Headline Sorotan   2021/10/02 16:33 WIB

Pil Antivirus Molnupiravir untuk Pasien Covid Kurangi Kematian dan Perawatan di Rumah Sakit

Pil Antivirus Molnupiravir untuk Pasien Covid Kurangi Kematian dan Perawatan di Rumah Sakit
Southall di London Barat, juga dikenal sebagai 'Little India', merupakan kawasan yang hampir seluruhnya dihuni oleh orang-orang dari Asia Selatan. PanganLondonPerjalananIndia.

"Sebuah obat eksperimental yang dikonsumsi pasien pengidap Covid-19 dapat mengurangi risiko rawat inap atau kematian sekitar setengahnya, berdasarkan hasil uji klinis sementara"

bat antivirus bernama itu diberikan dalam bentuk tablet dua kali sehari kepada pasien yang baru saja didiagnosis dengan Covid-19. Produsen obat AS Merck mengatakan hasilnya sangat positif sehingga pengawas eksternal meminta agar uji coba dihentikan lebih awal.

Perusahaan itu mengatakan mereka akan mengajukan permohonan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorisation, EUA) untuk obat itu di AS dalam dua minggu ke depan. Dr Anthony Fauci, kepala penasihat medis untuk Presiden AS Joe Biden, menyebut hasil ini "berita yang sangat baik", namun meminta kehati-hatian sampai lembaga pengawas obat dan makanan AS, FDA, meninjau data dari uji klinis.

Jika mendapat izin dari regulator, molnupiravir akan menjadi obat antivirus pertama untuk pasien Covid-19 yang diberikan secara oral (lewat mulut). Pil tersebut, yang awalnya dikembangkan untuk mengobati influenza, dirancang untuk merusak kode genetik virus, yang mencegahnya menyebar di dalam tubuh.

Analisis terhadap 775 pasien dalam penelitian ini menemukan seperti dirilis BBC:

  • 7,3% dari mereka yang diberi molnupiravir dirawat di rumah sakit Itu dibandingkan dengan 14,1% pasien yang diberi plasebo
  • Tidak ada kematian pada kelompok yang diberi molnupiravir, tetapi delapan pasien yang diberi plasebo dalam uji coba kemudian meninggal karena Covid.
  • Data tersebut dipublikasikan dalam siaran pers dan melalui proses telaah sejawat atau peer-review.
  • Tidak seperti kebanyakan vaksin Covid, yang menargetkan protein spike di luar virus, pengobatan ini bekerja dengan menyasar enzim yang digunakan oleh virus untuk membuat salinan dirinya sendiri.

Merck, yang dikenal dengan nama MSD di Inggris, mengatakan bahwa cara kerja tersebut membuat obat ini tetap efektif dalam melawan berbagai varian baru virus yang muncul di masa depan.

Daria Hazuda, wakil presiden divisi penemuan penyakit menular Merck, mengatakan: "Pengobatan antivirus bagi orang-orang yang tidak divaksinasi, atau yang kurang responsif terhadap kekebalan dari vaksin, adalah alat yang sangat penting dalam membantu mengakhiri pandemi ini."

Uji coba menunjukkan bahwa molnupiravir perlu diambil pada tahap awal penyakit, ketika gejala mulai muncul, supaya memberi efek. Studi sebelumnya pada pasien yang sudah dirawat di rumah sakit dengan Covid yang parah dihentikan setelah hasil yang mengecewakan.

Persetujuan global

Merck adalah perusahaan pertama yang melaporkan hasil uji coba obat pil untuk Covid, tetapi perusahaan lain sedang berusaha menciptakan obat serupa. Saingan Merck di AS, Pfizer, baru-baru ini memulai uji coba tahap akhir dari dua tablet antivirus yang berbeda, sementara perusahaan Swiss, Roche, tengah mengerjakan obat yang serupa.

Merck mengatakan pihaknya berharap dapat memproduksi 10 juta program molnupiravir pada akhir 2021. Pemerintah AS telah setuju untuk membeli obat itu senilai $1,2 miliar (Rp17,1 triliun) jika mendapat persetujuan dari badan regulator, FDA.

Merck mengatakan sedang dalam negosiasi dengan negara-negara lain, termasuk Inggris, dan juga telah menyetujui kesepakatan lisensi dengan sejumlah produsen obat generik untuk memasok obat ini ke negara-negara dengan mayoritas penduduk berpenghasilan rendah dan menengah.

Prof Peter Horby, seorang ahli penyakit menular di Universitas Oxford, mengatakan: "Obat antivirus oral yang aman, terjangkau, dan efektif akan menjadi kemajuan besar dalam perang melawan Covid. "Molnupiravir terlihat menjanjikan di laboratorium, tetapi ujian sebenarnya ialah apakah ia memberikan manfaat pada pasien. Banyak obat gagal pada titik ini, jadi hasil sementara ini sangat menggembirakan". (*)

Tags : Penelitian medis, Virus Corona, Kesehatan, Sains,