Nusantara   2022/10/22 9:40 WIB

Sidang Pengadilan Polusi Udara Majelis Hakim Sebut para Tergugat 'Lalai' Tidak menjalankan Kewajiban, 'Sehingga Kualitas Udara Jakarta Jadi Buruk'

Sidang Pengadilan Polusi Udara Majelis Hakim Sebut para Tergugat 'Lalai' Tidak menjalankan Kewajiban, 'Sehingga Kualitas Udara Jakarta Jadi Buruk'
Suasana gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Rabu (28/9/2022). Berdasarkan data dari situs pemantauan udara AirVisual.com pada Rabu 28 September pukul 15.00 WIB, Jakarta menempati posisi kempat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan indeks kualitas udara di angka 152 atau dalam kategori tidak sehat.  

JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan tergugat I sampai IV dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan melakukan perbuatan melawan hukum berkaitan dengan penanganan polusi udara.

Para tergugat, dalam pertimbangan majelis hakim, dinyatakan telah lalai tidak menjalankan kewajiban dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, "yang mengakibatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi buruk".

Sehingga menimbulkan kerugian bagi para penggugat dan masyarakat DKI Jakarta, di antaranya timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara.

"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dihubungankan satu dan lainnya Pengadilan Tinggi berkesimpulan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt Pst tanggal 16 September 2021 dapat dipertahankan dan dikuatkan," demikian bunyi dalam salinan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang dipimpin Abdul Fattah.

Pada Januari 2022 lalu para tergugat mengajukan memori banding yang pada intinya meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan agar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 16 September 2021, dibatalkan.

Sejumlah alasan yang dilampirkan dalam memori banding itu karena gugatan warga negara tersebut tidak memenuhi syarat formil dan dalil bahwa Presiden Republik Indonesia melakukan perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi.

Hal lain, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 16 September 2021 itu dianggap cacat materiil karena tidak mempertimbangan bukti-bukti yang valid dari Menteri Dalam Negeri.

Adapun Menteri Dalam Negeri menyebut tidak memiliki fungsi langsung terhadap pemenuhan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Selain itu, Mendagri mengeklaim telah melaksanakan pembinaan dan pengawasan umum kepada pemerintah daerah dalam hal ini Provinsi Banten dan Jawa Barat.

Siapa yang menggugat?

Gugatan pencemaran udara di ibu kota diajukan oleh 32 warga yang dikuasakan kepada Tim Advokasi Gerakan Ibukota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) pada Juli 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Para penggugat menilai udara Jakarta yang tercemar menyebabkan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak terpenuhi.

Pada 2010 terjadi 5 juta kasus timbulnya penyakit yang berkaitan dengan pencemaran udara dan meningkat pada 2016 menjadi 6 juta kasus. 

Akibatnya masyarakat DKI Jakarta menanggung beban biaya sebesar Rp38,5 triliun pada tahun 2010 dan Rp51,2 triliun pada 2016 untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara.

Tercemarnya udara Jakarta merupakan akibat dari kegiatan masyarakat yang mencakup penggunaan kendaraan bermotor, industri, pembangkit listrik, pembakaran sampah, dan lain-lain.

Kegiatan pencemaran itu pun, tidak hanya ada di Jakarta, tapi di sekitar Jakarta.

Mereka menilai penyelesaian permasalahan udara lintas batas administrasi memerlukan tindakan berbagai pejabat pemerintah.

Dalam hal ini Presiden dan tiga menterinya juga harus mengawasi, mengevaluasi dan memfasilitasi Pemprov DKI Jakarta, Banten, dan Pemprov Jawa Barat untuk memiliki kewajiban hukum untuk mengendalikan pencemaran udara.

Apa putusan PN Jakarta Pusat?

Pada 16 September 2021, Hakim menyatakan para tergugat dalam perkara ini telah melakukan perbuatan melawan hukum berkaitan dengan penanganan polusi udara.

Adapun para tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, tercantum turut tergugat yakni Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat.

"Menyatakan tergugat 1, tergugat 2, tergugat 3, tergugat 4, dan tergugat 5 telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata hakim Saifuddin.

Para tergugat dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Apa sanksi yang dijatuhkan?

Tergugat 1 (Presiden Joko Widodo) disebut untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tergugat 2 (Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar) disebut untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI (Anies Baswedan), Gubernur Banten (Wahidin Halim) , dan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil), dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Tergugat 3 (Menteri Dalam Negeri) disebut untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja tergugat 5 (Gubernur DKI) dalam pengendalian pencemaran udara.

Tergugat 4 (Menteri Kesehatan) disebut untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKIyang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat 5 (Gubernur DKI) dalam penyusunan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara. (*)

Tags : Majelis Hakim, Pengadilan Tinggi Jakarta, Sidang Polusi Udara, Kualitas Udara Jakarta Buruk,