada The Sun.

"Dia nyaris menderita luka-luka yang sangat serius. Dia dalam bahaya."

Salah satu tahanan, Jack McRae, yang berusia 32 tahun, telah didakwa dengan percobaan kekerasan terhadap Reynhard. Dia kemudian dipindahkan ke penjara Frankland di Co Durham.

McRae sebelumnya didakwa dengan pelanggaran yang sama terhadap pembunuh anak dan pemerkosa Wilbert Dyce di Wakefield pada tahun 2023.

Reynhard Sinaga, 41 tahun, tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup setelah dinyatakan bersalah pada Januari 2020 atas 159 pemerkosaan yang dilakukan terhadap 48 pria berbeda selama rentang waktu dua setengah tahun selama periode 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.

Reynhard Sinaga tiba di Inggris sebagai mahasiswa pada tahun 2005. 

Tindak kejahatan Reynhard baru mulai tersibak setelah salah satu korbannya terbangun pada 2017.

Pihak berwenang kemudian menemukan berbagai rekaman adegan pemerkosaan yang dilakukan Reynhard dalam ponselnya.

Secara total, klip-klip Reynhard mencapai durasi ribuan jam.

Polisi kemudian menyebut Reynhard sebagai "pemerkosa paling parah dalam sejarah hukum Inggris."

Kepolisian Manchester Raya mengatakan sejak Reynhard dipenjara pada awal Januari 2020, 23 korban lain telah teridentifikasi.

Pihak penyidik meyakini bahwa Reynhard Sinaga secara total telah melakukan kejahatan seksual terhadap 206 pria.

Menanggapi hukuman Reynhard, orang tuanya mengatakan menerima hukuman yang dijatuhkan kepada putra mereka atas tindak perkosaan terhadap 48 orang, kasus terbesar dalam sejarah hukum Inggris.

Menjawab pertanyaan BBC News Indonesia pada 7 Januari 2020, ayah Reynhard, Saibun Sinaga, mengatakan secara singkat, "Saya sudah menerima apa adanya, sesuai dengan perbuatannya. Tak usah lagi dibahas."

Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia, Reynhard berasal dari keluarga mapan yang tinggal di Depok.

Ayahnya adalah seorang pengusaha yang bergerak dalam sejumlah bidang usaha.
'Predator seksual setan' yang 'tidak akan pernah aman untuk dibebaskan'

Pada 6 Januari 2020, dalam vonis di pengadilan Manchester atas 159 kejahatan seksual terhadap 48 pria, Hakim Suzanne Goddard menggambarkan Reynhard sebagai "predator seksual setan" yang "tidak akan pernah aman untuk dibebaskan."

Reynhard dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dengan waktu minimum mendekam di penjara selama 30 tahun sebelum dapat mengajukan permohonan bebas.

Pada pertengahan Oktober 2020, Kejaksaan Agung Inggris mengajukan permohonan hukuman seumur hidup total atau tidak dapat mengajukan permohonan bebas lagi ke Mahkamah Banding.

Jaksa dari Kejaksaan Agung Michael Ellis saat itu mengatakan kasus perkosaan itu menyangkut "kejahatan seksual yang begitu berat".

Pada Desember 2020, Mahkamah Banding Inggris memperberat hukuman seumur hidup terhadap Reynhard Sinaga dengan minimum 40 tahun sebelum dapat mengajukan permintaan pembebasan.

Para hakim banding menolak permintaan hukuman seumur hidup secara total yang tidak pernah diterapkan pada kasus bukan pembunuhan.

Hukuman total seumur hidup tanpa ada hukuman minimal untuk pengajuan pembebasan biasanya dijatuhkan kepada terpidana kasus pembunuhan berat, termasuk pembunuhan berantai, penculikan anak atau kejahatan dengan motif terorisme.
Bagaimana Reynhard Sinaga menjalankan aksinya?

Dalam aksinya—dari Januari 2015 sampai Juni 2017—Reynhard mencari korbannya di luar klab-klab malam, diajak ke apartemennya, dibius dan diperkosa.

Ia memfilmkan aksinya dengan dua telepon selulernya, dan para korban tidak sadarkan diri.

Para korban yang terbangun tidak ingat apa yang terjadi pada mereka.

Reynhard ditangkap setelah seorang korban—seorang pemain rugby—terbangun ketika ia tengah beraksi. Korban inilah yang mengadukannya ke polisi.

Dalam pembelaannya, Reynhard tetap menekankan bahwa apa yang dia lakukan karena suka sama suka walaupun dalam film yang ia buat sendiri, korban terlihat tidur dan tak sadarkan diri.

Para korban mengalami trauma mendalam, dan sebagian "mencoba bunuh diri" akibat tindakan "predator setan" Reynhard.

"Bila tidak ada ibu saya, saya mungkin sudah bunuh diri," kata Simkin mengutip seorang korban, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin, pada 6 Januari 2020.

Pejabat dari unit kejahatan khusus, Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussain, menyebutkan pada Januari 2020 bahwa bukti video perkosaan yang direkam oleh Reynhard sendiri begitu banyaknya seperti layaknya "menyaksikan 1.500 film di DVD."

Hussain juga mengatakan, "Reynhard Sinaga adalah individu bejat, yang mencari sasaran pria yang rentan yang tengah mabuk setelah keluar malam."

Ia menambahkan tindak perkosaan yang dilakukan Reynhard bahkan kemungkinan dilakukannya dalam rentang waktu sekitar 10 tahun.

Modus operandi yang dilakukan Reynhard, menurut Kepolisian Manchester Raya, adalah mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk, atau tersesat di seputar tempat tinggalnya, di kawasan ramai di Manchester, Inggris.

Reynhard kemudian memasukkan obat yang dicurigai adalah GHB -(gamma hydroxybutyrate) obat bius yang menyerang sistem syaraf- dan kemudian memasang kamera melalui dua telepon selulernya dan menyerang korban.

Dalam persidangan terungkap, rekaman tindak perkosaan yang dipertontonkan ke para juri, berdurasi mulai dari sekitar satu jam sampai lebih dari enam jam.

Reynhard juga disebutkan mengambil barang-barang milik korban, termasuk jam, kartu identitas dan mengambil gambar profil akun Facebook dari sebagian besar korban sebagai trofi (kenang-kenangan), kata polisi.

Tags : Kekerasan seksual, LGBT, Kejahatan, Hukum, Indonesia,