PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Ribuan hektare hutan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Batu Gajah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar jadi kebun sawit.
"PTP Nusantara V yang berubah nama menjadi PTPN IV Sub Holding Palmco Regional III di duga mengusai hutan negara yang telah berubah fungsi jadi kebun kelapa sawit seluas 2.823 hektar," kata Ketua Umum (Ketum) Lembaga Indenpenden Pembawa Suara Tranparansi (INPEST), Ir Marganda Simamora SH M.Si, Jumat (25/10).
'Lahan di Batuh Gajah (HPT) yang sudah berubah jadi kebun sawit itu diperkirakan sudah berumur 15 tahun, terus saja dipanen perusahaan BUMN itu," sebutnya.
"Lahan hutan yang telah digarap sedikitnya 2.823 hektare menjadi kebun kelapa sawit."
"Berdasarkan UU CK No 11 Tahun 2020 pihak perusahaan tidak perlu mengembalikan lahan kawasan tersebut kepada negara, sepanjang dapat melakukan prosedur pinjam pakai sebagaimana diatur pada pasal 110 B," sebut Ganda Mora, nama sapaan hari harinya.
Perusahaan plat merah tersebut dituding tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha [HGU] dalam menjalankan aktivitas operasionalnya di lahan tersebut.
Dia mempertanyakan, apakah perusahaan telah menunaikan kewajiban pajak dan tanggung jawab lain seperti layaknya korporasi perkebunan sawit lainnya.
Tetapi sebelumnya, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) Kabupaten Kampar, Faisal dalam suratnya menyebutkan, BPN Kampar telah menyatakan bahwa PTPN V belum pernah mengurus izin apapun ke BPN Kampar maupun BPN Provinsi Riau.
Selain itu, perusahaan BUMN itu kini sedang mengahadapi gugatan legal standing dari pihak Yayasan Riau Madani yang sudah inkrah, dimana perusahaan harus mengembalikan ke fungsi awal (dihutankan kembali) pada lahan yang sudah berubah fungsi.
INPEST malah menyarankan lahan itu tidak perlu dikembalikan, asalkan pihak perusahaan mengajukan pinjam pakai lahan itu kepada KLHK berdasarkan UUCK Nomor 11 Tahun 2020, pasal 110B.
"Mereka (perusahaan) harus mwmenuhi syarat yaitu, memiliki izin awal, seperti IUP dan membayar denda kerlambatan berupa pajak sesuai dengan UU No 24 Tahun 2021 tentang denda administrasi di kawasan Hutan," sebutnya.
Ganda Mora memperhitungkan denda itu dengan masa produktif dikalikan laba bersih dan dikalikan dengan persentasi tutupan lahan dan dikali dengan luas pelanggaran.
(2.823 X10 X 9.600.000 = Rp271.008.000.000).
"Jadi mereka (perusahaan BUMN) itu harus membayar pajak kerterlanjuran Rp271 miliar lebih," ungkap Ganda.
Ganda menilai, pihak Tim Kemenkopolhukam dan sejumlah pejabat di Riau yakni Pj Gubernur Riau, Kajati Riau, DLHK Riau, Dirut PTPN III [Persero] serta Dirut PTPN IV Sub Holding Palmco harus berkoordinasi dalam hal ini. Jika tidak dilakukan bisa jadi persoalan hukum yang serius dibelakang hari.
Soalnya, kata Ganda lagi, ini berdasarkan putusan hukum gugatan sebuah organisasi lingkungan yang sudah berkekuatan hukum tetap [inkrah], diketahui kalau kebun sawit yang ditinjau oleh Tim Kemenkopolhukam tersebut, merupakan kawasan hutan produksi terbatas [HPT].
"Tidak diketahui dengan jelas dasar PTPN V membangun kebun sawit di kawasan hutan tersebut."
Diketahui, PTPN V telah beraktivitas di kawasan hutan itu sejak 2004. Tetapi mereka sudah mencicipi hasil dihutan negara.
Humas PTPN IV Sub Holding Palmco Regional III, Anggi menyatakan, areal yang ditinjau oleh Tim Kemenkopolhukam pada Jumat pekan lalu adalah seluas 2.535 Ha.
Dari peninjauan lapangan melalui pengecekan koordinat dan dilanjutkan melalui rapat, areal itu mengalami perubahan status menjadi APL, bukan kawasan hutan.
"Hanya sekitar 300 an hektare yang termasuk HPT, namun telah memenuhi kewajiban pelaporan ke KLHK sesuai UU Ciptaker," terang Anggi dihubungi ponselnya melalui Whats App (WA)nya, Kamis (24/10).
Ia mengklaim, perusahaan telah membayar pajak sesuai ketentuan.
"Tentu kami membayar pajak sesuai ketentuan. Seluruh kewajiban pajak kami bayarkan ke kantor pajak. Silahkan dikroscek saja," kata Anggi.
Menyikapi itu Marganda Simamora kembali menilai lahan seluas 2.823 yang di kuasai oleh PTP IV Holding PalmCo semula merupakan konsesi Hutan Produksi Terbatas (HPT).
"Maka perlu dilaksanakan pelaksanaan pembayaran denda admistrasi tersebut kepada negara dan diperbolehkan menguasai lahan kawasan hutan tersebut sepanjang satu periode," sebutnya.
Namun, kata Ganda Mora lagi, sebenarnya lahan tersebut sudah wajib di eksekusi sesuai dengan keputusan MK, pasca ditolaknya PK dari pihak perusahaan. Tetapi sampai saat ini tidak dilakukan pihak penggugat.
Ditambahkannya lagi, yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan adalah melaksanakan amanah Undang-undang Cipta Kerja dan melakukan pembayaran denda administrasi, sebab kalau tidak dilakukan bisa jadi berujung ke persolan hukum lebih serius terkait kerugian negara atas pajak yang ditimbulkan oleh penguasaan hutan negara," sebutnya. (*)
Tags : PTPN IV PalmCo, Ribuan Hektare Hutan di Kampar Jadi Kebun Sawit, Riau, Lingkungan Alam,