Kuliner   2021/10/02 16:20 WIB

Tidak Semua Makanan Olahan Produksi Massal Pabrik Buruk

Tidak Semua Makanan Olahan Produksi Massal Pabrik Buruk
Makanan olahan, yang biasanya mengandung lemak, garam, dan gula dalam kadar tinggi, umumnya tidak baik bagi kesehatan kita dibandingkan makanan yang tidak diolah.

ISTILAH makanan olahan atau "processed food" kerap membuat kita membayangkan makanan dan kudapan yang tidak sehat hasil produksi massal di pabrik. Tetapi dapatkah pengolahan membuat beberapa makanan lebih baik bagi kesehatan kita?

Bahasa yang digunakan untuk menjabarkan makanan yang kita makan dapat memengaruhi cara kita memandangnya: makanan berlabel "organik", "artisan", "homemade" (buatan rumah), atau "hand-picked" (dipetik dengan tangan) kedengaran sedikit lebih menggoda daripada label yang prosais seperti "makanan kaleng", "makanan kering", atau "makanan beku".

Label lainnya yang dapat membangkitkan selera makan kita adalah "natural" (alami), sementara kita cenderung mengaitkan "olahan" dengan sederetan panjang bahan-bahan yang tidak bisa kita eja. Tetapi ketika berbicara tentang kesehatan - apakah makanan alami lebih baik dari olahan?

Sebenarnya, makanan yang alami tidak selalu sehat, kata Christina Sadler, manajer di European Food Information Council dan peneliti di Universitas Surrey. Bahkan, makanan alami dapat mengandung racun, dan pengolahan yang minimal dapat membuatnya jadi lebih aman.

Kacang merah, misalnya, mengandung lektin, yang dapat menyebabkan muntah-muntah dan diare. Senyawa itu dipisahkan dari kacang dengan merendamnya semalaman dan merebusnya dalam air mendidih.

Pemrosesan juga membuat susu sapi aman dikonsumsi. Pasteurisasi susu telah dilakukan sejak akhir 1800-an, untuk mematikan bakteri berbahaya. Sebelum masa itu, susu didistribusikan secara lokal, karena tidak ada pendingin di rumah-rumah. "Sapi di kota diperah setiap hari, dan orang-orang membawa susu dengan gerobak ke daerah mereka untuk menjualnya," kata John Lucey, profesor sains makanan di Universitas Wisconsin-Madison dirilis BBC,

"Seiring kota bertambah besar, pengantaran susu pun semakin jauh, yang berarti ada waktu bagi patogen untuk berkembang biak."

Bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa beberapa organisme dalam susu dapat berbahaya mendorong pengembangan alat pemanas untuk susu dan penemuan metode pasteurisasi, yang langsung diadopsi secara luas di Eropa, dan kemudian di AS. "Ini salah satu kisah sukses kesehatan publik terbesar di abad ke-20," kata Lucey. "Sebelum Perang Dunia Dua, sekitar seperempat penyakit yang ditularkan melalui makanan dan air berasal dari susu. Sekarang jumlahnya kurang dari 1%."

Pemrosesan juga membantu mempertahankan nutrisi dalam makanan. Misalnya, pembekuan, yang dikategorikan sebagai pengolahan minimal, memungkinkan buah dan sayuran untuk mempertahankan nutrisi yang dapat terdegradasi saat disimpan di dalam lemari pendingin. "Seringkali, sayuran langsung dibekukan setelah dipanen; alih-alih dipetik, diantarkan, dan kemudian ditaruh di rak-rak pasar, kehilangan nutrisi mereka," kata Sadler.

Pada 2017, sekelompok peneliti membeli sayuran segar dari toko yang berbeda dan menganalisis kadar nutrisi mereka, termasuk vitamin C dan folat, pada hari mereka membelinya dan lima hari kemudian, setelah menyimpannya di dalam lemari pendingin.

Ketika mereka membandingkan sayuran yang dibekukan dengan yang hanya didinginkan, mereka mendapati ada perbedaan kadar nutrisi yang cukup besar. Dalam beberapa kasus, menurut makalah tersebut, sayuran beku mengandung kadar nutrisi yang lebih tinggi daripada sayuran yang hanya disimpan di lemari pendingin. "Ada anggapan bahwa makanan beku tidak sebaik makanan segar, tetapi itu sangat tidak tepat," kata Ronald Pegg, profesor sains dan teknologi makanan di Universitas Georgia.

Pemrosesan juga memungkinkan penambahan vitamin dan mineral, seperti vitamin D, kalsium, dan folat pada beberapa makanan proses, termasuk roti dan sereal. Upaya tersebut telah membantu menurunkan kekurangan gizi di masyarakat. Tetapi ini tidak otomatis membuat makanannya mengandung nutrisi yang seimbang.

Pemrosesan juga membantu mengawetkan makanan dan membuatnya lebih gampang diakses. Memfermentasi keju, misalnya, menjaganya tetap stabil untuk waktu lama, dan dalam beberapa kasus, mengurangi kadar laktosa, sehingga aman bagi orang-orang dengan intoleransi laktosa ringan.

Di masa lalu, tujuan utama pengolahan makanan ialah membuatnya lebih tahan lama. Selama berabad-abad, mengawetkan makanan dengan menambah bahan-bahan seperti gula atau garam sangat penting untuk bertahan hidup di musim dingin, kata Gunter Kuhnle, profesor sains makanan di Universitas Reading. "Karena pemrosesan makanan, kita bisa bertahan hidup sampai sekarang, karena itu mencegah kita kelaparan," ujarnya. "Banyak makanan perlu diproses supaya bisa dimakan, seperti roti. Kita tidak bisa bertahan hidup hanya dengan gandum."

Pemanasan - juga pemrosesan minimal - membuat banyak makanan dapat dimakan, seperti kentang dan jamur. "Tomat kalengan adalah contoh nyata bahwa makanan proses lebih baik daripada makanan segar," kata Kuhnle. "Mereka dapat dipanen belakangan ketika sudah lebih matang, dan diolah dengan lebih cara yang lebih lembut."

Dan meskipun beberapa teknik pengolahan dapat mengurangi kandungan nutrisi makanan, mereka tetap membuat makanan lebih mudah diakses. Bacon, misalnya, tidak membuat tubuh kita jadi lebih sehat, tetapi membuat lebih banyak orang bisa mengakses daging dengan mencegahnya menjadi busuk.

Makanan olahan juga cenderung lebih murah, karena dapat diproduksi dengan ongkos yang lebih rendah. Penelitian menemukan bahwa makanan sehat tiga kali lebih mahal daripada makanan yang tinggi garam, gula, dan daging, yang sebagian besarnya merupakan makanan highly-processed atau disebut juga makanan ultra proses.

Namun makanan ultra proses - terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari makanan dan zat tambahan - umumnya tidak baik untuk kita. Berbagai studi menunjukkan bahwa zat tambahan dapat mengubah komposisi bakteri perut dan menyebabkan inflamasi di dalam tubuh kita, yang dikaitkan dengan risiko tinggi penyakit jantung.

Penelitian juga menunjukkan bahwa makanan ultra-proses cenderung dikonsumsi secara berlebihan. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang yang memakan makanan ultra-proses mengonsumsi lebih banyak kalori secara keseluruhan dan menambah berat badan, serta memiliki risiko tinggi menderita penyakit jantung.

Satu studi skala kecil dari tahun 2019 menemukan bahwa ketika orang-orang memakan hidangan yang terdiri dari makanan olahan selama dua minggu, mereka mengonsumsi 500 kalori lebih banyak per hari daripada ketika mereka memakan makanan yang tidak diolah selama dua minggu. Berat badan mereka juga bertambah rata-rata dua pon (1 Kg) dengan diet ultra proses.

Namun, mekanisme di balik ini perlu dipahami dengan lebih baik, kata para peneliti. Secara lebih umum, tampaknya ada konsensus bahwa diperlukan lebih banyak penelitian seputar efek makanan olahan pada kesehatan kita. Misalnya, masih belum diketahui bagaimana flavanol dan polifenol - mikronutrien yang ditemukan di beberapa tanaman yang dikaitkan dengan banyak manfaat kesehatan - dalam buah-buahan dipengaruhi oleh pemrosesan, kata Kuhnle.

"Belum ada banyak informasi tentang bagaimana pengolahan memengaruhi manfaat kesehatan yang lebih sempit. Banyak penelitian berfokus pada satu makanan, tetapi orang tidak makan satu apel, mereka memiliki pola makan dengan apel di dalamnya, juga kue dan smoothies."

Meskipun pengolahan minimal memberi banyak manfaat, tidak demikian dengan makanan yang diklasifikasikan sebagai "ultra proses". Tetapi ada perdebatan di antara para ilmuwan ihwal definisi dan terminologi seputar apa yang termasuk pengolahan minimal dan "ultra" proses.

Awal tahun ini, Sadler menganalisis sejumlah sistem klasifikasi yang berusaha mengklasifikasikan makanan olahan. Dia tidak menemukan konsensus tentang faktor apa yang menentukan level olahan, dan menyatakan bahwa kriteria klasifikasinya "ambigu" dan "tidak konsisten".

Nova adalah salah satu sistem klasifikasi yang paling dikenal dan banyak digunakan dalam penelitian makanan. Ia mengategorikan makanan menjadi tidak diolah atau pengolahan minimal, bahan kuliner olahan, makanan olahan, dan makanan ultra proses.

Menurut Nova, makanan ultra proses terdri dari bahan-bahan yang difraksinasi, dan mengandung sedikit makanan utuh atau tidak sama sekali. Namun definisi makanan ultra proses bervariasi antar setiap publikasi, dan perdebatan tentang definisi ini masih terus berlangsung.

"Tidak ada definisi yang bagus untuk pengolahan. Masyarakat paham, ketika mereka mendengar kata 'olahan', bahwa suatu makanan utuh diuraikan dan disatukan kembali tetapi prosesnya bisa sesederhana pemanasan atau pendinginan," kata Lucey.

Ada perdebatan seputar apakah kebijakan kesehatan masyarakat tentang gizi perlu lebih berfokus pada tingkat pengolahan makanan, alih-alih profil nutrisi makanan tersebut.  Sekelompok ilmuwan menulis dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 2017: "Sepengetahuan kami tidak ada argumen yang ditawarkan tentang apakah, atau bagaimana, pengolahan makanan dengan cara apa pun menimbulkan risiko bagi kesehatan konsumen melalui asupan nutrisi yang merugikan atau bahaya kimia atau mikrobiologis." Namun perlu dicatat bahwa penulis utama studi tersebut bertugas di komite ilmiah untuk produsen makanan Nestlé dan Cereal Partners Worldwide.

Sementara makanan ultra proses biasanya mengandung lebih sedikit nutrisi daripada makanan olahan minimal, makanan yang difortifikasi (diperkaya) - di mana mikronutrien ditambahkan selama produksi makanan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat - memainkan peran penting dalam kesehatan masyarakat, menurut mereka.

Sementara beberapa penelitian menunjukkan bahwa makanan ultra proses tidak membuat kita cepat kenyang dan karena itu mendorong kita untuk makan lebih banyak, penulis makalah tersebut berpendapat bahwa beberapa teknik pengolahan juga dapat menurunkan jumlah kalori dalam beberapa makanan seperti susu semi-skim, susu rendah lemak, dan selai atau olesan rendah lemak.

Beberapa makanan ultra proses dapat dikaitkan dengan kesehatan yang buruk, tetapi tidak semua makanan olahan bisa dianggap sama. Sayuran beku, susu pasteurisasi, atau kentang rebus, misalnya, dapat lebih baik bagi kita daripada versi yang belum diolah.

Tapi inilah kuncinya: semua makanan tersebut masih sangat mirip dengan bentuk aslinya; dan inilah yang harus kita ingat. Selama kita dapat mengenali makanan olahan yang masih mendekati bentuk aslinya, menjadikannya bagian dari pola makan kita bahkan dapat baik untuk kita.

Tags : Makanan Olahan, Kuliner, Makanan Produksi Pabrik ,