JAKARTA - Organisasi lingkungan mendesak pemerintah pusat untuk turun tangan dalam mengatasi emisi lintas batas, yang dianggap merupakan salah satu sumber pencemaran udara di Jakarta.
Selama seminggu terakhir, kualitas udara di ibu kota berada di level tidak sehat, bahkan sempat menduduki peringkat pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Sudah jadi pengetahuan umum bahwa polusi kendaraan bermotor menjadi penyumbang polusi terbesar di ibu kota.
Namun para pakar lingkungan menyoroti bahwa "sumber tidak bergerak", seperti fasilitas industri dan pembangkit listrik, di daerah-daerah sekitar Jakarta juga berkontribusi signifikan pada buruknya kualitas udara di ibu kota.
Pejabat pengendalian pencemaran udara di KLHK mengatakan pemerintah sudah melakukan beberapa pengetatan - salah satunya dengan menerbitkan undang-undang yang memperketat baku mutu emisi untuk pembangkit listrik tenaga termal.
Tetapi, pegiat lingkungan mengatakan batasan baku mutu tersebut masih terlalu longgar.
Emisi dari 'sumber tidak bergerak'
Menjelang hari ulang tahun Jakarta pada 22 Juni, warga ibu kota mendapat 'hadiah' kualitas udara buruk. Tercatat sejak tanggal 14 Juni hingga 20 Juni, indeks kualitas udara atau AQI Jakarta ada di level tidak sehat.
Bahkan pada hari Senin 20jUNI 2022, pukul enam pagi, Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan indeks kualitas udara 193.
Secara umum terdapat tiga sumber polusi di Jakarta - sektor transportasi, sektor industri, dan sektor domestik.
Berdasarkan inventori emisi yang dibuat Puji Lestari dkk. pada 2020, sektor transportasi paling banyak menyumbang Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), dan partikel halus PM2,5.
Sementara sektor industri paling banyak menyumbang Sulfur Dioksida (SO2), juga PM2,5 dalam jumlah yang signifikan.
"Sumber tidak bergerak di Jabar dan Banten, utamanya industri dan pembangkit listrik, itu kontribusinya cukup signifikan untuk SO2 dan NOx, yang ketika berinteraksi di atmosfer selama ratusan kilometer sampai di Jakarta itu bisa jadi PM2,5," kata Fajri Fadhillah, peneliti di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dirilis BBC News Indonesia.
Studi oleh lembaga riset Center for Research of Energy and Clean Air, yang berbasis di Finlandia, menyebutkan ada sekitar 118 fasilitas industri - termasuk pembangkit listrik - yang beroperasi di Jawa Barat dan Banten.
Para pakar lingkungan mengatakan polusi dari daerah-daerah tersebut dapat terbawa angin sampai ke Jakarta.
Fajri menjelaskan bahwa saat musim kemarau, polusi dari Jawa Barat turut berkontribusi pada penurunan kualitas udara Jakarta; sedangkan saat musim penghujan, giliran polusi dari Banten yang berdampak pada kualitas udara ibu kota.
"Kenapa ada perbincangan soal sumber pencemaran di luar Jakarta, karena inilah yang enggak ada di alam bawah sadar masyarakat," ujarnya.
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada September 2021, memenangkan gugatan warga Jakarta.
Salah satunya isi putusannya, pengadilan memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Banten dan Jawa Barat dalam inventarisasi emisi lintas batas. Pemerintah sejak itu memutuskan untuk mengajukan banding.
Jeanny Sirait, pengacara publik LBH Jakarta, mengatakan kemenangan warga dalam gugatan tersebut "masih belum bisa dinikmati".
Menurut Jeanny, pemerintah pusat maupun daerah terkesan lepas tangan dengan permasalahan polusi dalam beberapa hari belakangan ini dan hanya menyalahkan cuaca.
"Proses banding ini seolah-olah menjadi celah bagi pemerintah untuk menunda upaya pengendalian polusi udara di DKI Jakarta alias buying time, padahal setiap harinya warga ibu kota bertaruh nyawa untuk bisa menghirup udara bersih," tuturnya dalam taklimat media yang diadakan koalisi IBUKOTA, Selasa (21/06).
Beberapa pengetatan
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Luckmi Purwandari, mengatakan pihaknya sudah melakukan "koordinasi dan sinergi" dengan provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dalam menangani pencemaran udara.
KLHK, kata Luckmi, juga sudah menerapkan beberapa langkah pengetatan - antara lain, Permen LHK No.15 tahun 2019 yang mengatur baku mutu emisi atau BME bagi pembangkit listrik tenaga termal.
"Terus ada kewajiban-kewajiban lainnya yaitu memasang alat pemantau kualitas udara yang kontinyu dan real-time, juga harus terintegrasi dengan sistem di KLHK namanya SISPEK," ia menjelaskan.
Dalam konteks pemberian izin lingkungan, Luckmi menambahkan, KLHK telah mewajibkan usaha atau kegiatan yang potensi pencemarannya tinggi untuk membuat kajian mengenai dispersi dari emisi yang dihasilkan.
"Mereka buat modelling, KLHK melihat seberapa jauh dia akan mencemari ... Apakah masih memenuhi standar kualitas udara yang ditetapkan berdasarkan PP no.22 tahun 2021," ujarnya.
Penjabat Gubernur Banten, Ali Muktabar, mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan DKI untuk mengatasi masalah pencemaran udara.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Prima Mayaningtyas, membantah tudingan bahwa Jabar berkontribusi pada pencemaran udara di Jakarta.
Prima mengatakan tingkat polusi udara di kota-kota perbatasan dengan Jakarta masih di bawah ambang batas baku mutu.
"Kita sudah pasang passive sampler nih untuk di perbatasan Jakarta. Saya punya datanya.
"Data yang ada di kami, yang di perbatasan, ada Depok, Bekasi, Bogor, Kota Bekasi, ini semuanya SO2 masih di bawah ambang mutu, kemudian CO masih di bawah ambang mutu, particulate matter 10 masih di bawah.
"Ini data kami, saya pakai data," kata Prima kepada Yuli Saputra, wartawan di Bandung yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Prima menjelaskan pihaknya mengambil sampel di 108 titik di Jawa Barat - mewakili lokasi perumahan, transportasi, industri, dan komersial - selama empat periode dalam setahun.
Hasilnya, sambungnya, kemudian dianalisis berdasarkan Permen LH no. 78 tahun 2016 dan Indeks Standar Pencemar Udara dalam Kepmen LH no. 45 tahun 1997.
Menurut Prima, indeks kualitas udara (IKU) dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat berdasarkan metode passive sampler untuk SO2 dan NO2 masih masuk kategori baik.
Kontribusi polusi yang dikhawatirkan di Jabar justru kendaraan bermotor, ujarnya.
Masih longgar
Namun, Fajri Fadhillah dari ICEL menyoroti baku mutu yang ditetapkan pemerintah masih longgar.
Permen LHK No. 15 tahun 2019, misalnya, tidak memperketat baku mutu emisi (BME) secara signifikan untuk PLTU yang sudah dibangun atau beroperasi sebelum peraturan tersebut berlaku.
Beleid tersebut menetapkan kadar maksimum sulfur dioksida (SO2) sebesar 550 mg/Nm3, dan Nitrogen oksida (NOx) sebesar 550 mg/Nm3 bagi PLTU batu bara - hanya selisih 200 mg/Nm3 dari peraturan tahun 2008.
Greenpeace menuding peraturan tahun 2019 itu bertujuan melindungi pencemar, bukan publik.
Organisasi lingkungan itu memperkirakan bahwa bahkan dengan implementasi penuh dari BME ini, PLTU batu bara milik PLN yang berlokasi di sekitar Jakarta akan bertanggung jawab atas sekitar 7.400 kematian dini setiap tahunnya.
"Jadi kalau pun dia tetap taat pada baku mutu emisi, ya tetap saja dampaknya ke udara di sekitar dan di Jakarta ketika terbawa angin tetap buruk.
"Apalagi di Jakarta sendiri, sumber internalnya dari kendaraan bermotor juga [besar], ditambah dengan sumber pembangkit listrik di luar Jakarta itu semakin parah," kata Fajri.
Peraturan Pemerintah no. 22 tahun 2021, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, mengamanatkan Menteri LHK untuk menetapkan Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (WPPMU).
Hal itu akan menjadi dasar penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (RPPMU).
Dengan dasar peraturan tersebut, serta putusan PN Jakarta Pusat, Fajri meminta Menteri LHK untuk menyuruh gubernur di Jawa Barat dan Banten untuk memperketat batas maksimal emisi yang dikeluarkan pembangkit listrik dan fasilitas industri di daerahnya.
Para gubernur dapat melakukannya melalui penerbitan izin atau persetujuan lingkungan.
"Jadi kayak di Banten, ada pembangkit listrik yang cukup banyak di Cilegon, mereka diwajibkan membuang emisi batas maksimalnya masih mengikuti aturan nasional yang longgar.
"Gubernur bisa memperketat dari aturan nasional. Begitu pula di Jawa Barat," Fajri menjelaskan.
Jeanny Sirait dari LBH Jakarta berharap masyarakat Jakarta dan sekitarnya bisa lebih banyak menekan pemerintah pusat dan daerah untuk mengendalikan polusi udara di ibu kota dan wilayah sekitarnya.
"Putusan pengadilan saja tidak cukup untuk membuat kita bisa menghirup udara bersih. Desakan publik menjadi lebih penting pasca putusan CLS (citizen law suit) udara," kata Jeanny.
Polusi udara di ibu kota telah mengakibatkan berbagai masalah kesehatan. Menurut laporan Air Quality Index dan Greenpeace, pada 2021 polusi udara diperkirakan sudah menyebabkan setidaknya 5.200 kematian di Jakarta. (*)
Tags : Udara Jakarta Buruk, Polusi, Indonesia, Polusi udara, Kesehatan, Lingkungan,