JAKARTA - Sumber daya gas bumi di Indonesia ternyata masih berlimpah. Hal ini terbukti dari temuan-temuan baru dengan jumlah yang fantastis belakangan ini.
Hal ini diharapkan turut mencerahkan bisnis industri hulu gas Indonesia.
Temuan-temuan gas baru itu memantik ramalan masa depan industri hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia akan semakin cerah.
Hal itu dikatakan langsung oleh Mantan Ketua Indonesian Gas Society (IGS), Didik Sasongko Widi.
Didik berharap, agar industri migas di Indonesia dapat menjadi lebih efisien dan mampu menyesuaikan diri dengan pasar gas bumi.
Indonesia juga perlu mengurangi ketergantungan pada subsidi pemerintah untuk mendorong adaptasi terhadap harga pasar.
Sebagaimana dalam catatan, temuan cadangan gas berada di beberapa wilayah RI, seperti di Wilayah Kerja North Ganal sumur Geng North-1, Kalimantan Timur, sumur Timpan-1 Blok Andaman II, dan sumur eksplorasi Layaran-1 di Blok South Andaman.
Nah, dengan temuan-temuan gas raksasa itu, Didik meyakini investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.
Mengutip data Indonesian Petroleum Association (IPA), kebutuhan gas Indonesia diproyeksikan akan meningkat 4 kali lipat dalam periode 2020-2050.
Peran gas dalam bauran energi juga akan bertambah dari 21% pada 2020, menjadi 22% (2030), dan bertambah menjadi 24% (2050).
Peran gas bumi akan menjadi penyokong dalam mendukung ketahanan energi Indonesia, dengan pertimbangan emisi yang relatif lebih rendah.
Selain itu, langkah tersebut juga akan didukung dengan menekan impor migas untuk mengurangi defisit neraca perdagangan.
Kebutuhan energi yang besar pada 2050 akan menyebabkan gap atau selisih antara produksi dan permintaan yang jauh, sehingga menyebabkan perlu dilakukannya impor. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi gap tersebut melalui peningkatan produksi.
Neraca migas Indonesia dalam periode 2017-2021 selalu menunjukkan defisit atau tingkat impor yang melebihi ekspor. Bahkan, IPA memperkirakan selisih produksi dan kebutuhan minyak akan mencapai 83% dan gas 78% pada 2050 jika tidak terjadi perbaikan.
Penyelesaian persoalan ini juga memerlukan komitmen penuh. Dari segi kebijakan, perlu ditetapkan roadmap transisi energi yang jelas, stabilitas regulasi untuk menarik investasi, dan kebijakan harga gas yang telah mempertimbangkan faktor keekonomian.
Tantangan yang juga perlu diatasi terkait dengan investasi dengan peningkatan daya tarik fiskal, eksplorasi di Indonesia Timur yang memerlukan investasi besar dengan risiko tinggi.
Bahkan, data Wood Mackenzie yang dikutip dari IPA menunjukkan cadangan gas besar di Indonesia di dominasi kawasan Indonesia Timur dengan kontribusi 60%.
Dari segi teknis, perlu adanya peningkatan kuantitas dan kualitas data migas, peningkatan eksplorasi untuk menemukan cadangan besar, dan perlunya ketersediaan infrastruktur untuk lokasi sumber daya tertentu.
Salah satu strategi memperbaiki kurangnya produksi domestik melalui dukungan pada kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja yang akan menarik investasi dan membuka lapangan pekerjaan.
Usaha ini dapat mendorong kerja sama dengan pelaku industri migas global untuk memaksimalkan produksi domestik.
Beberapa perusahaan seperti Eni, Premier Oil, dan Mubadala Energy telah menemukan cadangan gas signifikan di berbagai wilayah Indonesia.
Hal ini menciptakan peluang besar bagi industri migas di tanah air.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga aktif berupaya mengurangi ketergantungan pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Noor Arifin Muhammad, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, menyatakan fokus pemerintah untuk memanfaatkan gas bumi dalam negeri dan menggantikan LPG untuk kebutuhan memasak.
Pengembangan infrastruktur gas bumi melalui pipa, seperti proyek pipa transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem), diharapkan dapat memperkuat pasokan gas di Jawa Timur.
Noor berharap pembangunan ini dapat mengurangi impor LPG sebesar 50%, sehingga gas bumi lebih banyak digunakan di dalam negeri.
Meskipun begitu, sektor migas tidak menjadi sorotan utama dalam debat calon wakil presiden (cawapres) baru-baru ini.
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa isu migas mungkin tidak begitu menonjol dalam kampanye publik karena khawatir akan dianggap kurang populis di tengah isu lingkungan dan transisi energi.
Dalam upaya meningkatkan produksi migas, Kementerian ESDM mencatat capaian produksi minyak dan gas belum mencapai target pada tahun 2023.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Tutuka Ariadji, menyatakan perlunya strategi khusus untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri.
Didik Sasongko Widi juga menyoroti wacana penyetopan ekspor gas bumi ke luar negeri.
Dia berpendapat bahwa hal tersebut perlu diimbangi dengan upaya maksimal dalam pemanfaatan gas bumi di dalam negeri agar menarik minat investor.
Meskipun industri migas menghadapi beberapa tantangan, seperti penurunan produksi minyak dan gas, para pemangku kepentingan terus berupaya mengoptimalkan potensi sumber daya migas Indonesia.
Dengan temuan cadangan gas yang melimpah, industri migas Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pilar ekonomi yang kuat di masa depan. (*)
Tags : gas, agenda setting, pertamina, energi batu bara , minyak dan gas, migas,