AGAMA - Sholat Jumat di Masjid Raya Senapelan Pekanbaru masih ditengah pandemi tetap menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes), Jumat (21/1/2022).
"Pelaksanaan salat Jumat beberapa masjid terus tetap menjalankan protokol kesehatan."
"Banyak laporan memang, minggu ini terutama yang paling kelihatan yang saf-nya rapat, tapi secara umum bagus menuruti protokol yang sudah ditetapkan," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin saat konferensi pers di media center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, di Graha BNPB.
Ustad Abdul Rachman Aroni dalam kotbah Jumat (21/1/2022).
Menteri Agama Fachrul Razi tetap mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi terkait Masjid saat melakukan sholat berjemaah (Jumat). Tetapi Kamaruddin tidak menjelaskan secara rinci masjid di daerah mana yang belum menjalankan protokol kesehatan. Bagaimanapun, menurutnya, menteri agama akan menanggapi laporan di lapangan yang diterima dari Kantor Wilayah Kemenag dan masyarakat.
"Menteri Agama akan melakukan evaluasi setelah pelaksanaan salat jumat ini," kata Kamaruddin.
Kamaruddin juga menyarankan agar Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) yang berada di perumahan atau di perkantoran untuk kreatif mensiasati membludaknya jemaah yang ingin menunaikan salat Jumat.
"Silakan masjidnya kemudian berpikiran kreatif, barangkali ada jalanan di depan masjid yang kemudian bisa ditutup, dan dijadikan tempat tambahan. Termasuk misalnya di kantor-kantor. Di kantor tempatnya terbatas, sehingga menjaga physicall distancing tentu tidak mudah. Tempat yang ada di samping kiri, kanan, depan, belakangnya juga bisa dimanfaatkan," ucap Kamaruddin.
Setelah beberapa bulan pelaksanaan salat Jumat terhenti akibat pandemi Covid-19, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 15 Tahun 2020, yang mengatur tentang panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman Covid-19.
Protokol 'new normal' salat Jumat sudah dilaksanakan di sejumlah masjid seperti Jumat (21/1/2022) tadi, namun pakar epidemiologi memperingatkan potensi penularan Covid-19 masih tetap ada.
Sejumlah masjid di tanah air mulai mengizinkan kegiatan salat Jumat dengan protokol mencegah penularan Covid-19, sesuai arahan MUI.
Namun, menurut pakar epidemiologi, risiko penularan Covid-19 melalui kegiatan ibadah berjemaah tetap ada, maka pengawasan ketat protokol kesehatan harus dilakukan.
Di Kota Pekanbaru, Nanang (42), baru kembali salat Jumat (21/1) pada minggu ini sejak bulan Januari.
Ia melakukan salat di Masjid Raya Senapelan, bersamaan dengan puluhan orang lainnya.
Salat kali ini berbeda, kata Nanang, karena setiap jemaah diberi jarak sekitar 80 cm dan masing-masing mengenakan masker.
Ia mengatakan tak merasa khawatir beribadah berjamaah.
"Nggak (khawatir), sudah biasa saja. Kan di masjid kita nggak ada salam-salaman atau jabat tangan seperti biasanya," kata Nanang pada wartawan RIAUPAGI.com.
Biasanya, kata Nanang, khotbah di masjid itu berlangsung sekitar 40 menit, tapi pada salat Jumat tadi ini, khotbah lebih singkat dan ibadah salat Jumat berlangsung selama 30 menit saja.
Meski begitu, Nanang mengatakan protokol yang ada tidak terlalu nyaman bagi para jamaah.
"Di samping tidak sesuai dengan ajaran yang disunahkan nabi, nuansa silaturahminya juga seolah pudar," katanya.
Meski masih ditemukan beberapa orang tidak mengenakan masker, jemaah tampak tertib duduk dan melakukan salat dengan mengikuti tanda shaf di lantai masjid, yang sudah diberi tanda titik merah oleh pengurus masjid.
Tanda titik merah tersebut masing-masing berjarak kurang lebih satu meter. Di pintu masjid pun tersedia air dan sabun untuk cuci tangan. Penerapan protokol kesehatan juga terlihat di masjid Raya Senapelan dekat lingkungan Pasar bawah ini.
Sutadji, salah seorang jemaah masjid mengatakan setiap salat Jumat, masjid setempat mewajibkan jemaah mengikuti protokol kesehatan antara lain mengenakan masker dan menjaga jarak aman dalam shaf salat.
"Kita diwajibkan pakai masker. Kalau nggak pakai masker kita nggak boleh ikut salat Jumat berjamaah. Kemudian setiap pintu masuk diukur suhu tubuh," ungkap Sutadji.
'Tetap ada risiko penularan'
Para ahli epidemiologi mengatakan protokol jaga jarak di masjid akan mengurangi kontak antara jemaah.
"Tapi kan masuh jauh lebih tinggi interaksinya dibandingkan kalau salat di rumah," kata Epidemiologi Riau, dr Wildan Asfan Hasibuan yang pernah menyikapi.
Hal itu membuat risiko penularan di masjid tetap ada, ujarnya.
'Risiko penularan masih ada meski ada protokol jaga jarak di masjid'
"Masalahnya kita tidak bisa pastikan kontak tidak terjadi, hal yang akan meningkatkan risiko penularan."
Dari sisi kesehatan, Wildan Asfan Hasibuan mengatakan ketika masyarakat bisa menghindari keramaian, sebaiknya mereka tetap menghindari keramaian.
Namun, mengingat telah banyaknya masjid yang menggelar salat Jumat, Wildan Asfan Hasibuan mengatakan protokol jaga jarak di masjid harus diterapkan dengan secara konsisten.
"Kecenderungan kita untuk patuh pada awal-awal, lalu semakin lama semakin sloppy (ceroboh). Lama-lama menyebabkan transmisi lebih mudah terjadi," katanya.
Ia mengatakan mekanisme hukuman juga perlu diterapkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran saat beribadah.
Selain itu, surveilans perlu diperkuat agar bisa dilakukan deteksi dini jika terjadi kasus Covid-19 di suatu tempat, tambahnya.
Apa arahan MUI?
Umat Islam di sejumlah wilayah Indonesia mulai menggelar salat Jumat seiring dilonggarkannya pembatasan sosial dan transisi menuju normal baru. Seperti apa pedoman salat Jumat yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Masjid Indonesia?
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam fatwanya yang dikeluarkan pada Kamis 4 Juni 2021 kemarin telah mengeluarkan pedoman penyelenggaraan salat Jumat untuk mencegah penularan Covid-19.
Fatwa ini dikeluarkan setelah dimulainya penerapan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial dan transisi menuju normal baru di sejumlah kawasan, di tengah kenyataan bahwa wabah itu belum benar-benar hilang.
Sholat jumat di tengah PPKM 2 di Masjid Raya Senapelan Kota Pekanbaru.
MUI mengeluarkan fatwa terkait pedoman salat Jumat juga dilatari berbagai pertanyaan dari masyarakat tentang hukum pelaksanaan salat Jumat terkait protokol kesehatan.
Beberapa pertanyaan yang mengemuka, demikian MUI dalam pertimbangan fatwanya, antara lain tentang perenggangan saf serta tata cara pelaksanaan salat Jumat mengenai pengurangan daya tampung.
Dalam fatwanya, MUI menyatakan perenggangan saf saat salat Jumat dibolehkan, karena disadari untuk mencegah penularan wabah covid-19.
Tentang usulan agar salat Jumat digelar secara bergelombang, MUI menyatakan "pada dasarnya salat Jumat hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan".
Apabila jamaah salat Jumat tidak tertampung karena keharusan jarak, maka salat Jumat "boleh diselenggarakan berbilang" dengan menyelenggarakan salat jumat di tempat lainnya.
Dan apabila ternyata masjid atau tempat lain masih tidak dapat menampung jamaah salat Jumat dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan salat Jumat, maka sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat.
"Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan salat Jumat di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan salat Jumat dengan model shift, dan pelaksanaa salat Jumat dengan model shift hukumnya sah," demikian fatwa MUI.
"Pendapat kedua, jemaah melaksanakan salat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan salat Jumat dengan model shift hukumnya tidak sah," tambah MUI dalam fatwanya.
Terhadap perbedaan ini, MUI menyatakan bahwa jemaah dapat memilih salah-satu di antara dua pendapat, "dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing."
Tetap patuhi protokol Covid-19
Di dalam bagian lain fatwanya, MUI membolehkan jemaah salat Jumat untuk mengenakan masker.
Lebih lanjut MUI merekomendasikan agar jemaah mematuhi protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, wudu dari rumah, membawa sajadah sendiri dan jaga jarak aman.
Masjid juga diminta untuk mendukung imam salat Jumat memperpendek khutbah salat dan memilh bacaan surat al-Quran yang pendek saat salat.
Adapun jemaah yang sakit dianjurkan salat di rumah masing-masing.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla sudah mengeluarkan surat edaran panduan beribadah di masjid selama pandemi Covid-19, di antaranya mengatur tata cara salat Jumat.
"Kita menganjurkan untuk salat Jumat dua kali, dua shift," kata Jusuf Kalla kepada media di Jakarta, Selasa 2 Juni 2021 kemarin.
Anjuran itu, menurut Kalla, untuk mencegah terjadinya kepadatan jamaah salat Jumat.
Dengan menggunakan cara dua shift atau lebih, menurutnya, akan mengurangi jamaah yang membludak saat salat Jumat.
Menurutnya, aturan itu sesuai fatwa MUI DKI tahun 2001 tentang hukum melaksanakan salat jumat dua kali dalam satu tempat karena keterbatasan kapasitas.
Dalam fatwa tersebut, kata Kalla dalam pernyataan tertulisnya, apabila memungkinkan salat jumat hanya dilaksanakan satu kali dalam satu masjid di setiap kota atau desa.
DMI, menurutnya, menyerukan agar pengelola masjid untuk mengurangi kapasitas jemaah masjid hingga 44% dan berjarak minimal satu meter.
Sebelumnya, akhir Mei lalu, Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 15 tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di masa pandemi.
Ia berharap penerapan panduan ini dapat meningkatkan spiritualitas umat beragama dalam menghadapi Covid-19.
"Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik pencegahan persebaran Covid-19," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu 30 Mei 2021.
Pemerintah pun mengatur kegiatan keagamaan tak berdasarkan status zona yang berlaku di suatu daerah. Artinya, pelaksanaan kegiatan keagamaan tetap dibolehkan di pelbagai zona, selama di lingkungan tersebut tidak terdapat kasus Covid-19.
"Meskipun daerah berstatus zona kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah atau kolektif," kata Fachrul.
Berdasarkan surat edaran tersebut, rumah ibadah wajib mengantongi Surat Ibadah Aman Covid dari ketua gugus tugas dari tingkat provinsi hingga kecamatan.
"Surat keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan," kata Fachrul.
Sejumlah ketentuan yang menjadi protokol kesehatan Covid-19 di rumah ibadah antara lain:
Para jemaah menjaga jarak dan mengenakan masker saat pelaksanaan salat Jumat.
Jadi masyarakat harus yakin rumah ibadah sudah mengantongi surat izin, menggunakan masker, mencuci tangan, menghindari kontak fisik seperti bersalaman, dan menjaga jarak minimal satu meter. (*)
Tags : Virus Corona, Sholat Jumat, Masjid Raya Senapelan Pekanbaru, Sholat Jumat Ditengah Pandemi, Sholat Jumat Tetap Jalankan Protokol Kesehatan,