LINGKUNGAN - Terlepas dari semua janji pimpinan berbagai negara untuk mengambil tindakan, suhu dunia masih memanas menuju tingkat yang berbahaya. Ini adalah penilaian blak-blakan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Para ahli yang bekerja untuk PBB telah mempelajari rencana penanganan persoalan iklim dari lebih 100 negara, termasuk Indonesia, yang mereka sebut tidak meningkatkan target mengurangi emisi karbon sejak tahun 2015. Para pakar di PBB menyimpulkan bahwa kita sedang menuju ke arah yang salah. Para ilmuwan baru-baru ini menyatakan, untuk menghindari dampak terburuk dari peningkatan suhu, emisi karbon global perlu dikurangi hingga 45% pada tahun 2030.
Namun analisis ini menunjukkan bahwa emisi karbon justru akan meningkat sebesar 16% selama periode tersebut. Situasi itu pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan suhu hingga 2,7 derajat Celsius di atas masa pra-industri. Ini jauh di atas batas yang ditetapkan oleh komunitas internasional. "Peningkatan 16% merupakan penyebab keprihatinan besar," kata Patricia Espinosa, kepala tim negosiator urusan iklim PBB.
"Ini sangat kontras dengan seruan kalangan sains untuk mengurangi emisi secara cepat, berkelanjutan, dan berskala besar demi mencegah konsekuensi dan penderitaan iklim yang paling parah, terutama di wilayah yang paling rentan, di seluruh dunia," ujarnya.
Ini adalah peringatan keras terkait skala persoalan yang akan dibicarakan pada konferensi iklim COP26. Ajang ini dijadwalkan berlangsung di Glasgow, Skotlandia, enam minggu mendatang. Tujuan utama dari perhelatan raksasa ini adalah demi menjaga harapan terkait upaya membatasi kenaikan suhu global dengan cara membujuk banyak negara mengurangi emisi mereka.
Di bawah aturan Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, negara-negara diminta memperbarui rencana pengurangan karbon mereka setiap lima tahun. Namun PBB menyebut bahwa dari 191 negara yang mengambil bagian dalam Perjanjian Paris, hanya 113 negara yang sejauh ini memberikan janji yang lebih baik. Alok Sharma, Presiden Konferensi COP26, berkata bahwa negara-negara yang memiliki rencana iklim ambisius "sudah membengkokkan kurva emisi ke bawah". "Tetapi tanpa tindakan dari semua negara, terutama dengan ekonomi terbesar, upaya ini berisiko menjadi sia-sia."
Sebuah studi yang dilakukan Climate Action Tracker menemukan, di antara kelompok negara industri terkemuka G20, hanya segelintir, termasuk Inggris dan AS, yang telah memperkuat target mengurangi emisi. Dalam analisis lain, World Resources Institute and Climate Analytics menyoroti bagaimana China, India, Arab Saudi, dan Turki belum menyerahkan rencana terbaru mereka.
Negara-negara ini bertanggung jawab atas 33% gas rumah kaca global. Adapun Australia dan Indonesia memiliki target pengurangan karbon yang sama seperti yang mereka lakukan pada tahun 2015. Padahal Perjanjian Paris terikat pada mekanisme ratchet, yang berarti target yang ditetapkan pada awal perjanjian adalah basis terendah dalam mengejar target pengurangan emisi.
Studi yang sama juga menemukan bahwa emisi Brasil, Meksiko, dan Rusia malah akan meningkat dan tidak menyusut. Sementara negara-negara termiskin, yang paling rentan terhadap kenaikan permukaan laut, suhu udara, dan kekeringan ekstrem, memprioritaskan penurunan cepat dalam emisi karbon. "Negara-negara G20 harus memimpin dalam mengurangi emisi dengan cepat untuk mengurangi dampak perubahan iklim," kata Sonam P Wangdi, ketua Kelompok Negara-negara Paling Tidak Berkembang (LDCs). "Mereka adalah negara-negara dengan kapasitas dan tanggung jawab terbesar. Mereka tidak bisa lagi melangkah dan memperlakukan krisis ini seperti krisis lainnya," ujarnya.
Ada harapan bahwa China dapat merevisi rencana iklimnya menjelang konferensi COP26 di Glasgow. Sebagai penghasil emisi terbesar di dunia, China sebelumnya menyatakan bahwa mereka akan mencapai puncak emisi pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Pengumuman target yang lebih ambisius akan memberikan dorongan yang signifikan bagi pembicaraan persoalan iklim ini. Meski begitu, tidak ada petunjuk tentang kapan atau bahkan apakah rencana itu dapat terjadi. (*)
Tags : Perubahan iklim, Suhu Bumi Memanas, Cuaca Panas Menyengat,