"Di tengah bergulirnya vaksinasi terhadap lima juta pendidik dan tenaga pendidik yang dimulai Februari lalu dan ditargetkan selesai pada akhir Juni, pemerintah Indonesia merencanakan pembukaan pembelajaran tatap muka (PTM) pada Juli, saat pembukaan ajaran baru"
eberapa sekolah di daerah telah menjalankan simulasi PTM dari sekarang. Seperti di Solo, Jawa Tengah, terdapat 23 sekolah dan satu madrasah yang telah melakukan PTM, seperti SMP Negeri 13 Solo yang melaksanakannya sejak Senin lalu 22 Maret 2021 kemarin. Di Bekasi, Jawa Barat, terdapat 110 sekolah tingkat SD dan SMP yang menjalankan PTM, di antaranya SMP Negeri 2 Kota Bekasi.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menegaskan PTM dapat dilakukan jika tingkat kasus positif (positivity rate) infeksi virus corona di suatu daerah rendah atau kurang dari 5% sehingga masuk dalam kategori zona aman. "Itu bagaimana logikanya saat kasus harian masih 6.000 bahkan pernah 10.000 sekolah malah dibuka? Angka itu menunjukan positivity rate dan tingkat penularannya masih tinggi. Ini bisa mengerikan, transmisi di kalangan murid akan tinggi, dan menciptakan klaster sekolah," kata Yunis dirilis BBC News Indonesia, Selasa (23/03).
Tingkat positif di Indonesia berada di angka sekitar 13% yang artinya memiliki penularan tinggi dan berbahaya bagi murid jika harus bersekolah. Jawa Barat berada di tingkat pertama penambahan jumlah kasus harian, lalu diikuti Jakarta dan Jawa Tengah. Solo dan Bekasi berada dalam zona jingga dengan resiko penularan sedang, Selasa (23/03). Sementara itu, pengamat pendidikan menilai PTM bisa dilakukan jika seluruh tenaga pendidik telah divaksin, sarana prasarana sekolah menunjang pelaksanaan protokol kesehatan, serta terdapat pengawasan dan evaluasi yang ketat dari pemerintah daerah, guru, hingga masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menargetkan akhir Juni, sekitar lima juta pendidik dan tenaga pendidik menerima vaksin sehingga pada tahun ajaran 2021/2022, sekitar pada Juli, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan. "Saya senang sekali bisa masuk sekolah kembali karena hampir setahun di rumah. Yang dirindukan adalah keramaian di sekolah seperti sama teman yang selama ini tidak bertemu," ungkap seorang siswa kelas IX SMP Negeri 13 Solo usai melaksanakan PTM.
Ini adalah hari kedua fase pertama bagi murid SMP Negeri 13 Solo dalam melaksanakan simulasi PTM. Pembelajaran berlangsung dua jam dari pukul 07.00 hingga 09.00 WIB yang diisi tiga mata pelajaran. "Secara keseluruhan berjalan kondusif dan sesuai dengan protokol kesehatan. Anak-anak berangkat dan pulang dijemput orang tua. Kemudian memakai masker, cuci tangan, cek suhu tubuh," kata Kepala Sekolah SMP Negeri 13 Solo Kucisti Ike Retnaningtyas.
Ike menambahkan, jumlah murid dalam satu kelas berjumlah sekitar 16 orang atau 50% dari jumlah siswa dengan jarak antar kursi sekitar satu meter. Murid yang tinggal di zona berbahaya tidak bisa mengikuti PTM dan hingga kini sudah 80% guru dari sekolah itu yang menerima vaksin tahap dua, dan sisanya vaksin tahap satu, kata Ike. Salah satu orang tua murid dari SMP Negeri 4 Solo yang telah melaksanakan PTM sejak Senin lalu, Henry Satya Negara mendukung program tersebut. "Mengantar dan menjemput anak harus ontime, dan harus orang tua sendiri. Dan di kendaraan ada tulisan (nama anak) seperti di bandara. Nanti ada petugas sekolah yang akan memanggil anak itu. Tidak boleh keluar kalau orang tuanya belum ada di sekolah," kata Henry.
Henry mengizinkan anaknya kembali ke sekolah karena metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama setahun ini telah membuat anak jenuh. "Saya lihat kalau di rumah itu, anak terkesan murung, di kamar terus," kata Henry.
Ia pun tidak takut dengan potensi penularan Covid-19 karena percaya dengan kemampuan sekolah melaksanakan protokol kesehatan. Selain di Solo, PTM juga berlangsung di Kota Bekasi, seperti SMP Negeri 2 Kota Bekasi yang melaksanakan PTM sejak Senin kemarin. Pelaksanaan PTM diikuti 50% atau maksimal 18 murid dengan jam belajar dari 08.00 hingga 10.00 WIB.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Solo, Etty Retnowati, mengatakan pelaksanaan PTM sekolah bersifat simulasi. "Ini untuk pemanasan membiasakan anak bangun, mandi pagi, pakai seragam, dan sarapan. Ini sulit karena anak-ank sudah setahun tidak sekolah," kata Etty.
Etty menambahkan terdapat 23 sekolah dan satu madrasah yang melaksanakan PTM dari sekitar 72 sekolah. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Solo, Siti Wahyuningsing mengatakan, saat in guru yang telah divaksin di Solo mencapai 5.700 guru dari total sekitar 10.000 orang. "Untuk guru sudah divaksin di Solo jadi nanti ketika Juli tatap muka, kekebalannya sudah muncul karena sudah beberapa waktu yang lalu," kata Siti.
Di wilayah lain, Pemprov DKI Jakarta berencana membuka sejumlah sekolah untuk dijadikan percontohan PTM. Terdapat sekitar 50 hingga 100 sekolah dari SD hingga SMA yang kemungkinan melaksanakan PTM. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mendukung program PTM mengingat dampak negatif yang ditimbulkan pelaksanaan PJJ. Namun, pelaksanaan itu tidak bisa dilakukan saat tingkat penyebaran virus corona masih tinggi, katanya.
"Ini bagaimana logikanya ya? Pada saat kasus kita hariannya masih 6.000 bahkan hingga 10.000, mau sekolah, logikanya di mana? Ini kan artinya positivity rate, tingkat penularannya masih tinggi," kata Yunis.
Menurut Yunis, sebelum mengizinkan sekolah dibuka, pemerintah harus terlebih dahulu memutus jaring penyebaran Covid-19, dengan cara meningkatkan tes, penelusuran kontak, serta pembatasan sosial. "Guru divaksin itu tidak lantas aman, Sinovac itu efikasinya 65,3%, artinya 34,7% guru masih bisa terinfeksi, apalagi muridnya yang tidak divaksin. Potensi penularan mulai dari rumah, di perjalanan, di dalam sekolah, pulang sekolah," kata Yunis.
"Di China yang sudah hijau, positivity rate di bawah 5%, melaksanakan protokol ketat dan mahal, saja masih bocor, apalagi kemungkinan di Indonesia," katanya.
Lantas apa solusinya? Menurut Yunis, suatu daerah bisa melaksanakan PTM jika tingkat infeksi harian berada di bawah 5% dan masuk dalam zona hijau - penularan Covid rendah. "Kalau 5% hingga 10% itu sedang, bisa PTM tapi dengan syarat protokol kesehatan ketat seperti semua harus diswab atau antigen untuk memitigasi resiko. Sanitasi baik, thermogun, dan hand sanitizer. "Tapi kalau di atas 10% itu tinggi, tidak boleh PTM. Lalu, anak diberikan vaksin Pfizer yang bisa untuk usia enam tahun ke atas. Kasihan anaknya kalau harus sekolah tapi belum diimuniasi," ujarnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji, mendukung PTM Juli mendatang. "Karena PJJ membuka fakta bahwa kualitas murid menjadi menurun, kekerasan pada anak meningkat, paparan terhadap gadget meningkat dari kecanduan hingga kena sakit jiwa," kata Ubaid.
Namun, pelaksanaan PTM harus dilakukan dengan persiapan matang dan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat. "Juli itu sebentar lagi, tapi masih banyak sekolah yang sarana prasarananya belum siap, seperti sanitasinya buruk. Pemantauan kami, satu dari tiga toilet sekolah itu tidak layak. Lalu tempat cuci tangan tidak ada," kata Ubaid.
Kemudian, hingga saat ini, masih banyak tenaga pendidik yang belum divaksin, kata Ubaid. "Sekolah juga masih ada yang belum melakukan pemetaan siswa dan guru seperti tinggal dimana, bagaimana ke sekolah, pernah bertemu dengan kasus positif, peta itu harus dilakukan jangan sampai sekolah jadi klaster Covid-19," kata Ubaid.
Pemerintah harus memberikan alokasi dana operasional kepada sekolah untuk mempersiapkan hal tersebut. "Dampak positif PTM itu, kualitas bisa baik, angka kekerasan anak tidak ada lagi, pembelajaran berjalan efektif. Tapi negatifnya jika tidak dipersiapkan matang, akan ada klaster baru di sekolah," katanya.
Target Juli PTM terlaksana
Presiden Joko Widodo berharap pelaksanaan vaksin kepada para tenaga pendidik selesai dengan cepat sehingga PTM dapat dilakukan di awal ajaran baru, Juli mendatang. "Sehingga di bulan Juli saat mulai ajaran baru semuanya bisa berjalan normal kembali, saya kira targetnya itu," ujar Jokowi saat meninjau vaksinasi di SMA Negeri 70 Jakarta, Rabu (24/02).
Senada dengan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menargetkan vaksinasi terhadap 5,5 juta pengajar selesai pada akhir Juni. "Setelah mayoritas pendidik dan tenaga kependidikan divaksin dosis kedua dan selambatnya tahun ajaran baru, maka satuan pendidikan diwajibkan memberikan opsi layanan pembelajaran tatap muka secara terbatas," kata Nadiem dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR, Kamis (18/03).
Berdasarkan data hingga November tahun lalu, lebih dari 500 ribu satuan pendidikan yang telah mengajukan izin melakukan PTM.
Nadiem menjelaskan alasan dilakukannya PTM pada Juli mendatang. Pertama, Covid-19 memiliki resiko yang lebih tinggi menginfeksi tenaga pendidikan, sementara infeksi pada anak umumnya tidak bergejala. Kedua, resiko transmisi Covid-19 lebih besar saat anak di beraktivitas di luar sekolah, bukan saat PTM di dalam kelas.
Ketiga, Nadiem menyoroti perkembangan pendidikan Indonesia yang tertinggal jauh dengan negara lain yang terdampak Covid-19 juga. "Kita lihat statistik yang cukup mengkhawatirkan saya. Dari semua 23 negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bapak, Ibu, kita, adalah 85% dari semua negara tersebut sudah buka sekolahnya. Kita tertinggal. Kita dalam 15% dari negara itu yang masih melakukan cuma partially open. Tapi kenyataan kalau 15% bukan partially open, tapi kebanyakan tertutup. Jadinya ini adalah suatu hal yang, keputusan kita adalah kita mau ketinggalan seberapa jauh dari negara lain. Ini di Asia ya," kata Nadiem.
Nadiem mencontohkan Amerika Serikat yang memiliki tingkat penularan Covid yang lebih parah telah membuka 40% sekolahnya untuk PTM. "Jadi ini benar-benar keputusan kita sebagai pembuat kebijakan dan keputusan pemerintah dan semua instansi yang peduli ke anak-anak kita bahwa kita harus secepat mungkin mengembalikan anak untuk melakukan tatap muka," ujarnya. (*)
Tags : Sekolah Tatap Muka, Covid-19, Tingkat Infeksi yang Masih Tinggi,