Linkungan   2024/03/05 10:24 WIB

Selera Humor Tidak Hanya Dimiliki Manusia Tapi Juga ada pada Hewan, 'untuk Memperkuat Ikatan Diantara Mereka'

Selera Humor Tidak Hanya Dimiliki Manusia Tapi Juga ada pada Hewan, 'untuk Memperkuat Ikatan Diantara Mereka'

LINGKUNGAN - Kita menganggap bahwa humor adalah emosi unik yang hanya dimiliki oleh manusia, namun beberapa hewan juga menggunakannya untuk memperkuat ikatan di antara mereka.

Ketika memikirkan tentang apa yang membedakan spesies kita, manusia, dengan hewan lain, selera humor mungkin berada di urutan teratas.

Kita sangat suka sekali tertawa dan sepertinya sudah mendarah daging dalam diri manusia.

Contoh, bayi berusia tiga bulan dapat terkikik dan merasa lucu ketika orang tuanya memasang wajah lucu. 

Pada usia delapan bulan, bayi bahkan telah belajar bagaimana menggunakan wajah, tubuh, dan suaranya sendiri untuk membuat orang dewasa tertawa. 

Segera setelah itu, orang tua mungkin menyadari bahwa anak mereka telah berubah menjadi penghibur seutuhnya. Mereka dengan sengaja melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan dengan seringai nakal di wajah mereka.

Namun, sebuah penelitian yang baru menunjukkan bahwa manusia mungkin tidak sendirian dalam kegemarannya akan rasa canda.

Ternyata, hewan juga bisa saling menggoda.

Bersama rekannya, Isabelle Laumer, peneliti pasca doktoral di Universitas California Los Angeles (UCLA), menonton lebih dari 75 jam video-video kera besar yang tengah berinteraksi satu sama lain.

Kera besar adalah kerabat terdekat kita yang masih hidup, termasuk orangutan, simpanse, bonobo, dan gorila. Hewan dalam penelitian ini semuanya tinggal di kebun binatang, dan difilmkan saat mereka sedang melakukan rutinitas sehari-hari.

Keempat anggota kera ini terlihat saling menggoda. Para peneliti mengidentifikasi 18 perilaku menggoda yang berbeda.

Namun, terdapat lima perilaku yang paling umum, yaitu saling mencolek, memukul, menghalangi pergerakan sesama kera, membanting tubuh, dan bahkan menarik tubuh temannya.

Beberapa kera berulang kali melambaikan bagian tubuh atau benda di depan wajah sesama kera, atau, dalam kasus orangutan, saling menjambak rambut.

“Yang sering kami lihat adalah seekor kera muda menyelinap di belakang kera dewasa yang sedang sibuk merawat kera lain, lalu mencolek atau memukul punggung mereka, bahkan terkadang mengejutkan mereka,” kata Laumer, penulis pertama studi ini.

“Mereka kemudian akan menunggu dan memperhatikan respons kera dewasa. Biasanya, target akan mengabaikan mereka, sehingga mereka terus-menerus menggoda, membuat perilaku tersebut semakin rumit dan sulit untuk diabaikan, hingga terkadang mereka membantingkan seluruh tubuh ke kera dewasa."

Menurut para peneliti, perilaku menggoda itu mirip dengan yang dilakukan oleh anak-anak manusia, yaitu melakukan sebuah tindakan dengan sengaja, provokatif, dan terus-menerus. Bahkan, seringkali menambahkan unsur-unsur kejutan, permainan, dan menunggu respons mereka yang diganggu.

Persamaannya dengan manusia mungkin adalah menjulurkan lidah pada seseorang dan kemudian melarikan diri untuk mengukur reaksinya.

Gaya menggoda ini bahkan bisa menjadi dasar bagi pembentukan selera humor yang lebih rumit.

“Bercanda pada manusia memerlukan kemampuan kognitif yang cukup kompleks,” kata Laumer.

“Anda memerlukan teori pikiran [kemampuan membayangkan dunia dari sudut pandang orang lain], pengetahuan tentang norma-norma sosial, kemampuan mengantisipasi tanggapan orang lain, dan menghargai pelanggaran terhadap ekspektasi orang lain,” katanya.

Karena keempat spesies kera besar itu mampu bercanda, hal ini menunjukkan bahwa selera humor mungkin ada pada nenek moyang kita yang terakhir, yang hidup 13 juta tahun yang lalu.

Namun, banyak ilmuwan percaya bahwa humor jauh lebih tersebar luas di dunia hewan dibandingkan saat ini.

Misalnya, dalam bukunya The Descent of Man, ahli biologi Charles Darwin menyatakan bahwa anjing mungkin memiliki selera humor saat bermain dengan manusia. 

Siapa pun yang memiliki seekor anjing mungkin juga akan menyadari bahwa saat anjing bermain, mereka mengeluarkan suara dengusan yang hampir terdengar seperti tawa.

Dalam sebuah penelitian tahun 2005, ahli perilaku hewan Patricia Simonet memperdengarkan suara tersebut kepada anjing di tempat penampungan.

Dia menemukan bahwa mendengarkan "tawa" anjing membuat stres anjing di tempat penampungan berkurang.

Marc Bekoff, profesor emeritus ekologi dan biologi evolusi di Universitas Colorado, Boulder, mengatakan dia telah mengumpulkan data selama puluhan tahun yang menunjukkan bahwa anjing melakukan perilaku menggoda.

Temuan itu serupa dengan yang ditunjukkan oleh Laumer dan rekan-rekannya.

Misalnya, ketika mencoba mengajak anjing yang enggan bermain, seekor anjing mungkin mendekati yang lainnya dengan gaya berjalan yang meloncat-loncat atau pelan-pelan sebelum melarikan diri.

“Saya pernah melihat hal ini pada anjing, rubah, anjing hutan liar, dan serigala liar,” kata Bekoff.

Faktanya, Bekoff mengatakan bahwa selama kariernya ia telah mendengar cerita tentang banyak spesies yang bertindak seperti stand-up comedian dan pelawak, termasuk kuda, beruang hitam Asia, dan macaw merah.

Sementara itu, peneliti lain mencatat bahwa lumba-lumba tampak mengeluarkan suara kegembiraan saat mereka sedang bermain-main, dan terompet kegirangan pada gajah saat bermain. 

Beberapa burung beo diketahui menggoda hewan lain untuk bersenang-senang, misalnya dengan bersiul yang membingungkan anjing peliharaan.

Bahkan ada bukti bahwa tikus senang tertawa.

Selama sekitar satu dekade terakhir, Jeffrey Burgdorf, profesor peneliti di Universitas Northwestern di AS, menggelitik tikus.

Saat tikus digelitik, mereka mencicit gembira dengan suara bernada tinggi yang mirip dengan cekikikan.

Mereka datang kembali - lagi dan lagi - untuk mendapatkan lebih banyak gelitik.

Bahkan tikus itu dapat diajari bermain petak umpet untuk mendapatkan "hadiah berupa gelitik", menurut penelitian yang dilakukan oleh kelompok terpisah di Universitas Humboldt Berlin.

Sekarang Burgdorf dan timnya menggunakan temuan mereka untuk menginformasikan pengobatan depresi.

“Apa yang kami pelajari adalah bahwa hewan-hewan tersebut sangat penuh perhatian ketika mereka mengeluarkan suara-suara tersebut,” kata Burgdorf.

"Atasan saya [ahli saraf Jaak Panksepp] selalu mengatakan bahwa bermain adalah pupuk bagi otak, dan itu benar. Otak mereka terhubung. Mereka membuat sinapsis baru dan koneksi saraf baru."

"Jadi menurut saya hal itu memberi tahu kita bahwa ketika kita berada dalam suasana hati senang dan penuh humor, kita benar-benar melakukan yang terbaik dan menjadi diri kita yang terbaik," kata Burgdorf.

Namun, meskipun tikus jelas-jelas suka digelitik, apakah tawa mereka yang bernada tinggi benar-benar membuktikan bahwa mereka memiliki selera humor?

Sebagian besar bukti yang menunjukkan hewan memiliki selera humor adalah bersifat anekdot, karena hanya sedikit penelitian skala besar yang telah dilakukan.

Sulit juga untuk mengetahui mengapa seekor hewan melakukan perilaku tertentu.

Apakah kera-kera dalam penelitian Laumer hanya sekedar bercanda, atau mereka mencoba meredakan ketegangan, memulai permainan, atau bahkan sekadar menarik perhatian?

"Apakah menurut saya hewan punya selera humor? Ya, menurut saya memang begitu, tapi sulit dibuktikan," Bekoff mengakui.

“Contohnya, saya pernah menjumpai keluarga yang memiliki dua ekor anjing, di mana saat waktu makan, salah satu anjing berlari ke pintu depan dan menggonggong. Anjing lainnya kemudian berlari untuk melihat siapa yang ada di sana, sedangkan anjing pertama berlari kembali dan memakan makanannya.

"Jadi , bisa dibilang itu menunjukkan selera humor, tapi anjing pertama mungkin baru menyadari bahwa itulah cara mereka mendapatkan lebih banyak makanan," kata Bekoff.

Ada juga pertanyaan tentang tujuan evolusi humor pada hewan. Pada manusia, tawa diperkirakan berevolusi sebagai cara untuk membantu ikatan individu.

Lagipula, cara apa yang lebih baik untuk berteman selain berbagi lelucon yang bagus?

Mungkinkah humor mempunyai peran yang sama pada hewan?

“Pada manusia, humor dapat berfungsi sebagai pemecah kebekuan, menghilangkan hambatan sosial dan memperkuat hubungan,” kata Laumer.

“Kita tidak tahu apakah hal yang sama terjadi pada kera atau hewan lain, tapi hal ini mungkin saja terjadi. Untuk mengetahui secara pasti kita perlu menguji dan mengamati lebih banyak kelompok primata dan spesies lainnya,” katanya. (*)

Tags : selera humor, humor pada manusiadan hewan, humor pada hewan memperkuat ikatan habitat, kesehatan mental, kesejahteraan hewan, alam,