Internasional   2020/10/18 13:30 WIB

Ribuan Orang Protes, Raja dan Ratu Dalam Mobil Hanya Lewati Pengunjuk Rasa

Ribuan Orang Protes, Raja dan Ratu Dalam Mobil Hanya Lewati Pengunjuk Rasa
Raja Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida berada dalam mobil melewati pengunjuk rasa.

INTERNASIONAL - Petisi itu berisi seruan agar Raja Maha Vajiralongkorn ditetapkan sebagai persona non grata di Jerman. Polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan demonstran yang sebagian besar terdiri dari aktivis muda yang mencoba memukul mundur dengan payung-payung. Sebagian melemparkan botol plastik, dalam unjuk rasa yang dilakukan di tengah larangan berkumpul.

Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha memperingatkan jam malam mungkin akan diterapkan dan dia tetap menolak seruan untuk mundur. Para pengunjuk rasa juga menuntut reformasi monarki Thailand dengan membatasi kekuasaan raja. Kementerian perekonomian digital menyebutkan konten petisi di Change.org melanggar aturan akta kejahatan komputer Thailand.

Raja Vajiralongkorn dikritik para pengunjuk rasa karena menghabiskan lebih banyak waktu di Jerman sejak mulai bertahta pada 2016. Petisi itu telah diisi oleh sekitar 130.000 penandatangan sebelum diblok oleh pemerintah. Langkah itu dilakukan di tengah protes pro-demokrasi terbesar pertama dalam beberapa tahun terakhir.

'Saya berjuang untuk masa depan saya'

Sekitar 2.000 orang pengunjuk rasa turun ke jalan di pusat kota Bangkok pada Jumat malam, media melaporkan. Mereka membawa slogan bertuliskan "Bebaskan teman-teman kita", merujuk pada lebih dari 40 orang yang ditangkap minggu ini. Kerumunan dengan cepat bertambah, dari beberapa lusin, menjadi ribuan, dipadati oleh komuter yang berhenti untuk bergabung dengan apa yang sekarang menjadi mood pemberontakan nasional dalam perjalanan pulang, lapor wartawan BBC Jonathan Head di Bangkok. Paduan suara umpatan terdengar, ditujukan pada perdana menteri.

Saat polisi mulai bergerak untuk membubarkan massa, para demonstran meneriakkan, "Keluar, keluar!". Polisi menggunakan meriam air. Beberapa pengunjuk rasa mengatakan meriam air itu mengandung bahan kimia yang membuat mata mereka pedih - klaim yang belum diverifikasi secara independen. "Saya harus berjuang untuk masa depan saya," kata seorang pengunjuk rasa berusia 22 tahun seperti dirilis Reuters.

Sebagian besar pengunjuk rasa kemudian bubar. Beberapa orang yang mencoba melawan, ditangkap. Penyelenggara unjuk rasa kemudian meminta massa untuk pulang dan mempersiapkan unjuk rasa massal berikutnya pada hari Sabtu. Juru bicara polisi memperingatkan bahwa pihak berwenang telah "mengeluarkan peringatan terhadap tindakan ilegal".

Dekrit Darurat

Kamis (14/10) lalu, pemerintah Thailand mengumumkan dekrit darurat untuk menanggapi serangkaian protes yang berlangsung di Bangkok, termasuk dengan melarang kerumunan orang lebih dari empat orang dan pembatasan media.

Sekitar 20 aktivis ditangkap.

Sebuah pengumuman yang dibacakan oleh polisi dalam siaran televisi menyatakan "banyak kelompok-kelompok orang telah mengundang, menghasut dan melakukan pertemuan di tempat-tempat umum yang melanggar hukum di Bangkok". Dikatakan langkah-langkah penting diperlukan untuk "menjaga perdamaian dan ketertiban". 

Pengumuman yang ditayangkan di televisi pemerintah itu mengatakan pengunjuk rasa telah "memicu kekacauan dan keresahan publik". Pengumuman itu menyebut bahwa pengunjuk rasa yang menghadang iring-iringan kerajaan pada hari Rabu sebagai alasan keputusan tersebut. Para pengunjuk rasa, yang didorong mundur oleh jajaran polisi, melakukan salam tiga jari yang telah menjadi simbol gerakan protes saat ratu berada di dalam kendaraan yang menelusuri Bangkok. Keputusan darurat itu mulai berlaku pada pukul 04.00 waktu setempat pada hari Kamis (15/10).

Namun tak lama setelah dekrit berlaku, demonstrasi kembali terjadi. Polisi anti huru hara Thailand membubarkan pengunjuk rasa yang berkumpul di luar kantor perdana menteri. Sejumlah pengunjuk rasa mencoba melawan, menggunakan barikade buatan, tetapi mereka didorong mundur. Ratusan polisi terlihat di jalanan-jalanan setelah pengunjuk rasa dibubarkan. Beberapa pengacara Thailand yang menaruh perhatian terhadap isu hak asasi manusia mengatakan tiga pemimpin protes telah ditangkap. Polisi belum mengomentari klaim ini.

Pembatasan terhadap media

Selain membatasi perkumpulan hingga maksimal empat orang, keputusan tersebut membatasi media. Yaitu, melarang "publikasi berita, media lain, dan informasi elektronik yang berisi pesan yang dapat menimbulkan ketakutan atau sengaja memutarbalikkan informasi, sehingga menimbulkan kesalahpahaman yang akan memengaruhi keamanan atau perdamaian nasional dan ketertiban ".

Keputusan itu juga memungkinkan pihak berwenang untuk menghentikan orang-orang memasuki "daerah mana pun yang mereka tunjuk", menurut laporan kantor berita Reuters. Gerakan protes yang dipimpin oleh mahasiswa, yang dimulai pada Juli dan terus berkembang, telah menjadi tantangan terbesar dalam beberapa tahun terakhir bagi penguasa Thailand.

Serangkaian protes selama akhir pekan di ibu kota adalah beberapa yang terbesar dalam beberapa tahun, dengan ribuan orang menentang pihak berwenang untuk berkumpul dan menuntut perubahan. Seruan para pengunjuk rasa untuk reformasi kerajaan sangat sensitif di Thailand, di mana kritik terhadap monarki dapat dihukum dengan hukuman penjara yang lama.

Mengapa ada protes?

Thailand memiliki sejarah panjang soal kerusuhan politik dan protes, tetapi sebuah gelombang baru dimulai pada Februari setelah pengadilan memerintahkan partai oposisi pro-demokrasi yang masih baru terbentuk untuk dibubarkan.

Future Forward Party (Partai Maju Masa Depan) telah terbukti sangat populer di kalangan muda, pemilih pemula dan memperoleh bagian terbesar ketiga dari kursi parlemen dalam pemilihan Maret 2019, yang dimenangkan oleh kepemimpinan militer yang sedang menjabat.

Protes dihidupkan kembali pada bulan Juni ketika aktivis pro-demokrasi terkemuka Wanchalearm Satsaksit hilang di Kamboja, tempat dia berada di pengasingan sejak kudeta militer 2014. Keberadaannya tetap tidak diketahui dan pengunjuk rasa menuduh pemerintah Thailand mengatur penculikannya - sesuatu yang telah dibantah oleh polisi dan pemerintah. Sejak Juli protes yang dipimpin mahasiswa secara rutin terjadi.

Para pengunjuk rasa menuntut agar pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Prayuth, mantan panglima angkatan darat yang merebut kekuasaan dalam kudeta, dibubarkan; untuk konstitusi akan ditulis ulang; untuk pihak berwenang berhenti melecehkan para kritikus.

Apa yang terjadi jelang dekrit?

Sebelumnya, pengunjuk rasa prodemokrasi di Thailand berhadap-hadapan dengan iring-iringan kendaraan yang membawa Maha Vajiralongkorn dan permaisuri Ratu Suthida ketika rombongan melewati pawai umum di ibu kota Thailand, Bangkok pada Rabu (14/10). Namun massa berhasil dipukul mundur oleh barisan kepolisian dan tidak sampai menghentikan iring-iringan itu. Ketika raja lewat, mereka mengangkat salam tiga jari yang telah menjadi simbol gerakan protes.

Mereka menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan menuntut pembatasan kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Protes hari ini digelar bersamaan dengan kunjungan raja ke sebuah upacara Buddha di Ratchadamnoen Avenue, tempat demonstrasi digelar. Biasanya ia menghabiskan sebagian besar waktunya di Jerman dan telah kembali dari negara itu.

Raja tampak duduk di mobil bersama permaisuri Ratu Suthida

Mobil itu melewati massa yang meneriakkan yel-yel dan mengangkat salam tiga jari. Salam tersebut diyakini terinspirasi oleh film-film Hunger Games, yang menggunakan salam itu sebagai simbol persatuan dan penentangan. Pengunjuk rasa sebelumnya berjanji tidak akan memblokir iring-iringan yang membawa raja dan mereka terbukti menepati janji itu.

Protes tandingan dari kelompok baju kuning

Kelompok pendukung raja juga menggelar demonstrasi tandingan untuk menunjukkan dukungan kepada monarki. Mengenakan baju kuning, warna yang digunakan kerajaan, mereka melakukan unjuk rasa di kawasan yang sama dengan kelompok prodemokrasi, walau berada di titik berbeda.

Kedua kelompok dipisahkan oleh barisan polisi

Beberapa pemrotes berbaju kuning terekam menyerang pengunjuk rasa prodemokrasi. Menurut sejumlah saksi mata, pemerintah menyamarkan polisi sebagai pengunjuk rasa pendukung raja. "Kami ingin menunjukkan bahwa kami mencintai raja," kata Sirilak Kasemsawat kepada kantor berita AFP. Ia menuduh gerakan prodemokrasi hendak "menggulingkan" monarki, tuduhan yang selalu ditepis oleh kelompok prodemokrasi.

"Kami tidak meminta mereka dilengserkan, dilupakan atau tidak dihormati," kata Dear Thatcha, seorang peserta unjuk rasa dari kelompok prodemokrasi.

"Kami meminta mereka berubah bersama kami. Negara kita perlu menyesuaikan diri dengan banya hal, dan monarki adalah salah satu isu yang juga perlu disesuaikan," tambahnya.

Seruan reformasi di tubuh kerajaan merupakan isu sangat sensitif di Thailand, dan mereka yang mengkritik monarki dapat dihukum penjara yang lama. Selama beberapa bulan terakhir, protes digelar untuk menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014 dan memenangkan pemilu tahun lalu meskipun hasilnya disengketakan.

Sebagian warga juga mendesak reformasi monarki, meskipun seruan tersebut dapat diperkarakan berdasarkan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang ketat di Thailand. (*)

Tags : Unjuk Rasa di Thailand, Raja Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida,