Agama   04-06-2025 10:14 WIB

Ribuan CJH Ingin Menunaikan Ibadah Jalur Furoda Gagal Berangkat, Kerugian di Depan Mata

Ribuan CJH Ingin Menunaikan Ibadah Jalur Furoda Gagal Berangkat, Kerugian di Depan Mata

AGAMA - Ribuan Calon Jemaah Haji (CJH) untuk menunaikan ibadah melalui jalur furoda atau haji non-kuota tahun ini pupus, pihak travel juga harus bersiap menerima kerugian.

Gagalnya ribuan CJH furoda disebabkan visa haji furoda tidak diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi karena batas akhir pelayanan.

Kondisi ini menimbulkan dilema besar bagi biro travel penyelenggara haji dan umrah yang terancam merugi hingga ratusan juta rupiah per jemaah.

Meski demikian, penyelenggara tetap berkomitmen mengembalikan dana jemaah secara utuh.

Kerugian di depan mata Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Zaki Zakariya Anshari, menyebutkan bahwa tingkat kerugian yang dialami biro travel sangat tergantung pada strategi manajemen masing-masing.

"Kerugian mungkin akan selalu ada, ya. Kita sudah dengar keluhan-keluhan kawan-kawan penyelenggara. Tetapi masalah rugi tidaknya penyelenggara itu tergantung strategi pengelolaan program haji furoda dan pengalaman penyelenggara itu sendiri,” ujar Zaki, Minggu (1/6).

Zaki memaparkan, setidaknya ada tiga pola manajemen yang biasa diterapkan dalam penyelenggaraan haji furoda.

Pola pertama, travel yang sejak awal membayar penuh atau deposit tiket dan hotel, dengan asumsi visa akan keluar.

Jika visa gagal terbit, kata Zaki, kerugian bisa mencapai Rp 80 juta hingga Rp 100 juta per jemaah karena umumnya uang yang telah dibayarkan hangus.

Pola kedua, biro perjalanan kecil dan kurang berpengalaman cenderung membeli paket dari pihak ketiga. Jika pihak tersebut tidak bertanggung jawab, kerugian bisa mencapai Rp 300 juta per jemaah.

“Ini yang dikhawatirkan saat ini. Model kedua ini kerugian bisa Rp 300 juta per orang,” ucap Zaki.

Adapun pola ketiga adalah travel yang lebih berhati-hati, yakni tidak melakukan pembayaran sebelum visa keluar.

Dalam pola ini, dana jemaah tetap aman dan bisa dikembalikan sepenuhnya jika gagal berangkat.

“Model ketiga tidak ada kerugian sama sekali,” jelas Zaki.

Tetap Kembalikan Dana Jemaah Meski Rugi Kendati berpotensi merugi, Amphuri menegaskan bahwa para penyelenggara tetap bertanggung jawab untuk mengembalikan dana jemaah yang gagal berangkat.

Menurut Zaki, hal ini adalah bentuk komitmen dan perlindungan terhadap hak-hak jemaah.

"Contohnya Khazzanah Tours, travel saya sendiri, bagi pendaftar furoda selalu dibuat MOU. Di antara klausulnya, jika ada kegagalan, uang kembali 100 persen. Hal itu untuk memberi rasa keamanan dan kenyamanan bagi jemaah," tutur Zaki.

Adapun harga wajar paket haji furoda berkisar antara 22.000 hingga 32.000 Dolar AS, sementara untuk paket super VVIP bisa mencapai 50.000 Dolar AS per orang.

Zaki menambahkan, Amphuri tengah mendata anggota yang terdampak dan akan mengirimkan surat edaran guna menginventarisasi kerugian.

Dari situ, akan diketahui pula jumlah jemaah haji furoda yang gagal berangkat. Namun, lanjut Zaki, kegagalan pemberangkatan jemaah furoda tak hanya terjadi pada penyelenggara di bawah Amphuri, tetapi juga asosiasi lainnya.

“Asosiasi lain juga ada yang mendata anggota yang terdampak. Insyaallah nanti kita akan tahu data pastinya,” ucap Zaki.

Berharap Menag tetap upayakan visa haji furoda Di tengah ketidakpastian kondisi saat ini, Zaki berharap Menteri Agama Nasaruddin Umar dapat membantu melobi otoritas Arab Saudi untuk membuka kembali penerbitan visa furoda.

“Kami masih berharap juga support Menteri Agama yang sudah ada di Tanah Suci yang katanya akan berusaha membantu keluarnya visa furoda ini,” harap Zaki.

Dia menyebut masih ada peluang sangat tipis sebelum bandara ditutup pada 2 Juni 2025 alias hari ini. Namun, Zaki juga tetap menyarankan agar masyarakat mulai mempertimbangkan haji khusus sebagai alternatif layanan yang lebih aman.

"Amannya tetap sebaiknya masyarakat memilih Haji Plus atau Khusus kuota pemerintah Indonesia sebagai alternatif pengganti program Furoda atau Mujamalah," ujarnya.

DPR desak pemerintah tak lepas tangan Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania mendesak pemerintah tidak abai terhadap nasib para calon jemaah furoda yang gagal berangkat.

Dia menilai negara tetap harus menjamin dan melindungi hak-hak ibadah warganya.

“Ini bukan hanya soal visa, ini soal amanah dan perlindungan terhadap hak ibadah umat. Negara tidak boleh abai,” tegas Dini, Minggu (1/6).

Dini mengakui bahwa insiden seperti ini sangat jarang terjadi. Namun, dia menilai kejadian kali ini tetap berdampak serius dan perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Oleh karena itu, Dini berharap agar skema haji furoda ditata ulang secara transparan dan akuntabel untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

“Insiden ini menjadi peringatan penting. Skema haji non-kuota harus dikelola secara transparan dan akuntabel karena menyangkut ibadah umat dan nama baik negara,” tegasnya.

Dini juga mengusulkan agar Komisi VIII segera memanggil Kementerian Agama dan otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi serta mendorong penegakan hukum terhadap penyelenggara yang lalai atau menyalahi prosedur.

“DPR RI, melalui Komisi VIII, juga akan memanggil Kementerian Agama dan otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi, serta mendesak penegakan hukum terhadap pihak penyelenggara yang diduga lalai atau menyalahi prosedur,” pungkasnya.

Tak ada informasi baru soal visa haji furoda Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief menegaskan bahwa pemerintah belum mendapatkan informasi apapun soal kemungkinan dibukanya kembali visa furoda.

“Sampai saat ini Kementerian Agama belum mendapat informasi apa pun,” tegas Hilman, Minggu (1/6).

Di sisi lain, lanjut Hilman, fase keberangkatan jemaah haji reguler dari Indonesia telah rampung dengan total 525 kloter diberangkatkan ke Tanah Suci.

Menag Nasaruddin Umar sebelumnya juga telah menjelaskan bahwa penerbitan visa haji furoda sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Arab Saudi.

Pemerintah Indonesia pun tidak bisa ikut campur dalam urusan tersebut. "Iya, kami lagi menunggu (keputusan) Saudi. Itu kan di luar kewenangan kami," ujar Nasaruddin, Kamis (29/5).

Senada dengan Nasaruddin, Ketua Komisi Nasional Haji Mustolih Siradj juga menekankan bahwa visa furoda adalah urusan bisnis antara jemaah dan penyelenggara travel, bukan tanggung jawab negara.

"Visa haji furoda belum juga diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi sampai batas akhir pelayanan. Ini bukan tanggung jawab pemerintah karena berada di luar kuota resmi," kata Mustolih, Jumat (30/5).

Dia menerangkan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi yang terdiri atas 98 persen haji reguler dan delapan persen haji khusus.

Sementara itu, lanjut Mustolih, visa haji furoda yang dikenal sebagai visa mujamalah merupakan jalur undangan yang diurus langsung oleh travel dan tidak masuk dalam kuota nasional.

Dia menilai minimnya transparansi informasi terkait risiko dalam haji furoda dan kebijakan otoritas Arab Saudi yang bisa berubah sewaktu-waktu juga patut menjadi perhatian bersama sebagai faktor penyebab kegagalan.

“Jadi pengaturan lebih lanjut tentang mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda perlu segera dirumuskan agar ada kepastian hukum, dan perlindungan bagi jemaah dari potensi kerugian materiil maupun sosial," pungkasnya. (*)

Tags : Arab Saudi, Kemenag, Haji Furoda, haji 2025, Menag Nasaruddin Umar, haji furoda 2025,