JAKARTA - Tim Kejaksaan Agung (Kejagung) menjemput Surya Darmadi di Bandara Soekarno Hatta dan langsung membawanya untuk diperiksa di kantor Kejagung, Senin 15 Agustus 2022 siang.
"Surya selanjutnya akan ditahan selama 20 hari," kata Kejagung.
“Hari ini kami telah melakukan penjemputan tersangka SD, dan dua minggu yang lalu SD berkirim surat kepada kami dalam rangka untuk menyerahkan diri,” kata Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, dalam keterangan kepada media.
Surya, menurutnya, mendarat pada pukul 13.30 WIB menggunakan penerbangan China Airlines. Pemeriksaan hari ini, lanjut dia, akan dilanjutkan dengan penahanan selama 20 hari.
Pemeriksaan oleh Kejagung, kata Burhanuddin, akan dilakukan bekerjasama dengan KPK, "karena juga ada perkara yang ditangani oleh KPK".
Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang, dalam keterangan kepada media di Kantor Kejagung mengatakan kliennya siap mengikuti proses hukum selanjutnya.
"Hari ini resmi beliau mengikuti semua proses [hukum] di Kejaksaan maupun di aparat hukum yang lain," kata Juniver, menampik bila Surya disebut 'kabur'.
Surya, menurut Juniver, pagi tadi terbang dari Taipei, China, dan selama ini tidak mengetahui ada panggilan terkait statusnya sebagai tersangka kasus korupsi senilai Rp78 triliun.
"Beliau tinggal di luar negeri dan baru mengetahui ada pemanggilan," lanjut Juniver.
Sebelumnya, kepada BBC News Indonesia, Juniver mengatakan bahwa kepulangan kliennya ke Indonesia bukan dalam konteks “menyerahkan diri”, melainkan “membela diri” atas tuduhan korupsi tersebut.
“Dengan dia hadir, dia bisa membela dirinya secara sempurna,” katanya.
Sebelumnya, pegiat antikorupsi mendesak Kejaksaan Agung segera menangkap Surya Darmadi dan “tidak bernegosiasi” dengan permohonan tersangka kasus korupsi senilai Rp78 triliun itu untuk mencabut status pencekalannya ke luar negeri demi bisa menghadiri panggilan penyidik ke Indonesia.
Surya Darmadi alias Apeng, yang merupakan bos dari perusahaan pengekspor sawit PT Duta Palma Group, rencananya akan tiba di Indonesia dan datang ke Kejaksaan Agung pada Senin (15/08), untuk “membuat klarifikasi” kasus yang menjeratnya.
Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko, mewanti-wanti agar penegak hukum memastikan Surya Darmadi tidak melarikan diri dan mengulang kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada kasus Djoko Tjandra.
Apalagi, Surya Darmadi telah mangkir tiga kali dari panggilan Kejagung untuk diperiksa.
Dia juga telah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019 terkait kasus suap revisi alih fungsi hutan di Riau dan belum pernah tertangkap sejak saat itu karena keberadaannya “belum diketahui”.
“Enggak ada negosiasi, tangkap saja karena sudah tiga kali mangkir. Kalau pengacaranya bilang ‘mohon hormati proses hukum’, lah wong tersangkanya enggak menghormati kok, kabur kok. Penting bagi aparatur penegak hukum kita untuk tegas, tidak ada negosiasi bagi seorang tersangka,” kata Wawan, Minggu (14/08).
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Imigrasi mencekal Surya ke luar negeri sejak Kamis (11/08). Pada 2019 lalu, Surya juga pernah dicekal usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, namun faktanya dia belum tertangkap dan berada di luar negeri sampai saat ini.
Adapun Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan, Agung Ketut Sumedana, mengaku belum menerima informasi terkait rencana kedatangan Surya.
“Kalau dia niat mau datang, masuk (ke Indonesia) kan bisa. Kami tidak pernah menangkal mereka masuk ke Indonesia, kalau mencegah ke luar ya. Kalau yang bersangkutan ingin datang silakan saja datang, enggak perlu koar-koar di media,” kata Ketut ketika dihubungi.
Kejaksaan Agung menetapkan Surya sebagai tersangka pada 1 Agustus 2022 dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait penyerobotan lahan perkebunan sawit di Riau.
Menurut penghitungan Kejagung, tindakan itu telah merugikan negara sebesar Rp78 triliun.
Apabila terbukti, kasus ini ditengarai sebagai korupsi dengan kerugian negara terbesar di Indonesia sejauh ini.
Juniver Girsang mengklaim bahwa dengan kesediaan Surya untuk datang ke Kejagung menunjukkan bahwa kliennya “sudah mempersiapkan diri menghadapi masalah hukumnya”
“Tanpa saya katakan kooperatif, dengan kehadiran dia kan sudah memperlihatkan niat baiknya memenuhi ketentuan dan aturan untuk membela dirinya,” ujar Juniver.
Dia beralasan bahwa selama ini Surya tidak menghadiri panggilan Kejaksaan Agung karena sedang menjalani perawatan kesehatan.
“Dia bilang ke saya tidak bisa hadir, kondisinya tidak memungkinkan dan dalam perawatan. Saya katakan, ‘kalau you sehat you harus datang ke Indonesia sehingga bisa membela diri sebagaimana hakmu sesuai Undang-Undang’,” jelas Juniver.
Penegak hukum diminta tegas
Wawan Suyatmiko dari TII mengaku sanksi dengan “niat baik” Surya dan mendesak Kejaksaan Agung serta KPK segera menangkap tersangka tanpa harus menunggu kedatangannya secara sukarela ke Kejaksaan Agung.
Menurut Wawan, apabila Surya kooperatif dengan penegakan hukum maka dia tidak akan melarikan diri ke luar negeri selama tiga tahun.
“Enggak ada itu kooperatif, tiga kali mangkir kok kooperatif. Enggak ada itu alasan kesehatan. Di sini lah letak ketegasan aparat penegak hukum kita yang enggak boleh ditawar-tawar.”
Wawan menilai Kejaksaan Agung telah memiliki alasan yang kuat untuk menangkap Surya.
Apalagi, mengingat status Surya sebagai DPO sejak 2019 dan pernah dicekal sebelumnya, namun tetap bisa pergi ke luar negeri.
“Ketika dia bisa kabur ke luar negeri setelah berstatus DPO waktu 2019, itu berarti ada sesuatu. Kalau sekarang pulang enggak perlu ada negosiasi dicabut cekalnya.”
“Nanti kasusnya kayak Djoko Tjandra yang cekalnya dicabut malah bisa kemana-mana. Jangan percaya janji seorang tersangka,” jelas Wawan.
Kritik terhadap KPK
Kedatangan Surya ke Indonesia di satu sisi membuat TII mempertanyakan kinerja KPK dalam memburu buronannya.
“Ini kritik terhadap KPK, 2019 akhir mengeluarkan surat cekal tapi Apeng bisa lari. Waktu KPK manggil beberapa kali enggak datang, giliran Kejagung dipanggil tiga kali (Surya) bikin surat lewat Juniver Girsang menyatakan bahwa mau pulang,” kata Wawan.
Oleh sebab itu, TII berharap respons Surya terhadap panggilan Kejagung ini dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melanjutkan proses hukum dalam kasus suap alih fungsi lahan.
Persembunyian Surya Darmadi ‘belum jelas’
Kejaksaan Agung beralasan upaya paksa terhadap Surya Darmadi belum dilakukan lantaran keberadaannya selama ini belum diketahui.
“Orang keberadaannya saja belum jelas kok, mau ambil dimana. Di alamat dia di Jakarta dan Riau sudah kita panggil, bahkan kita himbau dari surat kabar,” jelas Ketut.
Sebelumnya Kejagung sempat menduga bahwa Surya berada di Singapura. Namun pada Jumat (5/08), Kementerian Luar Negeri Singapura menepis kabar itu dengan menyatakan bahwa Surya Darmadi “tidak berada di Singapura”.
Ketut juga mengakui bahwa sejauh ini upaya pencarian Surya Darmadi “belum sampai tindakan ke luar negeri”.
“Tapi upaya diplomasi dengan atase kita di sana sudah kita lakukan, nanti langkah selanjutnya kita pikirkan lagi,” kata dia.
Sementara itu, Wawan menilai penegak hukum semestinya bisa melacak kehadiran Surya melalui jejaring sesama penegak hukum di negara lain. Apalagi, Surya telah masuk dalam daftar red notice Interpol sebagai buronan hingga 2025.
Seperti apa kasus dugaan korupsi yang menjerat Surya Darmadi?
Kejaksaan Agung menduga perusahaan Surya telah menyerobot lahan seluas 37.095 hektare di Riau sejak 2003 yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp78 triliun.
Surya diduga bekerja sama dengan Bupati Indragiri Hulu yang menjabat pada saat itu, Thamsir Rachman, untuk memuluskan izin pengelolaan hutan untuk perkebunan kepala sawit.
Perusahaan tidak memenuhi sejumlah persyaratan untuk mendapatkan izin tersebut, seperti izin prinsip untuk mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan hingga analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Kejagung kemudian menemukan bahwa PT Duta Palma Group tidak memiliki hak guna usaha (HGU) pengelolaan hutan yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Selain itu, PT Duta Palma Group juga diduga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20% dari total luas area kebun yang dikelola.
Sementara itu, Surya juga telah menjadi buronan KPK sejak 2019 dalam kasus dugaan suap terkait revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014.
Penetapan tersangka terhadap Surya Darmadi ini merupakan hasil pengembangan penyidikan KPK terhadap kasus yang menjerat Annas Maamun selaku Gubernur Riau pada saat itu.
Apeng diduga menyuap Annas sebesar Rp3 miliar untuk mengajukan revisi alih fungsi hutan di Riau kepada Kementerian Kehutanan.
KPK pernah memanggil Surya sebanyak tiga kali untuk diperiksa dalam kasus ini, namun dia tidak pernah datang. (*)
Tags : Kejahatan, Hukum, Indonesia, Korupsi,