TIGA menteri yakni Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menanam mangrove di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022) kemarin.
Kegiatan bertema ‘Taman Mangrove, Bangun Ekonomi Pesisir’ ini dilaksanakan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), dilakukan di dua titik lokasi di Kabupaten Maros, yaitu di Desa Marana seluas 13 Ha dan di Kurri Caddi seluas 18 Ha.
Luhut dalam sambutannya menyampaikan pentingnya mangrove sebagai salah satu tanaman yang mampu menyerap emisi karbon sangat tinggi. Ia berharap setiap provinsi dan kabupaten/kota membuat peraturan daerah terkait mangrove.
“Kepada Pak Gubernur saya sampaikan ini sangat penting, ayo kita menanam mangrove, kalau perlu dibuatkan perda. Ini perda menyangkut kita juga, karena mangrove menyerap emisi karbon yang sangat tinggi. Target kita 600 ribu hektar, tahun ini kita targetkan 100 ribu atau lebih,” ujarnya.
Luhut kemudian meminta gubernur agar meningkatkan penanaman mangrove dua kali lipat dibanding yang dilakukan sebelumnya sebesar 1,7 juta pohon.
“Pak Gubernur bilang sudah menanam 1,7 juta. Dikali dua lah, karena matematika saya kurang bagus dibulatkan jadi 4 juta. Bisa diwajibkan untuk yang mau menikah, mau ajukan aplikasi apa syaratnya harus wajib menanam mangrove, tempatnya disiapin. Kalau kita punya spirit bisa dilakukan. Kalau kita kerja terintegrasi semua itu bisa.”
Menurut Luhut, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari penanaman mangrove. Setidaknya hasilnya akan terlihat di masa depan dan dinikmati oleh generasi yang akan datang.
“Ini gerakan menanam mangrove. Jadi semua saya minta ayo karena ini bukan hanya kamu tapi untuk anak kamu, cucu kamu juga. Dampaknya ini pada keturunan kita yang akan datang,” katanya.
Luhut juga mendukung pengambilalihan hak guna usaha (HGU) terlantar meski masa guna usahanya belum berakhir atau 25 tahun.
“Kalau ada tanah HGU yang 10 tahun terlantar diambil aja. Dia mengontrol tanah negara sekian tahun tidak dikerjain. Tanam mangrove atau apa saja yang bisa ditanam agar bisa bermanfaat bagi rakyat kita.”
Terkait upaya rehabilitasi di daerah, Luhut meminta agar tidak menunggu dukungan pihak asing yang selama ini menjanjikan bantuan.
“Banyak negara lain hanya omong saja, kita tidak perlu menunggu negara-negara besar itu, mereka janji namun satu pun tak ada yang datang. Begitu dicanangkan 600 ribu hektar ini semua orang datang ke kita. Ada dari UEA, mereka bikin mangrove center dengan kita.”
Luhut selanjutnya berharap agar semua pihak bekerja sama dalam upaya rehabilitasi mangrove ini. Khusus ke Pelindo, ia meminta agar semua wilayah sekitar pelabuhan ditanami mangrove.
“Tanami di mana bisa ditanami, jangan hanya mau untung saja. Ada (kegiatan) menanam (mangrove). Saya ingin lihat ada peraturan semua pelabuhan yang ada lahannya ditanami mangrove, karena ini juga akan mengundang UMKM. Ada usaha ikan dan kepiting, atau apa saja yang akan membuat rakyat akan lebih sejahtera.”
Luhut juga mengapresiasi upaya rehabilitasi yang telah dilakukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di 9 provinsi dan berharap upaya ini lebih ditingkatkan.
Dalam melakukan rehabilitasi, Luhut mengingatkan pentingnya teamwork, di mana semua pihak harus bekerja sama dan tidak hanya dikerjakan oleh satu orang atau institusi saja.
“Tidak boleh kerja satu orang ini. Jangan pernah berpikir ini kerja satu orang atau satu institusi. Semua bersinergi sehingga hasilnya akan bagus. Luas mangrove di Indonesia ini sangat besar, 3,6 juta hektar dan kita hanya mau lakukan restorasi di 600 ribu hektar. Kalau dikerjakan bersama-sama maka akan diselesaikan dengan baik,” katanya.
Dekarbonisasi dan Ekonomi Hijau
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyampaikan bahwa kegiatan penanaman mangrove ini merupakan implementasi dari agenda Presiden Joko Widodo yaitu pembangunan berwawasan lingkungan, yang sering disampaikan di berbagai forum, termasuk dalam pidato kenegaraan.
“Kemarin di pidato kenegaraan bapak presiden beberapa kali menyebutkan hijau, ekonomi hijau, pembangunan hijau. Pak Menko juga telah menegaskan bagaimana cara-caranya,” kata Siti.
Menurut Siti, upaya menanam mangrove adalah sebuah langkah nyata dalam mewujudkan green economy yang tidak sekedar hal yang abstrak namun ada langkah-langkahnya.
“Menanam mangrove itu upaya green yang sangat penting karena dia menyerap polusi udara, karbon dan lain-lain yang merusak atmosfer. Mulai 1 Januari 2021 sebetulnya sudah harus dihitung apa yang harus dikerjakan. Saya memang bersama-sama Kementerian BUMN menjaga dekarbonisasi. Ini semua merupakan aktualisasi nyata. Artinya pemerintahnya bekerja, dan masyarakatnya juga bekerja.”
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, menyambut baik apa yang dilakukan pemerintah pusat melalui penanaman mangrove ini sebagai bagian dari green economy.
“Kami perlu sampaikan kepada bapak dan ibu menteri bahwa kami senang sekali ini sudah pas sekali bagaimana kita menatap ke depan green economy untuk lingkungan hidup yang lebih baik adalah komitmen bersama,” ungkap Sudirman.
Dijelaskan Sudirman bahwa Sulsel saat ini memiliki hutan mangrove sekitar 12 ribu Ha yang membentang di pesisir pantai sepanjang 1.937 Km.
“Dalam RPJMD, dalam dua tahun ini kami sudah menaman sekitar 1,7 juta mangrove. Mungkin kalau skala nasional kecil tapi skala provinsi sudah lumayan banyak. Kami support ini sebagai bagian untuk pak presiden, dukungan Indonesia sebagai tuan rumah G20,” ungkapnya.
Tidak hanya untuk mangrove, Pemprov Sulsel juga terus berupaya mendukung pelaksanaan green economy di Sulsel termasuk melalui pelaksanaan program-program kebijakan untuk penghijauan di sektor kehutanan.
Salah satu langkah yang dilakukan Pemprov Sulsel, jelas Sudirman, melalui upaya mewajibkan siswa sekolah di seluruh Sulsel untuk menaman 5 pohon sebagai syarat untuk penerimaan rapor ataupun ijazah.
“Kami memberi syarat kepada seluruh siswa sekitar 500 ribu orang wajib menanam 5 pohon per siswa. Kalau mau terima rapor dan ijazah akan ditanyakan mana pohonnya, dan kita ada registrasi numbering. Kami gunakan sistem ISO di mana pohonnya dinomori, dimasukkan dalam web kemudian didata by name by address dan juga tempat tanam di-tag.”
Menurutnya, program ini sudah memasuki tahun kedua dan hasilnya diharapkan sudah terlihat di tahun ketiga atau tahun depan di mana pohon-pohon tersebut bisa ditebang namun melalui persyaratan tertentu.
“Perkiraan saya tahun depan atau setelah 3 tahun bisa ditebang, namun harus ada izin dari dinas kehutanan atau lingkungan hidup kabupaten/kota. Ini dilakukan karena banyak tanah terlantar yang bisa ditanami.”
Dikatakan Sudirman, inisiatif ini lahir melihat kondisi banyaknya tanah-tanah terlantar yang seharusnya bisa ditanami sehingga dibutuhkan kebijakan khusus untuk melakukannya. Tanah-tanah kosong tersebut selama ini dibiarkan terlantar, termasuk di dalamnya HGU-HGU yang bermasalah.
“Di Sulsel ini ada HGU di wilayah Seko (Kabupaten Luwu Utara) seluas 23 ribu hektar kepemilikan swasta. Saya bersama bupati sudah tahan untuk tidak diperpanjang, karena puluhan tahun dipakai namun tak ada aktivitas. Makanya setelah berakhir tidak akan diperpanjang. Kami sudah surati ATR/BPN agar tidak diperpanjang karena tidak ada sumbangsih untuk penghijauan dan masyarakat”. (*)
Tags : Tiga Menteri Menanam Mangrove, Rehabilitasi Hutan Mangrove, Mangrove untuk Masa Depan, Lingkungan,