Sorotan   2022/06/28 22:47 WIB

Tahun 2023 Tenaga Honorer Dihapus, 'Akibat Dampak Kebijakan Pusat Tapi Siapa yang Bertanggungjawab'

Tahun 2023 Tenaga Honorer Dihapus, 'Akibat Dampak Kebijakan Pusat Tapi Siapa yang Bertanggungjawab'

"Status tenaga honorer resmi dihapus tahun 2023, bagaimana nasib mereka lalu siapa yang bertanggungjawab"

enghapusan itu dilakukan per 28 November 2023. Hal tersebut tertera dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) yang ditandatangani Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022. 

“Para Pejabat Pembina Kepegawaian agar melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi Calon PNS maupun PPPK,” tulis Tjahjo dalam Surat Menpan RB Nomor 185/M.SM.02.03/2022.

Surat yang ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Kementerian/Lembaga pusat maupun daerah itu mengatur tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Lantas, bagaimana nasib tenaga honorer bila status mereka dihapuskan?

Tenaga honorer bisa diangkat menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) atau PNS (Pegawai Negeri Sipil), namun harus mengikuti seleksi dan sesuai persyaratan yang berlaku.

Jika tidak lolos atau tidak memenuhi persyaratan, akan dilakukan pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing (tenaga alih daya) sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).

“Jadi, PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya. Bukan dihapus serta merta,” kata Tjahjo dikutip dari laman menpan.go.id, Jumat, 3 Juni 2022. Instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga lain, seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengaman, juga bisa mengangkat pegawai berstatus outsourcing.

Menurut Tjahjo, PP ini justru memberikan kepastian status pegawai non-ASN (Aparatur Sipil Negara). Dengan menjadi tenaga alih daya (outsourcing), sistem pengupahan mengikuti Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Provinsi (UMP). Sedangkan bila status honorer, tidak ada standar pengupahan yang jelas.

Ada sebanyak 19.690 tenaga honorer di Riau

Sementara di Riau sendiri tercatat ada sebanyak 19.690 tenaga honorer yang terdata dalam berbagai bidang di bawah tanggungjawab Pemprov Riau yang bekerja di dinas, badan biro lingkungan Kantor Gubernur Riau hingga tenaga pendidik yang tersebar di kabupaten/kota se-Riau.

"Sudah kita data. Jumlahnya ada 19.690. Yang paling banyak itu guru bantu yang tersebar di daerah-daerah," kata Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Riau, Ikhwan Ridwan dalam keterangan resminya dilansir mcr, Selasa (28/6).

Ikhwan mengungkapkan, jumlah tenaga honorer paling banyak di Disdik Riau sebanyak 13.284 tenaga administrasi. Disdik Riau memilki UPT yang tersebar di berbagai daerah. Kemudian, untuk guru honorer yang juga tersebar di kabupaten/kota mencapai 8 ribu lebih.

Hasil pendataan ini, lanjut Ikhwan, sudah disampaikan kepada Gubernur Riau (Gubri) H Syamsuar dan juga telah dilaporkan kepada kementerian terkait.

Menyoal keinginan Gubri Syamsuar menjadikan tenaga honorer sebagai PPPK, menurut Ikhwan sudah disampaikan pada pertemuan dengan pemerintah pusat dan Gubernur se-Indonesia beberapa waktu lalu.

"Ada memang keinginan Pak Gubernur ingin tenaga honorer dijadikan sebagai PPPK. Tapi syaratnya untuk menjadikan PPPK, salah satunya harus sarjana. Kalau yang SMA tidak bisa," sebutnya.

Ikhwan mengungkapkan, rencana tenaga honorer dijadikan PPPK ini akan kembali disampaikan pada pertemuan gubernur se-Sumatera yang akan digelar akhir Juni ini.

"Nantinya dijadwalkan akan dihadiri tiga menteri, yakni Mendagri, Menkeu dan Menteri PPN/Bappenas RI," pungkas Ikhwan.

Sebelumnya, sejumlah guru honorer telah menemui Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar pada Selasa 21 Juni 2022 kemarin.

"Guru honor menemui Gubernur Riau untuk menyampaikan atas kebijakan pemerintah dalam penghapusan tenaga honorer 2023."

“Apa yang disampaikan Pak Gubernur kita sangat setuju. Mestinya pengangkatan PPPK diserahkan ke pemerintah daerah. Karena Pemda yang lebih tahu kondisi guru honorer dan tenaga didiknya,” kata Ketua Badan Khusus honorer (BKH) Eko Wibowo yang juga Wakil Ketua PGRI Riau.

Rombongan pengurus Badan Khusus honorer (BKH) PGRI se-Riau itu mengadukan soal nasib mereka atas kebijakan penghapusan honorer Tahun 2023.

Para guru honorer berharap Gubernur Riau bisa memperjuangkan menjadi PPPK dan ASN untuk tahun 2022 dan 2023.

Mereka juga sampaikan agar bagi gunur honor yang telah lama mengabdi di sekolah agar tidak perlu dilakukan tes digital.

"Mestinya pengangkatan PPPK diserahkan ke pemerintah daerah. Karena Pemda yang lebih tahu kondisi guru honorer dan tenaga didiknya,” sebut Eko Wibowo lagi.

Pada kesempatan itu banyak teman-teman guru honorer baik dikmen (SMAN dan SMKN) serta Dikdas (TKN/SDN DAN SMPN KOTA PEKANBARU) hadir ikut audiensi.

“Guru honorer yang lulus PG supaya diangkat PPPK secara langsung dan juga meminta pengusulan guru honor dan tendik PPPK tahun 2022 Kota Pekanbaru diperbanyak,” ujar Sarno, Ketua PGRI Dikdas Kota Pekanbaru.

Tetapi Eko Wibowo menambahkan pihaknya berharap Gubernur Riau bisa memperjuangkan aspirasi mereka ke pemerintah pusat. Ketua FTK UIN Suska Riau itu juga berterimakasih atas kesediaan Gubernur Riau yang mendengarkan aspirasi dari bawah secara langsung.

Pada kesempatan itu Gubernur Riau, Syamsuar menyebut untuk guru honor memang sebaiknya bisa diangkat PPPK atau ASN oleh pemerintah daerah.

“Karena guru honor gaji saja dari APBD bukan dari APBN. Sebaiknya pengangkatan honorer jadi PPPK ini diserahkan aja regulasi ke pemerintah daerah karena gaji lewat ABPD tidak dari APBN,” sebut Syamsuar. 

Ada potensi negatif akibat kebijakan penghapusan 

Mengutip seperti disebutkan Pengamat politik dan pemerintahan Endri Sanopaka menilai ada potensi negatif akibat kebijakan penghapusan dilakukan per 28 November 2023 seperti tertera dalam Surat Menpan RB yang ditandatangani Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022 ini. 

Ia berpendapat rencana pemerintah menghapus tenaga honorer sebaiknya ditangani secara bijak sehingga dapat meminimalisir dampak negatif.

"Ada potensi negatif akibat kebijakan itu baik secara politik, sosial, hukum maupun ekonomi sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan nasib tenaga honorer jauh sebelum kebijakan itu diberlakukan," kata Endri Sanopaka.

Menurut dia, penghapusan tenaga honorer yang saat ini hangat dibicarakan publik, berpotensi memberi dampak negatif terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ingin mencalonkan diri kembali pada pilkada 2024, meski ribuan tenaga honorer harus memahami bahwa kebijakan penghapusan tenaga honorer di pemerintahan berdasarkan amanah UU Nomor 5/2014 tentang ASN.

Berdasarkan undang-undang itu, ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja. Namun sumber keuangan honor atau gaji kepada tenaga honorer tidak membebani anggaran pusat, melainkan daerah.

Begitu pula dengan PPPK, menurut dia anggaran untuk pembayaran gaji mereka bersumber dari anggaran daerah, berbeda dengan PNS yang bersumber dari anggaran pusat. Karena itu, sejak awal pemda menunda membuka penerimaan PPPK, kecuali untuk guru lantaran jumlah tenaga honorer yang cukup banyak.

Selama ini, kata dia tenaga honorer yang bekerja di pemerintahan daerah tidak semata-mata berorientasi terhadap gaji. Sebab, gaji yang diperoleh mereka relatif jauh lebih rendah dibanding PNS atau PPPK.

Pertimbangan mereka justru merasa bangga dapat bekerja di pemerintahan karena mendapatkan status sosial yang baik di tengah masyarakat.

"Pendapatan daerah turun sejak pandemi Covid-19. Tahun 2022 ini baru terlihat perlahan-lahan kondisi kembali normal, aktivitas masyarakat meningkat dan perekonomian berjalan," ucapnya.

Selain aspek politik, Endri berpendapat bahwa penghapusan tenaga honorer pada 2023 potensial menimbulkan permasalahan sosial yang cukup besar akibat peningkatan angka pengangguran.

Penghapusan tenaga honorer akan berkontribusi terhadap peningkatan jumlah pengangguran sehingga perlu ditangani secara bijak.

Jadi, di sisi lain pemerintah juga harus mencari solusi terbaik untuk para honorer, terutama mereka yang sudah mengabdi lima hingga 10 tahun. Misalnya, diterima menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau CPNS melalui serangkaian seleksi. Mungkin juga akan diusulkan formasi P3K dan CPNS ke pemerintah pusat, namun kuotanya memang terbatas. (*)

Tags : Tenaga Honorer, Outsourcing, Tenaga Honorer Dihapus, PPPK, Sorotan,