LINGKUNGAN - Dampak pemanasan global berpotensi jauh melebihi perkiraan yang sebelumnya diyakini secara internasional. Ini merupakan temuan sejumlah periset di Badan Meteorologi Inggris.
Merujuk para peneliti di lembaga itu, terdapat kemungkinan rata-rata suhu tahunan bumi akan naik lebih dari 1,5 derajat Celsius selama lima tahun ke depan. Potensi terjadinya perkiraaan ini 50 berbanding 50.
Kenaikan suhu seperti itu diyakini hanya bersifat sementara. Meski begitu, para peneliti tetap mencemaskan kenaikan suhu secara keseluruhan.
Secara umum, para peneliti di Badan Meteorologi Inggris yakin bahwa pada tahun 2022 sampai 2026 akan muncul rekor suhu terpanas.
Seiring tingkat pemanasan gas di atmosfer yang melonjak pesat selama tiga dekade terakhir, suhu global sudah meningkat secara bertahap.
Pada tahun 2015, suhu rata-rata dunia untuk pertama kali naik 1 derajat Celsius. Kenaikan itu berada di atas tingkat peningkatan suhu setelah pra-era industri.
Pada tahun itu, Perjanjian Iklim di Paris, Prancis, yang diteken banyak negara, menargetkan setiap pemerintahan untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 derajat Celsius.
Adapun pada perhelatan COP26 di Glasgow, Skotlandia, November lalu, banyak negara kembali mengulangi komitmen mereka untuk menjaga kenaikan suhu pada batas 1,5 derajat Celsius.
Selama tujuh tahun terakhir, rata-rata suhu global lebih tinggi sekitar 1 derajat Celsius dibandingkan suhu tahunan sebelumnya. Tahun 2016 dan 2020 dinyatakan sebagai tahun terpanas dalam sejarah.
Para ilmuwan menegaskan, dengan kenaikan pemanasan sekitar 1 derajat saja, bumi akan mengalami dampak signifikan. Salah satu dampaknya adalah kebakaran hutan di Amerika Serikat tahun 2021 yang skalanya belum pernah tercatat sebelumnya. Dampak lain yang terjadi adalah gelombang panas drastis yang saat ini melanda India dan Pakistan.
"Hal mendasar yang berubah adalah tingkat karbon dioksida di atmosfer, yang perlahan-lahan naik," kata Leon Hermanson, periset utama laporan yang disusun Badan Meteorologi Inggris dirilis BBC.
"Saya pikir orang sudah cukup risau tentang perubahan iklim dan itu mengkhawatirkan."
"Potensi kenaikan suhu ini menunjukkan bahwa kita terus menghangatkan bumi dan kita semakin dekat dengan ambang batas pertama yang ditetapkan dalam perjanjian Paris. Kita perlu terus melakukan segala cara untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil," tuturnya.
Hermason dan rekan-rekan perisetnya menyatakan, rata-rata suhu tahunan yang naik lebih dari 1,5 derajat Celsius berbeda dengan kenaikan suhu berkelanjutan.
Jika perkiraan itu akhirnya benar-benar terlampaui dalam lima tahun ke depan, Hermason menyebut suhu akan kembali turun hingga 1,5 derajat Celsius.
Walau demikian, Hermason berkata bahwa seluruh pihak bukan berarti tidak perlu melakukan antisipasi yang signifikan.
"Selama kita terus mengeluarkan gas rumah kaca, suhu akan terus meningkat," kata Profesor Petteri Taalas dari WMO.
"Dan di samping itu, lautan kita akan terus menjadi lebih hangat dan lebih asam. Es laut dan gletser akan terus mencair. Permukaan laut akan terus naik dan cuaca akan menjadi lebih ekstrem," katanya.
Menurut penelitian, wilayah Arktik kemungkinan akan merasakan dampak pemanasan yang lebih besar selama lima tahun ke depan dibandingkan dengan bagian dunia lainnya.
Para peneliti mengatakan, perbedaan suhu dari rata-rata jangka panjang akan tiga kali lebih besar di daerah ini.
Para peneliti juga percaya bahwa tahun-tahun berikutnya kemungkinan akan menjadi salah satu tahun terpanas, memecahkan rekor sebelumnya di tahun 2016 dan 2020.
Ancaman itu akan terjadi, kemungkinan besar pada tahun El Nino, fenomena meteorologis alami yang terkait dengan pemanasan pada permukaan air di timur laut Pasifik. El Nino diyakini turut memengaruhi cuaca di seluruh dunia.
"Rata-rata suhu tahunan melebihi 1,5 derajat mungkin akan terjadi bersamaan pada tahun munculnya El Nino," kata Hermanson dari Badan Meteorologi Inggris.
"Peristiwa itu ibarat titik tertinggi perubahan iklim. Rekor tahun berikutnya mungkin akan menjadi tahun terjadinya El Nino, seperti pada 2016," tuturnya.
Cuaca panas di Indonesia, tembus 36,1 derajat Celsius
Selama periode 1 sampai 7 Mei 2022, cuaca panas terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Hasil pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, suhu berada dikisar 33-36,1 derajat Celsius terjadi di wilayah Tangerang, Banten dan Kalimarau, Kalimantan Utara.
Dalam lima tahun terakhir, suhu maksimum Indonesia sekitar 38,8 derajat Celsius, yang terjadi di Palembang tahun 2019 dan di Samarinda pada Mei 2018.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangan tertulisnya mengatakan, cuaca panas tahun ini dipicu beberapa faktor, di antaranya posisi semu matahari yang berada di wilayah utara ekuator.
Situasi ini, menurut dia, mengindikasikan bahwa Indonesia tengah bersiap masuk ke musim kemarau.
Akibat dari situasi ini, tingkat pertumbuhan awan dan hujan akan berkurang sehingga terjadi cuaca cerah yang memaksimalkan penerimaan sinar matahari ke permukaan bumi.
Bagaimanapun Guswanto menegaskan, suhu panas di Indonesia tidak terkait fenomena gelombang panas yang melanda India dan Pakistan. (*)
Tags : Perubahan iklim, Suhu Bumi Diperkirakan Naik, Suhu Bumi Naik Hingga Lima Tahun ke Depan,