INTERNASIONAL - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan situasi di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza seperti “zona kematian” setelah mengunjungi fasilitas kesehatan tersebut, menyusul serbuan dan perintah evakuasi oleh militer Israel.
Tim gabungan PBB yang dipimpin oleh WHO melakukan pemeriksaan selama satu jam di kompleks rumah sakit, dan menemukan bukti adanya penembakan. Mereka juga menyaksikan kuburan massal di pintu masuk rumah sakit.
Mereka diberitahu bahwa ada 80 jenazah di rumah sakit tersebut.
Menyusul perintah evakuasi yang dikeluarkan militer Israel, 300 pasien dalam kondisi sangat kritis tetap berada di RS Al-Shifa – yang dulunya adalah rumah sakit terbesar dan tercanggih di Gaza.
Tim WHO mengatakan pihaknya berupaya mengatur evakuasi darurat terhadap pasien dan staf yang tersisa.
Sementara itu, Gedung Putih telah menanggapi laporan di Washington Post yang mengatakan Israel, Hamas dan AS bersepakat untuk membebaskan perempuan dan anak-anak yang ditangkap oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober dengan imbalan lima hari jeda pertempuran.
Seorang juru bicara Gedung Putih mengatakan belum ada kesepakatan yang tercapai, namun pihaknya berupaya keras untuk mencapai kesepakatan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mengesampingkan gencatan senjata penuh dengan Hamas dan mengatakan ia hanya akan mempertimbangkan gencatan senjata sementara sebagai imbalan atas kembalinya sandera yang diculik oleh kelompok tersebut.
Ratusan orang, termasuk sejumlah pasien, meninggalkan rumah sakit Al-Shifa di Kota Gaza pada Sabtu (18/11). Beberapa petugas medis menyebut mereka diperintah untuk meninggalkan rumah sakit tersebut, namun Israel membantahnya.
Banyak di antara mereka tampak berjalan di sepanjang jalan yang dipenuhi puing-puing ketika suara tembakan terdengar.
Lebih dari 12.000 warga Palestina sudah tewas
Secara terpisah, pejabat kesehatan Hamas menyebut dua ledakan di Jabalia yang terletak di bagian utara Gaza telah menewaskan 80 orang.
Israel berkata masih melakukan investigasi untuk memastikan insiden tersebut.
Atas video yang terekam kejadian di sekolah Al-Fakhoura di Jabalia yang menunjukkan banyak orang – termasuk perempuan dan anak-anak – dalam kondisi terluka parah atau terbaring tak bergerak di lantai di beberapa bagian bangunan sekolah tersebut.
Ada lebih dari 20 korban jiwa yang tampak dalam rekaman video tersebut, sekitar setengahnya berada di sebuah ruangan di lantai dasar, yang juga menunjukkan kerusakan parah.
Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mengatakan dia telah melihat “foto-foto mengerikan dan rekaman video yang menunjukkan sejumlah orang meninggal dan terluka” di salah satu sekolah yang dikelola oleh badan itu, yang “menampung ribuan pengungsi”.
“Serangan-serangan ini tak bisa bisa jadi hal yang biasa, ini harus dihentikan,” katanya.
Secara terpisah, kementerian kesehatan Palestina menyebut lebih dari 30 orang yang berasal dari satu keluarga tewas terbunuh di lokasi lain di Jabalia, yang disebut disebabkan oleh serangan Israel.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) belum memberikan komentar atas laporan tersebut, namun mengatakan bahwa pihaknya memperluas operasi di Gaza, termasuk Jabalia, untuk menyasar Hamas.
Kementerian kesehatan Palestina yang berada di bawah kendali Hamas mengatakan korban jiwa di Gaza mencapai 12.300 orang. Lebih dari 2.000 orang dikhawatirkan tertimbun reruntuhan.
Sebelumnya, Direktur Rumah Sakit Al-Shifa mengatakan pihaknya kini kehabisan oksigen dan air sehingga pasien “menjerit karena kehausan”, pada hari kedua operasi militer Israel di fasilitas kesehatan terbesar di Gaza itu.
Muhammad Abu Salmiya mengatakan kondisinya “tragis” di Al-Shifa, yang menampung lebih dari 650 pasien, 500 staf medis, dan 5.000 pengungsi.
Menurutnya, tank-tank Israel mengepung rumah sakit, drone berdengung di atas kompleks bangunan, dan tentara Israel masih bergerak di dalam gedung.
Tentara Israel mengatakan operasi melawan Hamas dilakukan dengan “cara yang bijaksana, terukur, dan menyeluruh”.
Namun seorang jurnalis yang terjebak di dalam rumah sakit, Khader, mengatakan melalui telepon bahwa pasukan Israel "di mana-mana, menembak ke segala arah".
Bagaimana kondisi di dalam RS Al-Shifa pada hari kedua serbuan militer Israel?
Direktur RS Al Shifa, Abu Salmiya, mengatakan pasukan Israel telah meledakkan saluran air utama rumah sakit.
“Operasi penembak jitu terus berlanjut, tidak ada seorang pun yang bisa berpindah dari satu gedung ke gedung lainnya, dan kami kehilangan komunikasi dengan rekan-rekan kami,” katanya.
Pada Kamis 16 November 2023, Khader mengatakan bahwa pasukan Israel telah "menyerbu semua bagian RS", menghancurkan bagian selatan tembok gedung, dan puluhan mobil.
Sebelum saluran telepon Khader terputus, dia juga mengatakan bahwa buldoser lapis baja telah didatangkan Israel ke RS Al-Shifa.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan bahwa buldoser Israel “menghancurkan bagian pintu masuk selatan” kompleks RS.
Pada saat yang sama, terdapat laporan mengenai pemadaman telepon dan internet besar-besaran di Gaza yang diyakini disebabkan oleh perusahaan telekomunikasi kehabisan pasokan bahan bakar.
Sejak Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan serangan terhadap Al-Shifa pada Rabu (15/11) pagi, mereka telah merilis beberapa foto dan video yang mereka klaim sebagai senjata dan peralatan Hamas.
Pada Kamis (16/11), militer Israel mengatakan mereka telah menemukan "lubang terowongan operasional dan kendaraan yang berisi senjata dalam jumlah banyak".
Akan tetapi, Menteri Kesehatan Palestina. Mai Al-Kaila mengatakan bahwa dia belum melihat bukti adanya pusat komando Hamas di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza.
Dia menegaskan bahwa pasukan Israel "perlu menunjukkan" bukti.
"Rumah Sakit harus dilindungi dan digunakan untuk melaksanakan... tugas profesional. Namun Rumah Sakit Al-Shifa telah berada di bawah pengepungan Israel selama lima hari, jadi jika ada markas Hamas [di sana], mereka perlu menunjukkannya kepada kami," kata Al-Kaila.
Pada Kamis (16/11) malam, IDF mengumumkan bahwa jenazah salah satu sandera telah ditemukan di dekat Al-Shifa.
IDF mengidentifikasi korban bernama Yehudit Weiss, yang diklaim telah diculik dari rumahnya di Be'eri - sebuah kibbutz di Israel selatan.
IDF mengatakan tentara mereka melanjutkan operasi “kompleks” melawan Hamas di rumah sakit.
“Tentara terus bergerak dari satu gedung ke gedung lainnya, mencari di setiap lantai, sementara ratusan pasien dan staf medis masih berada di kompleks tersebut,” kata seorang pejabat militer Israel dalam laporan terbarunya pada Kamis (16/11) malam.
Pejabat tersebut mengulangi klaim IDF bahwa terdapat "infrastruktur teroris yang tersembunyi di kompleks tersebut".
Hamas berulang kali membantah bahwa anggotanya beroperasi di dalam rumah sakit.
Pada hari Kamis (16/11), Osama Hamdan, pemimpin paling senior Hamas di Libanon, mengejek klaim Israel, dengan mengatakan bahwa semua senjata telah dibawa dan ditaruh di RS Al-Shifa oleh orang Israel.
Kesaksian jurnalis pada hari pertama serbuan tentara Israel di RS Al-Shifa
Pada hari pertama serbuan tentara Israel, Rabu (15/11), Khader Al-Zaanoun, warga Gaza sekaligus jurnalis yang berada di rumah sakit tersebut, berkata kepada wartawan BBC, Rushdi Abu Alouf bahwa tentara Israel “menguasai penuh” RS Al-Shifa.
Ia mengatakan sekitar 100 tentara komando telah memasuki bangunan utama rumah sakit pada malam hari, dan enam tank juga berada di area rumah sakit
“Mereka memasuki unit gawat darurat utama, beberapa tentara mengenakan masker dan berteriak dalam bahasa Arab 'jangan bergerak, jangan bergerak'."
Pasukan Israel kemudian menggeledah kamar demi kamar dan lantai demi lantai. Mereka menginterogasi semua staf rumah sakit dan para pasien sembari didampingi tenaga medis dan penerjemah bahasa Arab.
Melalui pengeras suara, militer Israel meminta semua pria berusia antara 16 dan 40 tahun meninggalkan gedung rumah sakit, kecuali bagian bedah dan gawat darurat, dan pergi ke halaman rumah sakit.
Menurut Khader, tentara Israel melepaskan tembakan ke udara untuk memaksa mereka yang masih berada di dalam untuk keluar.
Dia juga mengatakan mereka telah memasang alat pemindai dan meminta semua orang untuk melewatinya.
Muhammad Zaqout, direktur jenderal RS Al-Shifa, juga memberikan penjelasan tentang bagaimana serangan itu terjadi.
Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, dia mengatakan “tidak ada satu peluru pun” yang ditembakkan – karena “tidak ada perlawanan atau tahanan” di dalam.
Namun, menurut Dr Marwan Abu Saada, kepala bedah di rumah sakit Al-Shifa, militer Israel menyebabkan “kehancuran besar” di unit radiologi.
“Tentara Israel menyerbu departemen radiologi di gedung bedah subspesialisasi,” katanya.
“Mereka mengisolasi laki-laki di satu ruangan dengan tangan terikat dan melakukan penghancuran besar-besaran pada CT [pemindai], dan juga pada mesin MRI dan beberapa [USG] serta furnitur.
“Dua orang dari tim pemeliharaan gedung telah ditangkap.”
Selang 14 jam kemudian, BBC mendapat laporan bahwa pasukan Israel mulai mundur.
IDF kemudian merilis sebuah video pada Rabu (15/11) malam yang mereka klaim menunjukkan senjata dan peralatan yang disembunyikan oleh Hamas di di berbagai bagian rumah sakit.
Israel klaim 'operasi yang ditargetkan' terhadap Hamas
Militer Israel mengatakan pada Selasa (14/11) malam bahwa pasukannya sedang melakukan “operasi yang ditargetkan terhadap Hamas di area tertentu di Rumah Sakit Al-Shifa”.
Mereka menggambarkan tindakan tersebut sebagai “kebutuhan operasional” berdasarkan “informasi intelijen”, dan menyerukan “teroris Hamas” di rumah sakit untuk menyerah.
Pada Rabu (15/11) pagi, IDF mengatakan saat memasuki RS Al-Shifa, pasukannya menghadapi serangan menggunakan bahan peledak dan melawan “regu teroris”.
Tidak ada baku tembak yang terjadi di dalam rumah sakit dan tidak ada perselisihan antara tentara dan orang-orang di sana, kata pejabat militer Israel.
Radio tentara Israel melaporkan bahwa pasukan sejauh ini belum menemukan tanda-tanda adanya tawanan yang disandera oleh Hamas dalam serangan 7 Oktober.
Penyerbuan terhadap rumah sakit tersebut terjadi tak lama setelah AS secara terbuka mendukung - untuk pertama kalinya - klaim Israel bahwa Hamas memiliki infrastruktur di bawah RS Al-Shifa.
Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan AS memiliki informasi intelijen, yang diperoleh dari berbagai sumber, yang menunjukkan bahwa Hamas menggunakan rumah sakit di Jalur Gaza dan terowongan di bawahnya untuk menyembunyikan operasi militer dan menyandera.
“Hamas dan anggota Jihad Islam Palestina mengoperasikan pusat komando dan kendali dari al-Shifa di Kota Gaza,” katanya, seraya menambahkan bahwa hal itu menunjukkan betapa menantangnya operasi Israel – karena Hamas “telah tertanam kuat di dalam masyarakat sipil”.
Namun Dr Ahmed Mokhallalati, seorang ahli bedah plastik di RS Al-Shifa yang dihubungi oleh BBC, bersikeras bahwa hanya ada warga sipil di rumah sakit tersebut dan mengatakan dia belum pernah melihat satupun senjata di dalam rumah sakit, atau kehadiran Hamas.
Dia mengatakan ada terowongan di bawah setiap bangunan di Gaza, termasuk RS Al-Shifa.
Dalam video yang dirilis pada Rabu (15/11) malam, militer Israel mengeklaim menemukan senjata dan peralatan yang disembunyikan oleh Hamas di di berbagai bagian RS Al-Shifa.
Video berdurasi tujuh menit itu memperlihatkan juru bicara IDF, Jonathan Conricus, berjalan melalui ruangan berbeda di bagian MRI.
Conricus mengatakan apa yang ditemukan pasukan Israel menunjukkan bahwa "Hamas secara sistematis menggunakan rumah sakit dalam operasi militer mereka".
Conricus juga menunjukkan senapan AK47 yang ditemukan di belakang pemindai MRI.
Dia menunjukkan tiga tas yang katanya adalah "tas" militer.
Ada pula "granat aktif, amunisi, rompi tempur dengan lambang" dan juga rompi militer dengan emblem hijau di atasnya, yang menurutnya merupakan nama sayap militer Hamas.
Conricus juga menunjukkan sebuah laptop yang menurutnya ditemukan di ruang MRI.
Dia menunjukkan foto yang menurutnya ditemukan di laptop. Foto itu, menurutnya, adalah tentara Israel Pte Ori Megidish yang disandera di Gaza tetapi kemudian dibebaskan oleh pasukan Israel.
BBC belum memverifikasi lokasi video atau klaim yang dibuat di dalamnya - meskipun kami berupaya memberikan informasi lebih rinci kepada Anda.
Mark Regev, yang merupakan penasihat senior Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa dia yakin "semakin banyak materi" dari apa yang dia klaim sebagai jaringan bawah tanah Hamas di bawah RS Al-Shifa.
Regev melanjutkan dengan mengatakan kepada program Newshour BBC di World Service bahwa operasi militer di rumah sakit itu dibenarkan:
“Hukum internasional secara khusus mengatakan bahwa ketika musuh Anda menggunakan lokasi kemanusiaan seperti rumah sakit untuk mesin militernya, maka Anda dapat menargetkan situs tersebut… Ini tidak berarti Anda melakukannya dengan enteng atau tidak bertanggung jawab, tetapi berdasarkan hukum internasional, mereka kehilangan kekebalannya.”
Bassem Naim, seorang pejabat senior Hamas, mengatakan kabar terbaru yang disampaikan militer Israel "konyol dan tidak berharga".
Adapun klaim Israel bahwa mereka memiliki pusat komando di bawah RS Al-Shifa adalah “kebohongan dan propaganda murahan”.
Bassem Naim menambahkan bahwa Hamas tidak dapat mengesampingkan bahwa tentara Israel "membawa senjata dan menempatkannya di kompleks Al-Shifa".
Dia mengatakan tujuan Israel adalah untuk “menekan” rumah sakit dan pusat kesehatan serta menggusur penduduk Gaza. Kini, menurutnya, 25 rumah sakit di wilayah tersebut kini tidak dapat digunakan karena “pengeboman, pengepungan dan penghancuran”.
Situasi kemanusiaan memburuk
Pertempuran sengit dilaporkan terjadi di sekitar RS Al-Shifa selama berhari-hari sehingga menjebak pasien, staf, dan pengungsi yang mencari perlindungan di sana.
Dr Ahmed Mokhallalati, seorang ahli bedah plastik di RS Al-Shifa, mengatakan bahwa rumah sakit tersebut kekurangan listrik, oksigen dan air.
Pada Selasa (14/11), operasi penting telah dilakukan tanpa anestesi yang tepat dan pasien “menjerit kesakitan”. Para dokter tidak dapat membantu satu pasien yang mengalami luka bakar karena kurangnya peralatan termasuk ventilator dan harus “membiarkannya meninggal”.
Tidak ada operasi yang dapat dilakukan pada Rabu (15/11), kata dokter Ahmed.
Sementara itu, enam bayi prematur telah meninggal dalam beberapa hari terakhir dan dokter Ahmed khawatir akan lebih banyak bayi yang meninggal karena kekurangan oksigen dan kekurangan tenaga listrik.
Militer Israel mengeklaim pasukannya menyediakan inkubator, makanan bayi, dan pasokan medis ke rumah sakit.
“Mengapa mereka tidak bisa dievakuasi?” kata dokter Ahmed tentang bayi-bayi di rumah sakit. “Di Afghanistan mereka mengevakuasi kucing dan anjing.”
“Di manakah ICRC [Palang Merah]?” dia menambahkan. "Di mana pemerintah Inggris dan Amerika? Apakah semua orang hanya menunggu kita semua mati di sini dan kemudian mengatakan kita adalah 'orang baik'?"
Meskipun Israel sebelumnya menyatakan siap mengizinkan staf dan pasien untuk dievakuasi, warga Palestina mengatakan pasukan Israel melepaskan tembakan ke arah mereka dan terlalu berbahaya untuk memindahkan pasien yang rentan.
Para saksi menggambarkan kondisi yang mengerikan di dalam rumah sakit, dengan banyak keluarga yang kekurangan makanan atau air dan tinggal di koridor dan bau mayat menguar di udara.
Sebelum penyerbuan, Israel mengatakan pihaknya tidak menargetkan rumah sakit secara langsung namun mengakui adanya "bentrokan" di sekitar RS Al-Shifa dan fasilitas lainnya dalam beberapa hari terakhir.
Ketika dimintai komentar mengenai operasi Israel tersebut, Gedung Putih mengatakan warga sipil dan pasien harus dilindungi dan mereka tidak ingin "melihat baku tembak di rumah sakit di mana orang-orang yang tidak bersalah...berusaha mendapatkan perawatan medis yang layak mereka dapatkan".
Martin Griffiths, wakil sekretaris jenderal PBB untuk urusan kemanusiaan mengatakan: "Perlindungan terhadap bayi baru lahir, pasien, staf medis dan semua warga sipil harus berada di atas segalanya”.
Dalam pernyataan video terpisah, Griffiths mengatakan dia memahami bahwa Israel ingin menemukan pemimpin Hamas namun perhatian utama lembaganya adalah kesejahteraan orang-orang di RS Al-Shifa.
“Hamas tidak boleh, tidak boleh, menggunakan tempat seperti rumah sakit sebagai tameng atas kehadiran mereka,” katanya.
"Saya memahami kekhawatiran Israel dalam upaya mencari kepemimpinan Hamas. Itu bukan masalah kami. Masalah kami adalah melindungi rakyat Gaza dari apa yang didatangi mereka," tambahnya.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “sangat prihatin dengan dampaknya terhadap orang-orang yang sakit dan terluka, staf medis, dan warga sipil”.
Warga Palestina yang melarikan diri dari Kota Gaza membawa beberapa barang bawaan saat mereka berjalan di sepanjang jalan menuju wilayah selatan pada 18 November 2023
Sekitar 200 pasien telah dievakuasi dari Rumah Sakit Indonesia di Gaza menyusul serangan Israel yang menewaskan 12 orang, pada Senin (20/11).
Juru bicara Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan kepada kantor berita AP dan AFP bahwa para pasien diangkut menggunakan bus ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Jalur Gaza bagan selatan. Palang Merah juga turut membantu mengevakuasi 400 pasien lainnya.
Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Marwan Al-Sultan, mengatakan bahwa masih terdengar penembakan di area tersebut.
Marwan meyakini serangan itu berasal dari pasukan Israel.
Sedangkan, militer Israel mengatakan mereka mendapat serangan “dari dalam” rumah sakit dan membalas, namun bersikeras bahwa mereka tidak menembakkan peluru ke arah rumah sakit.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut serangan terhadap rumah sakit tersebut “mengerikan”.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Kesehatan di bawah kendali Hamas, Ashraf al-Qudra, juga mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa puluhan orang terluka akibat serangan udara tersebut.
Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, Israel berusaha untuk "menghentikan layanan Rumah Sakit Indonesia sepenuhnya".
Menyusul serangan tersebut, tank-tank Israel telah bergerak ke Rumah Sakit Indonesia yang berlokasi di Gaza utara.
Beberapa waktu lalu, Dokter Marwan menuturkan bahwa tentara Israel sudah ada sekitar 20 meter dari gedung tersebut.
Dia mengaku mendengar suara tembakan di sekitarnya, serta unit perawatan pascaoperasi di rumah sakit tersebut telah diserang.
Namun pernyataan terbaru militer Israel tidak menyinggung penyerbuan di dekat rumah sakit tersebut.
“Pasukan IDF [Pasukan Pertahanan Israel] terus beroperasi di Jalur Gaza, mengarahkan pesawat untuk menyerang teroris, infrastruktur teroris, dan menemukan lokasi senjata dan peralatan militer," bunyi pernyataan IDF.
Tiga komandan Hamas disebut telah terbunuh, menurut klaim IDF.
Sementara itu, pemerintah Indonesia menyatakan "mengutuk sekeras-kerasnya" serangan Israel ke RS Indonesia yang menewaskan warga sipil.
"Serangan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Beijing, China.
Terdapat tiga relawan MER-C asal Indonesia yang bertugas di RS Indonesia. Namun baik MER-C maupun Kementerian Luar Negeri RI "masih hilang kontak" dengan ketiganya.
MER-C, sebagai organisasi yang mengelola kebutuhan dan pelayanan medis di Rumah Sakit Indonesia, mengatakan serangan Israel di rumah sakit tersebut dimulai pada Senin pagi waktu setempat.
Manajer lapangan RS Indonesia di Gaza, Nur Ikhwan Abadi mengatakan pasukan Israel menyerang secara langsung rumah sakit dari arah utara.
"Serangan ini menyasar ke lantai tiga Rumah Sakit Indonesia, menyebabkan informasi sampai saat ini, 12 orang syahid (meninggal dunia), dan beberapa lainnya luka-luka," kata Nur Ikhwan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/11).
Menurut Nur Ikhwan, lantai empat RS Indonesia "sudah bolong" karena diserang oleh mortal Israel.
"Serangan di lantai empat ini memang dekat dengan ruangan ICCU, dan para tenaga kesehatan tidak bisa mengevakuasi pasien yang ada di ICCU di lantai tiga, karena setiap ada pergerakan di dalam rumah sakit, Israel langsung menembak secara langsung ke dalam Rumah Sakit Indonesia," jelas Ikhwan.
Ikhwan mengatakan terdapat sekitar 700 pasien yang tengah dirawat serta tenaga medis di rumah sakit tersebut.
Selain itu, terdapat sekitar 5.000 pengungsi di RS Indonesia, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
"Tidak ada alasan kuat Israel menyerang karena di dalam Rumah Sakit Indonesia terdiri hanya pasien-pasien yang sedang dirawat, dan banyak pengungsi yang tinggal adalah wanita dan anak-anak," tuturnya.
MER-C menyatakan "mengutuk sekeras-kerasnya" serangan terhadap rumah sakit ini.
"Ini merupakan bentuk persahabatan dan persaudaraan rakyat Indonesia dengan Palestina, pada hari ini diobrak-abrik, dirusak oleh Israel, dan ini sangat melukai rakyat Indonesia sebagai donatur abadi, pendukung abadi perjuangan rakyat Palestina," kata Ketua Presidium MER-C, Dokter Sarbini Abdul Murad.
MER-C juga mendesak agar gencatan senjata segera diberlakukan di Gaza. Mereka juga meminta dunia internasional mendesak Israel untuk menghentikan serangannya.
MER-C mengatakan terdapat tiga relawan asal Indonesia yang masih bertugas di Rumah Sakit Indonesia.
Menurut Sarbini, pihaknya belum bisa berkomunikasi langsung dengan ketiga relawan hingga Senin (20/11) sore.
"Tapi menurut informan-informan dan jaringan kami di sana, ketiga relawan MER-C Insha Allah dalam keadaan sehat, ada beberapa foto yang dikirim kepada kami untuk membuktikan bahwa relawan kami dalam keadaan sehat dan mereka ada di Rumah Sakit Indonesia," papar Sarbini.
Sampai saat ini, belum ada rencana mengevakuasi ketiga relawan tersebut karena situasinya "tidak mudah". Rumah Sakit Indonesia berjarak sekitar 40 kilometer dari pintu evakuasi di Rafah.
Namun MER-C menyatakan membuka semua opsi yang ada.
Sejak pekan lalu, Sarbini mengatakan Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza lumpuh setelah pasokan bahan bakar dan persediaan obat-obatan habis.
Kendati begitu para tenaga medis tidak akan meninggalkan rumah sakit meskipun telah berkali-kali nyaris terkena serangan roket oleh militer Israel.
Itu mengapa dia dan pengamat Timur Tengah, Tia Mariatul Kibtiah, meminta pemerintah Indonesia lebih aktif melakukan diplomasi ke negara-negara yang 'menyokong' kedua belah pihak agar melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan.
Sebab bagaimanapun, menurut Tia, rumah sakit tersebut adalah simbol wajah Indonesia sebagai negara yang tak boleh diperlakukan semena-mena.
Adapun Presiden Jokowi dijadwalkan terbang ke Arab Saudi untuk berunding dengan negara-negara OKI sebelum menemui Presiden AS, Joe Biden, untuk mendesak penghentian perang.
Kepala Presidium MER-C, Dr Sarbini Abdul Murad, mengatakan serangan kembali dilancarkan militer Israel ke area sekitar RS Indonesia pada Kamis (09/11) malam.
Serangan udara jet tempur itu membuat beberapa plafon bangunan ambruk. Jendela dan lemari yang terbuat dari kaca juga pecah.
"Bangunan rumah sakit masih utuh, hanya bagian dalam yang rusak karena getaran roket militer Israel sangat kencang," ujarnya kepada BBC News Indonesia, Jumat (10/11).
Sasaran dari serangan tersebut, lanjut Sarbini, adalah kamp-kamp pengungsian yang jaraknya tak lebih dari 100 meter dari rumah sakit.
Ia menduga serangan berkali-kali ini dimaksudkan untuk meneror warga yang berlindung di rumah sakit agar pindah. Dengan begitu militer Israel bisa 'mengeksekusi' RS Indonesia -yang diklaim sebagai tempat berlindung kelompok Hamas.
"Tapi karena masyarakat berlindung di sana, nggak bisa diserang sebab akan banyak sekali jatuh korban. Jadi mereka [militer Israel] melakukan serangan dan teror ke area yang paling dekat dengan rumah sakit."
Saat ini RS Indonesia tak hanya diisi oleh pasien yang membutuhkan perawatan, tetapi warga sekitar yang mencari perlindungan. Mereka memadati tiga lantai rumah sakit beserta halaman depan.
Para dokter dan perawat, menurut Sarbini, tak mungkin mengusir mereka lantaran rumahnya sudah tidak aman.
Sementara untuk merawat korban luka, dokter di sana hanya bisa berbuat seadanya.
"Contoh kalau ada yang luka dibersihkan dengan air seadanya, bukan cairan khusus, lalu ditutup perban. Jadi bukan standar normal dijahit. Tidak memenuhi standar dan dilakukan dengan keterbatasan," ungkapnya.
"Banyak pasien infeksi karena [perawatan] tak sesuai standar."
Dia juga mengatakan pasokan bahan bakar yaitu solar sudah habis. Begitu juga dengan persedian obat-obatan, makanan, minuman menipis.
Para staf medis, kata Sarbini, terpaksa melakukan penghematan yang luar biasa.
Situasi seperti ini membuat rumah sakit lumpuh.
"Ya lumpuh, pasokan bahan bakar untuk listrik tidak ada, obat ludes... tapi mereka tetap mencoba melakukan yang terbaik. Kalau tidak ada lampu, pakai senter atau dilakukan di siang hari."
RS Indonesia sudah berkali-kali kena serangan
Sebagai gambaran, RS Indonesia yang terletak di Bait Lahiya, Kegubernuran Gaza Utara, Jalur Gaza, Palestina adalah salah satu yang terbesar.
Sarbini menyebut rumah sakit ini setara dengan RS Fatmawati di Jakarta.
Bangunannya memang dirancang tebal sehingga kuat terhadap guncangan.
Bangunan RS Indonesia terdiri dari lima lantai dan mampu menampung 130 pasien. Jumlah tenaga medis yakni dokter dan perawatnya sekitar 800 orang.
RS Indonesia ini dibangun pertama kali pada Mei 2011 dari sumbangan masyarakat Indonesia yang digalang oleh MER-C. Dana yang terkumpul mencapai Rp126 miliar.
Pada 2015 rumah sakit ini diresmikan oleh mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dan menjadi tumpuan bagi warga Palestina selain RS Al-Shifa.
"RS Indonesia sangat penting keberadaannya, dalam kondisi normal dan tidak pun. Dulu masyarakat kalau berobat harus ke Al-Shifa yang lokasinya jauh. Sekarang cukup ke RS Indonesia dengan fasilitas terbaik."
"Perlengkapannya bukan kaleng-kaleng."
Karenanya, dia mengatakan kalau sampai RS ini kolaps akibatnya sangat fatal. Sebab rumah sakit ini satu-satunya tumpuan setelah RS milik negara lain hancur lebur kena serangan.
Sebelumnya, RS Indonesia pernah mengalami beberapa kali penyerangan dan pengeboman yang mengakibatkan dua orang tewas dan sejumlah orang lain luka-luka pada November 2011.
Pada tahun 2021, RS Indonesia kembali mendapat serangan dari serbuan Israel ke Gaza. Untungnya, serangan Israel tidak melukai staf medis dan pasien.
Bantuan tak bisa masuk ke Gaza
Sarbini berkata bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina maupun rumah sakit sebetulnya ada, namun dicegat Israel sehingga tak bisa masuk ke wilayah utara Gaza.
Pasalnya pintu perbatasan di Rafah sudah ditutup sehingga pergerakan tertahan.
Dia berharap kedua belah pihak mau melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan. Tanpa itu, maka korban akan semakin berjatuhan.
Dalam perkembangan terbaru sejak konflik pecah Oktober lalu, RS Indonesia mencatat jumlah korban meninggal yang dilarikan ke sana mencapai 1.784 orang dan 4.666 orang dirawat.
Hingga kini, masih ada ratusan orang dirawat inap di RS Indonesia.
Pengamat Timur Tengah yang juga Dosen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, Tia Mariatul Kibtiah, berkata RS Indonesia adalah wajah pemerintah Indonesia yang tak boleh diperlakukan semena-mena.
Karena meskipun dibangun dari sumbangan masyarakat, tapi banyak kalangan internasional menganggapnya bantuan pemerintah. Apalagi memakai nama negara.
Itu mengapa, menurut Tia, pemerintah tidak cukup hanya mengeluarkan pernyataan 'mengecam atau mengutuk' serangan yang dilancarkan militer Israel ke area sekitar RS Indonesia.
"RS Indonesia digempur mau ditaruh dimana muka Indonesia? Ini persoalan kehormatan negara, harusnya bersikap yang tegas," ujar Tia kepada BBC News Indonesia, Jumat (10/11).
"Saya kecewa luar biasa kepada pemerintah Indonesia, kalau mengutuk doang nggak didengar," sambungnya
"Saya ingin pemerintah setidaknya berkontribusi nyata lah. Jangan hanya bersuara di PBB, kalau RS Indonesia digempur apa yang akan dilakukan? Mengecam saja?"
Tia meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi dengan negara-negara yang menyokong kedua belah pihak agar mau menghentikan 'bantuan' mereka dan melaksanakan gencatan senjata.
Misalnya menggunakan pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden AS, Joe Biden, nanti untuk memaksa AS menghentikan perang.
Sebab jika RS Indonesia lumpuh menandakan posisi Kota Gaza semakin lemah dan akan makin mustahil terjadi dialog antara kedua belah pihak.
Dia juga memperkirakan eskalasi konflik semakin panas. Kota Gaza akan digempur habis-habisan.
"Saat 2007, pihak Israel tidak ada korban jatuh saja, korban di Gaza ribuan. Sekarang di Israel ada korban seribuan lebih kebayang kan balasannya akan seperti apa?"
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Lalu Muhammad Iqbal, menyatakan Indonesia mengutuk keras serangan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.
"Indonesia sekali lagi mengutuk serangan-serangan biadab terhadap warga dan objek sipil, khususnya fasilitas-fasilitas kemanusiaan di Gaza," tuturnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Arab Saudi.
KTT itu disebut akan membahas konflik Israel dengan Hamas.
Jokowi akan terbang ke Arab Saudi terlebih dahulu pada Jumat (10/11). Di sana, ia akan berunding dengan negara-negara OKI sebelum menemui Presiden AS, Joe Biden untuk mendesak penghentian perang.
"Dari hasil OKI nanti saya akan diutus untuk menyampaikan kepada Presiden Joe Biden agar perang di Hamas-Israel bisa disetop, bisa segera dihentikan," kata Jokowi di Purwakarta, Kamis (9/11).
Kendati begitu, dia belum mau membeberkan poin-poin yang akan disampaikan ke Biden. Namun, ia memastikan posisi Indonesia yang akan selalu membela Palestina.
Adapun soal bantuan kemanusiaan untuk Palestina, katanya, akan dikirim secara estafet.
"Mungkin nanti kedua, ketiga, keempat, kelima saya kira terus akan kita ajak masyarakat untuk membantu saudara kita yang ada di Palestina, di Gaza utamanya," ujarnya seperti dirilis BBC. (*)
Tags : Israel-Palestina, Militer, Timur tengah, Israel, Palestina, Israel-Palestina, Amerika Serikat, Politik, Militer, Timur tengah, Israel, Palestina, PBB,