"PT Surya Dumai Group (SDG) disebutkan suka bohongi rakyat dalam aksinya mengembangkan bisnis perkebunan sawit yang berakhir secara permanen dan menahun sudah merugikan negara"
erebaknya informasi yang semakin viral lahan kebun kelapa sawit PT Surya Dumai Grup (PT SDG) First Resources di luar Hak Guna Usaha (HGU) seluas lebih kurang 75.000 hektare (Ha) masih menjadi sorotan DPP lembaga swadaya masyarakat (lsm) Perisai Riau.
Perisai Riau mendukung ketegasan Kejaksaan Agung RI menindak PT Duta Palma Grup (DPG) tetapi Ia juga minta 75.000 Ha kebun sawit SDG perlu diusut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, kata Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH seperti dirilis detakindonesia.co.id.
Sunardi mendukung ketegasan Kejaksaan Agung RI menindak PT Duta Palma Grup (DPG) kemarin itu yang telah mengumumkan kerugian negara dalam bentuk keuangan dan perekonomian terkait kasus korupsi kegiatan usaha DPG menjadi Rp104,1 triliun.
Lantas Iapun mengadukan tentang luasan lahan 75.000 Ha kebun sawit yang 'dikuasi' SDG untuk segera diusut Kejati Riau.
Gedung Surya Dumai Group
Asisten Intel (Asistel) Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto SH menanggapi ini menyarankan; warga bisa melaporkan persoaĺan SDG ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kejati Riau.
"Mohon maaf silahkan dilaporkan melalui PTSP," singkat Asistel Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto SH ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa 13 September 2022 kemarin.
Tetapi aktivis Sunardi kembali dikontak ponselnya,, Rabu 4 Oktober 2022 kembali menyebutkan Kejagung dan Kejati Riau DR Supardi SH MH dan jajaran bisa memeriksa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Provinsi Riau.
"Jadi tidak hanya SDG saja, masih ada yang lainnya melakukan perihal serupa di Riau ini," katanya.
"Kami menduga lahan sawit ilegal di luar HGU kurang lebih 75.000 hektare milik SDG yang sekarang bekerja sama dengan First Resources di wilayah Provinsi Riau diharapkan Kajati Riau bisa mengusutnya," pintanya.
"Dalam kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Riau juga ditemukan lebih kurang 500 hektare hamparan kebun sawit milik Arpin, selaku Direktur PT Surya Dumai Agrindo (PT SDA)," terang Sunardi.
"Tetapi bagaimana dengan dugaan 75.000 ha kebun sawit ilegal di luar HGU SDG/First Resources," tanya Sunardi SH yang mengaku punya data dan arsip serta titik koordinat kebun yang ditinjaunya beberapa waktu lalu.
"Jika pihak Kejaksaan Tinggi Riau memerukan kita untuk diminta klarifikasi maupun data-data, maka kami siap memberikan keterangan dan data-data permulaan. Apalagi lahan di luar HGU PT Ciliandra Perkasa di Desa Siabu Kampar ribuan hektare juga terindikasi bermasalah. Kita punya petanya yang akurat," sebut Sunardi.
Bagaimana tanggapan dan klarifikasi pihak Surya Dumai Group (SDG) dalam hal ini?
Melalui salah satu staf SDG yang disebut-sebut Kahar menjawab konfirmasi lewat pesan elektroniknya menyebutkan akan mempelajari salinan konfirmasi, lalu Ia menutup pembicaraan dengan singkat, Rabu (5/10/2022) tadi.
Warga mengaku sudah tiga generasi tertipu.
Lihatlah yang pernah terjadi dan dialami warga Desa Pungkat Kecamatan Gaung, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir (Pemkab Inhil) Riau yang terus minta pemkab setempat untuk mencabut izin tiga anak perusahaan SDG.
Ketiga anak perusahaan SDG dinilai telah menyengsarakan kehidupan masyarakat tempatan.
Adapun ketiga perusahaan tersebut adalah PT Indogreen Jaya Abadi (IJA) yang beroperasi di Desa Rambaian Kecamatan GAS dan PT Setia Agri Lestari (SAL) yang beroperasi di Desa Pungkat Kecamatan Gaung.
"Keberanian pemkab untuk mencabut izin tiga perusahaan tersebut dibutuhkan. Selama ini apa yang didapat warga, selain dari penderitaan," ujar warga.
Firmansyah warga setempat memaparkan, seperti PT IJA keberadaanya malah menyebabkan lahan perkebunan warga jadi hancur.
Baik akibat kanalisasi yang mereka buat hingga membuat intrusi air laut, hingga serangan hama kumbang yang disinyalir karena pembukaan lahan baru oleh perusahaan.
"Bahkan perusahaan tersebut telah merambah kawasan konservasi Danau Mamblu. Saat ini kawasan Danau Mablu rusak parah dan butuh waktu untuk rehabilitasi," sebutnya.
Sementara itu, PT SAL dan CPK telah menimbulkan konflik lahan berkepanjangan antara warga dan perusahaan. Perusahaan disinyalir telah menyerobot lahan warga dengan dalih sitem pola kemitraan yang mereka terapkan.
"Khusus untuk sengketa PT SAL dengan warga disini telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berat ketika perusahaan menggunakan tangan aparat untuk menyerbu warga yang mempertahankan hak mereka."
Dukungan serupa disampaikan warga menduga perizinan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut bermasalah dan terindikasi sarat dengan muatan KKN, karena terbitnya izin saat masa transisi kepala daerah.
"Ada begitu banyak permasalahan disini, tinggal pemkab saja lagi. Apakah mereka membela warga dengan mencabut izin perusahaan, atau konflik ini akan jadi 'bom waktu' suatu saat nanti," ujar warga.
Kembali seperti disebutkan Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH kalau SDG memiliki delapan perusahaan yang tergabung itu diduga kuat sejak lama telah menanam sawit di kawasan hutan tanpa izin pelepasan hutan dengan total luasan mencapai 75.378 Hektare, dan sebagian lahan tersebut tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dengan total luas 47.479 Hektare.
"Untuk luasan kebun sawit yang berpencar ditiap daerah (Siak, Kampar, Bengkalis dan Inhil) itu Ia menduga SDG setidak-tidaknya telah melanggar Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Kehutanan, Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha dan Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Nasional.
"Terkait temuan ini surat konfirmasi ke CEO Surya Dumai Group Marthias Fangiono tak pernah digubris dan tak memberikan keterangan apa pun mengenai temuan dilapangan."
"Kami telah meminta konfirmasi dan informasi tentang kewajiban semua perusahaan di bawah bendera SDG terkait izin Pelepasan Kawasan Hutan dan HGU yang sejak dahulu hingga terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Adminitratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Denda Administatif yang Berasal dari Bidang Kehutanan. Tapi hingga saat ini mereka bungkam," ungkap Sunardi SH.
Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH turun meninjau lokasi kebun sawit Surya Dumai Group (SDG).
Pada hal surat konfirmasi dilayangkan sesuai Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi."
Surat konfirmasi juga telah dilayangkan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri ATR/BPN, Dirjen Gakkum KLHK dan DLHK Provinsi Riau.
Sementara masyarakat Desa Pungkat Kecamatan Gaung, Inhil maupun yang berada pada beberapa daerah lainnya di Riau yang juga lahan kebun sawit milik SDG terbentang luas itu terus saja berpotensi kehilangan triliunan rupiah setiap tahun, karena perusahaan sawit gagal memenuhi kewajiban mereka membangun plasma, seperti yang dimandatkan oleh undang-undang.
Warga mengaku menyerahkan lahan kepada sebuah perusahaan sawit itu sejak pada 1995, yang menurut mereka menjanjikan kesejahteraan di masa depan.
Setelah tiga generasi, tanah mereka telah berganti menjadi perkebunan sawit, namun warga tempatan justru terus melewati kemiskinan.
Bos SDG pernah dituntut 9 tahun penjara
Pung Kian Hwa alias Martias yang juga dianggap pendiri First Resources SDG kini disebut-sebut terdaftar sebagai orang terkaya berada pada urutan ke-24 dalam jajaran Orang Indonesia Terkaya pada tahun 2021 dengan kekayaan sebesar US$1,83 miliar.
Martias kala itu usianya 45 tahun dan tergolong orang terkaya Indonesia yang berusia muda. Namanya tentu disebut-sebut media-media di Indonesia sebagai orang muda yang sudah jadi kaya raya.
Anak Martias Ciliandra Fangiono sebagai penerus keluarga terkaya sangat mentereng bagi kebanyakan orang Indonesia yang dinilai oleh Majalah Forbes tidak hanya kaya tapi lulusan luar negeri, dia disebut sebagai Bachelor of Arts and Economics dan Master of Arts dari Cambridge University. Ciliandra adalah CEO First Resources Ltd.
Pung Kian Hwa alias Martias adalah pria kelahiran Riau juga dianggap pendiri First Resources perusahaannya tercatat di bursa efek Singapura dan telah menguasai ratusan ribu hektare lahan kelapa sawit di Indonesia.
Martias alias Pung Kian Hwa, disebut Kano Hiroyoshi dalam Oil Palm Plantation Enterprises in Indonesia yang dimuat jurnal Japannese Journal of Southeast Asian Studies Vol. 55, No. 2, 2018 (2018:396) terlahir pada tahun 1948 dan merupakan seorang pengusaha Tionghoa asal Bengkalis, Riau.
"Sebelum berbisnis kelapa sawit, bisnis Martias adalah penebangan hutan di sekitar Dumai."
"Besar kemungkinan, setelah booming kehutanan, yang menghabiskan hutan hujan, berjalan, pusat bisnisnya beralih ke budidaya kelapa sawit pada 1990-an," tulis Kano Hiroyoshi.
Martias dulu berbisnis dalam bendera Surya Dumai Group (SDG), bisnisnya tak hanya di Sumatra tapi juga di Kalimantan yang banyak hutan.
Martias, disebut laman resmi SDG memulai bisnis kayunya pada 1969 setelah belajar di BLTPN di Sei Pakning. Pada 1979, dia mendirikan PT Surya Dumai Industri Tbk yang menghasilkan bermacam-macam olahan kayu lapis.
Pada 1993 menjabat sebagai Komisaris Utama SDG. Pada tahun 1997 pernah mendapat penghargaan Presiden Republik Indonesia atas kontribusinya dalam pengembangan koperasi di Indonesia.
Kano menyebut beberapa perusahaan Martias yang pernah mengelola kelapa sawit dibawah SDG antara lain PT Ciliandra Perkasa, PT Pancasurya Agrosejahtera, PT Perdana Intisawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya dan PT Tirta Madu.
Belakangan, First Resources yang usianya lebih dari dua dekade itu setidaknya membawahi: PT Pancasurya Agrindo, PT Perdana Intisawit Perkasa, PT Subur Arummakmur, PT Meridan Sejatisurya Plantation, PT Arindo Trisejahtera, PT Ciliandra Perkasa, PT Muriniwood Indah Industry, PT Surya Intisari Raya dan PT Bumi Sawit Perkasa.
Sekitar tahun 2006 pernah kena kasus hukum karena diduga secara ilegal telah mengalihkan hak kehutanan di hutan seluas 1 juta hektar di Provinsi Kalimantan Timur untuk budidaya kelapa sawit.
Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah waktu itu juga tersandung bersamanya.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sekitar 2007 menjatuhkan putusan kepada Martias dengan hukuman 1,5 tahun penjara Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 9 tahun.
Dia sempat banding ke Mahkamah Agung dan hukumannya tidak berubah. Kala itu dia berhutang kepada negara sebesar Rp 346 miliar dan berjanji akan membayarnya. Jika tidak asetnya akan dilelang.
Bos PT Surya Dumai Grup, Marthias dituntut bersalah atas perkara dugaan korupsi pembukaan Lahan Gambut Sejuta Hektar yang merugikan negara Rp 346 Miliar.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntutnya dengan hukuman sembilan tahun penjara dengan kewajiban membayar denda sebesar Rp 300 juta atau pidana kurungan selama 3 bulan.
''Juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar kerugian negara yang ditimbulkan yakni Rp 346 Miliar,'' kata jaksa KPK Firdaus dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Selasa (17/4) kemarin.
Menurut Firdaus, ada tiga unsur tindak pidana korupsi yang terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa.
Dalam unsur melakukan perbuatan melawan hukum, kata dia, Marthias sebagai bos dari PT Surya Dumai Grup tempat dimana 11 perusahaannya bernaung telah melanggar ketentuan yang digariskan dalam keputusan menteri kehutanan dan perkebunan.
''Lahan konsesinya melebihi aturan, seharusnya setiap perusahaan hanya memiliki lahan konsesi 20.000 Ha. Tapi dia lebih dari itu,'' ujarnya.
Selain itu, tambah dia, perusahaannya melanggar Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan cara hanya mengambil kayunya tanpa melakukan pengolahan lebih lanjut atas lahan hasil penebangannya.
Lebih lanjut Firdaus mengatakan unsur memperkaya diri sendiri dibuktikan dengan tindakan terdakwa yang tanpa melakukan studi kelayakan atas lahan membabat hutan untuk dijadikan kebun kelapa sawit.
''Padahal tanah tersebut sangat tidak cocok dengan tanaman kelapa sawit,'' katanya.
Sedangkan pada unsur merugikan keuangan negara, Marthias dibuktikan dengan penjualan kayu yang dilakukannya, namun dana reboisasi hutan tidak dibayarkan segera.
''Baru belakangan dia membayar dana itu ke pemerintah,'' ujarnya.
Sehingga, lanjut dia, perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 346,8 Miliar.
Mendengar tuntutan jaksa KPK, Marthias yang sebelumnya terlihat duduk dengan tenang sedikit terperanjat, mukanya sedikit memerah.
''Saya kaget dengan tuntutan jaksa, terutama uang penggantinya,'' katanya usai persidangan.
Menurut dia, uang pengganti yang ditetapkan jaksa terlalu mengada-ada.
“Mana dapat saya uang segitu dari hasil penjualan kayu, sedangkan untuk memburuh upah saja waktu itu, saya cukup kesulitan,'' kata Marthias.
Hal yang sama diungkapkan pengacara Marthias, Farida Sulityati yang menyatakan banyak kejanggalan dalam tuntutan yang dibacakan jaksa KPK.
''Nanti dalam nota pembelaan akan kita bantah seluruh dalil tuntutan jaksa. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Gusrizal pun akhirnya menunda persidangan untuk dilanjutkan kembali pekan depan. ''Agendanya pledoi,'' ujarnya.
SDG langgar aturan hukum kawasan hutan
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kota Pekanbaru (APMKP), juga menggelar aksi demo didepan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Jalan Jendral Sudirman, karena menilai SDG telah melanggar aturan hukum tentang kawasan hutan.
Aksi massa itu, sebagai bentuk keresahan masyarakat terhadap adanya dugaan pelanggaran hukum penggunaan lahan yang dilakukan oleh PT. Ciliandra Perkasa (CP), PT. Riau Agung Karya Abadi (RAKA) yang merupakan anak perusahaan PT. Surya Dumai Group (SDG).
Massa Demo Laporkan PT Surya Dumai Group ke Kejati.
"Kami minta kepada Pimpinan Kejati Riau, untuk segera mengusut tuntas dan periksa status lahan yang dikelola oleh PT. Ciliandra Perkasa (CP), PT. Riau Agung Karya Abadi (RAKA) yang juga anak perusahaan PT. Surya Dumai Group (SDG)," kata Ketua BEM Fakultas Ekonomi Unilak, Irvan Ardiansah, disela-sela aksi demonya didepan kantor Kejati Riau, Rabu 14 September 2022.
"BEM Fakultas Ekonomi Unilak minta, Kejati Riau memeriksa status lahan yang dikelola perusahaan itu."
Tetapi kata Irvan Ardiansah lagi, adanya pelanggaran atau penggunaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, diduga telah menyalahi aturan hukum.
"Agar kasus ini dapat segeranya Kejati Riau mengusut tuntas adanya dugaan pelanggaran atau penggunaan lahan oleh PT. Ciliandra Perkasa (CP), PT. Riau Agung Karya Abadi (RAKA) yang merupakan anak perusahaan PT. Surya Dumai Group (SDG)," katanya.
Dalam aksinya, puluhan massa itu, datang membawa atribut demo seperti, spanduk bertuliskan "PT. Surya Dumai Group (SDG) telah melakukan pelanggaran hukum terhadap kawasan hutan dengan menjadikannya sebagai kebun sawit".
Dalam aksinya, massa juga menuntut agar Kejati Riau segera menangkap Martias Fangiono alias Pung Kian Hwa yang merupakan bos SDG.
"Kami juga minta kepada Kejati Riau dapat memberikan sanksi kepada perusahaan itu karena diduga menanam sawit didalam lahan yang belum ada pelepasan kawasannya," sambungnya.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Bambang Hadi Purwanto, belum memberikan keterangan resmi terkait APMKP laporkan dua anak perusahaan PT Surya Dumai Group dugaan melanggar hukum lahan terkait tuntutan mahasiswa BEM Fakultas Ekonomi Unilak ini.
'75 Ribu hektar kebun sawit tanpa izin'
Tetapi kembali seperti disebutkan Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH dalam perjalannya perusahaan SDG ini yang memiliki delapan perusahaan (First Resource) yang ada di Riau di duga kuat sejak lama telah menanam sawit di kawasan hutan tanpa izin pelepasan hutan dengan total luasan mencapai 75.378 hektar.
"Sebagian lahannya juga diduga tidak mengantongi hak guna usaha (HGU) dengan total luas 47.479 hektar."
Sunardi menduga SDG setidak-tidaknya telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan di negeri ini.
Di antaranya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan, dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha dan Undang-ndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Nasional. (*)
Tags : PT Surya Dumai Group, SDG Suka Bohongi Rakyat, Perusahaan Perkebunan Sawit di Riau, SDG Bertahun-tahun Kuasai Lahan Diluar HGU,