SEJARAH kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia berawal pada tahun 1848, ketika orang Belanda membawa empat biji kelapa sawit dari Bourbon, Mauritius, dan Hortus Botanicus, Amsterdam, Belanda.
"Sejarah kelapa sawit di Riau alami naik turun harga."
"Sawit sekarang menjadi primadona di Riau. Banyak para petani di Riau mengubah tanaman karet menjadi sawit. Di Riau, tanaman yang menghasilkan crude palm oil (CPO) itu di mulai dari lahan PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP) yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu)," kata Hadi Sukoco, Humas/Community Development Officer (CDO) PT TPP ini dalam bincang-bincangnya di Afgan Koffi dibilangan Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, Minggu (10/11] kemarin.
Pada tahun 2006, lahan perkebunan kelapa sawit sudah tersebar di 21 provinsi, dengan lima provinsi yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit terluas berada di Riau 1,3 juta hektare, Sumatera Utara 964,3 ribu hektare, Sumatera Selatan 532,4 ribu hektare, Kalimantan Barat 466,9 ribu hektare, dan Jambi 466,7 juta hektare.
Tetapi Hadi Sukoco kembali menjelaskan, per Desember 2018, Astra Agro Lestari memiliki 285 ribu hektare perkebunan kelapa sawit tersebar di Sulawesi seluas 50,6 hektare (17,8%), Kalimantan 129,8 hektare (45,5%), Sumatra 104,6 hektare (36,7%).
Area perkebunan kelapa sawit inti yang dimiliki perusahaan adalah seluas 218,4 hektare (76,6%) dan sisanya seluas 66,6 hektare dimiliki oleh petani plasma.
Astra Agro Lestari berdiri pada 3 Oktober 1988 oleh kelompok usaha Astra International dengan nama PT Suryaraya Cakrawala dan kemudian berganti nama menjadi PT Astra Agro Niaga pada Agustus 1989.
Nama perusahaan berganti nama menjadi Astra Agro Lestari pada 30 Juni 1997 ketika terjadi merger antara PT Suryaraya Bahtera dengan PT Astra Agro Niaga.
Perusahaan berhasil memproduksi satu juta ton minyak kelapa sawit (crude palm oil) untuk pertama kalinya pada tahun 2009.
Jadi berdasarkan amanat UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, pemerintah membentuk Badan Layanan Umum Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di bawah naungan Kementerian Keuangan, dengan tujuan menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan untuk digunakan mendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. BLU Kelapa Sawit resmi dibentuk pada 10 Juni 2015.
Kembali melihat PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP), anak perusahaan PT Astra Agro Lestari ini yang memiliki areal perkebunan tertata rapi.
Pada areal lokasi perkebunan sawit TPP masih terpancang sebuah papan plang bertuliskan "Monumen 75 PT Tunggal Perkasa Plantation".
"Lokasi yang diberi nama oleh perusahaan, Monumen 75 PT TPP artinya bahwa perusahaan sengaja mempertahankan tanaman sawit yang ditanam pada 1975 itu," jelas Hadi Sukoco.
"Itu juga untuk mengenang sejarah awal mula sawit di Riau yang dibangun oleh anak perusahaan Astra Group. Perkebunan kelapa sawit milik PT TPP di Inhu merupakan salah satu kebun kelapa sawit tertua yang ada di Indonesia," sebutnya.
Areal monumen memiliki luas 1,5 hektare dengan jumlah pokok pohon sawit sebanyak 208. Meski usianya sudah 48 tahun, namun masih menghasilkan dengan baik.
Menurut Hadi Sukoco yang diakhir bulan Desember 2024 ini akan memasuki masa pensiun yang sudah bergabung dengan Astra Group selama 20 tahun itu, kembali menrangkan kebun sawit Monumen 75 PT TPP tetap memakai bibit marihat per bulannya mampu menghasilkan 2,4 ton.
"Rata-rata 20 ton per tahun. Hanya saja dengan tinggi pohon yang mencapai 20 meter lebih itu, pekerja panen harus memiliki keterampilan andal. Padahal, pemupukan yang di lakukan tidak seperti pohon sawit lainnya yang memiliki takaran pupuk tertentu,' sebutnya.
Hadi Sukoco menjelaskan, Provinsi Riau merupakan provinsi dengan kebun kelapa sawit terbesar di Indonesia. Riau memiliki luas kebun kelapa sawit sebesar 2,89 juta hektare.
"Untuk di Kabupaten Indragiri Hulu, terdapat tanaman kelapa sawit tertua di Riau. Lokasinya ada di perusahakan PT TPP yang tak lepas dari sejarah kebun kelapa sawit PT TPP yang bermula dari tahun 1911 lalu," kata dia.
Pada tahun 1911, sebetulnya terdapat tiga perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yang berada di Air Molek, Riau.
Perusahaan tersebut adalah NV Cultur Maatachappij Indragiri milik Swiss, Indragiri Rubber Limited (IRL), dan Klawat Syndicate yang merupakan joint venture antara perusahaan Inggris dengan Strut Company Malaysia.
Ketiga perusahaan tersebut dinasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) pada tahun 1963 yang pengelolaannya diserahkan kepada PT Perkebunan Indragiri (PT PI).
Kemudian dilikuidasi kembali oleh pemerintah RI dan diserahkan kepada PT Kulit Aceh Raya Kapten Markam (PT Karkam).
Tahun 1973 masa kontrak PT Indragiri Raya telah habis sehingga PT Indragiri Raya dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian pada tahun 1973 dan dipecah menjadi PTP IV.
Perluasan desa menjadi PT Tunggal Investment. Tahun 1975, PT Tunggal Investmen mulai beroperasi dengan komoditi olah berupa karet dan kelapa sawit yang kemudian PT Tunggal Investmen diubah menjadi PT Tunggal Perkasa Plantations (TPP) pada tahun 1979.
"Begitulah sejarahnya. Dan perusahaan tak ingin melupakan sejarah itu yang menjadikannya sebagai salah satu kebun sawit tertua di Indonesia. Maka diberilah nama Monumen 75 lokasi ini, " ujarnya.
Sejarah panjang sawit
Tetapi buah sawit ini memiliki sejarah panjang baik untuk di Indonesia sendiri.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia berawal pada tahun 1848, ketika orang Belanda membawa empat biji kelapa sawit dari Bourbon, Mauritius, dan Hortus Botanicus, Amsterdam, Belanda.
Keempat biji kelapa sawit itu kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan ternyata berhasil tumbuh dengan subur. Setelah berbuah, biji-biji dari induk kelapa sawit tersebut disebar ke Sumatera.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Afrika Barat dan Afrika Tengah.
Empat biji kelapa sawit tersebut kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor yang ketika itu dipimpin oleh Johanes Elyas Teysman dan berhasil tumbuh dengan subur.
Di Kebon Raya Bogor, pohon kelapa sawit tersebut tumbuh tinggi dengan ketinggian 12 meter dan menjadi pohon kelapa sawit tertua di Asia Tenggara Namun, pada 15 Oktober 1989, induk pohon kelapa sawit itu mati.
Pada tahun 1853 atau lima tahun setelah ditanam, pohon kelapa sawit di Kebon Raya Bogor menghasilkan buah.
Biji-biji kelapa sawit itu kemudian disebar secara gratis, termasuk dibawa ke Sumatra pada tahun 1875,untuk menjadi tanaman hias di pinggir jalan.
Tidak disangka, ternyata kelapa sawit tumbuh subur di Deli, Sumatera Utara, pada tahun 1870-an, sehingga bibit-bibit kelapa sawit dari daerah ini terkenal dengan nama kelapa sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1853 atau lima tahun setelah ditanam, pohon kelapa sawit di Kebon Raya Bogor menghasilkan buah. Semula, orang-orang Belanda tidak terlalu menaruh perhatian besar terhadap kelapa sawit.
Mereka lebih mengenal minyak kelapa.
Namun, revolusi industri (1750–1850) yang terjadi di Eropa, mendorong terjadinya lonjakan permintaan terhadap minyak.
Hal ini mendorong pemerintahan Hindia Belanda mencoba melakukan penanaman kelapa sawit di beberapa tempat.
Percobaan penanaman kelapa sawit pertama kali dilakukan di Karesidenan Banyumas antara tahun 1856 hingga 1870, namun tidak menghasilkan minyak yang baik meski berbuah empat tahun lebih cepat dibandingkan di Afrika yang membutuhkan waktu 6–7 tahun.
Selanjutnya, percobaan penanaman kedua dilakukan pemerintahan Hindia Belanda di Palembang, di Muara Enim tahun 1869, Musi Ulu tahun 1870, dan Belitung tahun 1890.
Hasilnya masih kurang baik, karena cuaca di Palembang, yang tidak cocok. Hal yang sama juga terjadi di Banten, meski coba dilakukan perkebunan kelapa sawit pada tahun 1895.
Perkebunan kelapa sawit berskala besar kemudian dibuka untuk pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien Hallet asal Belgia dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Sungai Liat, Aceh, melalui perusahaannya yang bernama Sungai Liput Cultuur Maatschappij, dengan luas 5.123 hektare.
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto', Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet.
Di Aceh Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kelapa.
Pada tahun 1910, organisasi perusahaan perkebunan bernama Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS), berdiri di Sumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.
AVROS merupakan organisasi yang menaungi berbagai macam perusahaan perkebunan dengan didasari kepentingan yang sama, yakni menyikapi persoalan yang timbul, seperti kekurangan pekerja perkebunan, menjalin hubungan dengan sesama pengusaha dan komunikasi dengan pemerintah, dan permasalahan transportasi.
AVROS kemudian mendirikan pusat penelitian perkebunan bernama Algemeene Proefstation der AVROS atau APA pada tanggal 26 September 1916. Awalnya, APA didirikan untuk penelitian mengenai budidaya karet, namun berkembang meneliti juga kelapa sawit dan teh. Selain itu, Handle Vereeniging Amsterdam (HVA) juga mendirikan Balai Penelitian Sisal di Dolok Ilir dan berhasil menghasilkan varietas unggul jenis Psifera. Pada tahun 1921, APA mendapat penghargaan pada ajang 5th International of Exhibition Rubber and Other Tropical Products di London dan pada 1924 kembali mendapat penghargaan pada ajang serupa di Brussels. (*)
Tags : sejarah kelapa sawit, perjalanan panjang kelapa sawit, sejarah kebun sawit di riau, sawit jadi primadona, pt tunggal perkasa plantation, pt tpp, pt astra agro lestari ,