
PEKANBARU - Forum Transparansi 08 Asta Cita mempertanyakan peran kepala daerah (Bupati) Pelalawan atas kerusakan dan tragedi ekologi yang makin menganga di jantung Riau, Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
"Sengkarut TNTN jadi simbol luka alam permanen."
"Kita tidak bisa menutup mata. Perambahan ini tidak terjadi dalam semalam. Ini berlangsung bertahun-tahun, melibatkan jaringan yang rapi. Jika kepala daerah menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya secara benar dan konsisten, perambahan sebesar ini seharusnya bisa dicegah sejak awal,” kata Koordinator Umum Forum Transparansi 08 Asta Cita, Rifky RZ SH dalam konferensi pers yang digelar di Pekanbaru belum lama ini.
Menurutnya, ada sekitar 60.000 hektare lebih kawasan konservasi yang semula hijau dan subur, kini berubah menjadi hamparan kebun sawit ilegal dan ladang gersang akibat perambahan liar.
Rifky RZ SH mengeluarkan pernyataan tajam dan tegas mempertanyakan komitmen dan peran Bupati Pelalawan dalam pengawasan serta perlindungan kawasan hutan negara tersebut.
Sementara data dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyebutkan bahwa saat ini hanya sekitar 20.000 hektare dari total 81.793 hektare TNTN yang masih berfungsi sebagai hutan alami, dan hanya sekitar 6.720 hektare yang tergolong hutan primer.
Sisanya telah dikuasai, dirambah, dan ditanami sawit oleh berbagai kelompok dari perambah kecil hingga pemodal besar.
Tak hanya itu, laporan media dan lembaga pemerhati lingkungan mengungkap bahwa diduga sebuah Sekolah Dasar Negeri telah dibangun dan beroperasi di dalam kawasan hutan TNTN, tepatnya di wilayah yang secara hukum merupakan bagian dari taman nasional.
Meski terdengar mulia di permukaan, Rifky menyebut hal itu sebagai “preseden berbahaya” yang memberi legitimasi pada kegiatan ilegal.
“Jika ini benar, ketika pemerintah daerah membangun fasilitas pendidikan di atas tanah yang dirambah secara ilegal, secara tidak langsung pemerintah mengakui keberadaan aktivitas tersebut,” jelas Rifky.
"Apalagi jika didukung kepala daerah. Ini bukan sekadar kelalaian. Ini bisa dianggap sebagai bentuk pembiaran yang membungkus dirinya dalam nama pelayanan publik," sambungnya.
Forum Transparansi 08 tidak secara eksplisit menuduh Bupati Pelalawan terlibat secara langsung dalam aktivitas perambahan.
Rifky menyebut bahwa ada banyak indikasi yang perlu ditelusuri lebih dalam.
“Kami menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Namun ketika diduga fasilitas pendidikan resmi pemerintah berdiri di atas tanah yang dirampas dari hutan, ketika aparat desa dan tokoh adat terang-terangan memperjualbelikan lahan dalam TNTN tanpa sanksi berarti, maka wajar jika publik mempertanyakan: di mana peran kepala daerah? Apakah beliau tidak tahu, tidak mampu, atau... tidak peduli?”
Pernyataan ini menyusul penangkapan seorang tokoh adat, yang dilaporkan menjual lahan dalam TNTN, dan juga penangkapan ketua kelompok tani yang merambah secara ilegal. Aktivitas ini tidak mungkin berjalan tanpa dukungan atau minimal pembiaran dari otoritas lokal.
Forum Transparansi 08 AstaCita menilai bahwa tidak adanya tindakan tegas dari Pemkab Pelalawan selama bertahun-tahun justru menciptakan iklim ketidakpastian hukum.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya tindakan konkret dari pemerintah daerah dalam menyikapi laporan-laporan perambahan, bahkan ketika media lokal dan nasional telah berulang kali mengangkat isu ini ke permukaan.
“Masyarakat melihat ini sebagai bentuk restu diam-diam. Diamnya pejabat publik di tengah kerusakan lingkungan adalah bentuk kekerasan struktural terhadap hak generasi mendatang,” tambah Rifky.
Dengan kondisi semakin kritis ini, Forum Transparansi 08 Asta Cita menyampaikan empat seruan penting kepada seluruh pihak yang berwenang:
Hari ini, TNTN tidak hanya menjadi saksi bisu kerusakan ekologi, tapi juga menjadi medan ujian bagi integritas para pemimpin kita.
Apakah mereka akan terus berdiam diri, atau justru bangkit menjadi pelindung warisan alam negeri ini?
“Kami tidak sedang berbicara tentang sawit, sekolah, atau program pembangunan. Kami sedang berbicara tentang pelanggaran hukum, kerusakan lingkungan yang sistematis, dan keadilan bagi bumi dan anak cucu kita,” pungkas Rifky.
Forum Transparansi 08 Asta Cita menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi menjaga marwah hukum dan keberlanjutan lingkungan hidup Indonesia. (*)
Tags : TessoNilo, Transparansi Hutan, Pelalawan, Riau, Hutan Indonesia, ForumTransparansi08Astacita,