Seni Budaya   2022/12/19 13:31 WIB

Ukiran Batu Tulis yang Ada Sejak Ribuan Tahun Merupakan 'Pintu Menuju Alam Semesta'

 Ukiran Batu Tulis yang Ada Sejak Ribuan Tahun Merupakan 'Pintu Menuju Alam Semesta'
Sakwala Chakraya diinterpretasikan secara beragam oleh banyak kalangan, baik sebagai ukiran grafik kosmografis, pintu gerbang alam semesta, maupun denah bangunan.

SENI BUDAYA - Kota suci Anuradhapura di Sri Lanka mustahil disebut dalam narasi fantastis seperti terkait dengan UFO atau fenomena dunia lain.

Pusat tradisi Buddha di Sri Lanka ini dalam terminologi lokal dikenal sebagai Rajarata, yang artinya Tanah Raja.

Kota yang berstatus situs warisan dunia Unesco ini merupakan lokasi kerajaan pertama yang didirikan di Sri Lanka pada tahun 377 sebelum masehi.

Anuradhapura saat ini adalah salah satu tempat yang paling sering dikunjungi di Sri Lanka. Peziarah yang setia berdatangan dari seluruh negeri ke berbagai kuil Buddha kuno dan stupa raksasa berbentuk kubah.

Namun kota suci ini juga memendam sesuatu yang jauh lebih membuat penasaran, yaitu ukiran yang disinyalir peta kunci untuk mengungkap rahasia Alam Semesta.

Ukiran itu berada di Ranmasu Uyana (Taman Ikan Emas), sebuah taman kota kuno seluas 40 hektare yang dikelilingi tiga kuil Buddha, 

Ukiran itu bernama Sakwala Chakraya, yang dalam Bahasa Sinhala berarti "Siklus Alam Semesta". Diameternya sekitar 1,8 meter. 

Gambar yang dianggap peta itu terukir dangkal di atas permukaan batu rendah, di antara reruntuhan taman yang dilindungi dari aktivitas manusia.

Fasad - suatu sisi utama yang umumnya bagian depan dalam sebuah bangunan - depannya ukiran ini hanya bisa dilihat dari permukaan tanah. Empat kursi terpahat di atas permukaan batu yang berada di seberang bagan ini, yang memungkinkan pengunjung melihat secara utuh.

Asal-muasal ukiran maupun tempat duduk tadi misterius. Ini membingungkan para sejarawan, arkeolog, dan akademisi selama lebih dari satu abad terakhir.

"Ranmasu Uyana digunakan untuk periode yang lama dalam sejarah," kata Raj Somadeva, profesor ilmu arkeologi di Universitas Kelaniya, Sri Lanka seperti dirilis BBC News Indonesia.

"Tahap perkembangan besar kedua tampaknya telah dimulai pada abad ke-7 Masehi. Selama periode itu, beberapa bangunan baru ditambahkan ke tata letak taman sebelumnya.

"Ukiran itu mungkin merupakan karya yang dihasilkan dari periode ini, tapi kepastiannya tidak mungkin diketahui karena keberadaannya, fungsi atau apa pun yang terkait dengannya tidak disebutkan dalam catatan sejarah mana pun, yang biasanya disimpan secara cermat oleh para biksu Buddha," kata Somadeva.

Ranmasu Uyana adalah taman hiburan kuno seluas 40 hektare yang berisi reruntuhan kolam pemandian.

Walau informasi terkait ukiran dan maksud pembuatannya sangat sedikit, ikonografinya (adalah seni yang mempelajari identifikasi, deskripsi dan interpretasi isi gambar) tidak sesuai dengan ukiran lain dari periode Anuradhapura, yang terbentang dari abad ke-3 hingga ke-10.

Pusat ukiran itu terdiri dari tujuh lingkaran konsentris yang dipisahkan garis vertikal dan horizontal paralel. Kompartemen persegi panjang berisi lingkaran kecil bersilang.

Bagi orang-orang yang tidak memiliki latar belakang pengetahuan arkeologi dan budaya lokal, mereka dapat melihat bentuk menyerupai payung atau busur dan anak panah, layang-layang, garis bergelombang dan bentuk silinder.

Cincin luar di ukiran ini memperlihatkan hewan laut seperti ikan, penyu, kuda laut.

Jika dibandingkan dengan ukiran lain dari periode yang sama seperti Sandakada Pahana, yang menggambarkan tanaman merambat, angsa, dan teratai yang merupakan ciri khas ikonografi Buddha, peta itu tidak memiliki konteks religius.

Konsekuensinya, para ahli tidak mendapat penjelasan yang gamblang soal keberadaan peta tersebut.

Fakta ini sekarang memicu banyak spekulasi di internet. Sebelum kemunculan internet, peta itu tidak mendapat perhatian dari publik Sri Lanka.

Setelah Kerajaan Anuradhapura jatuh, ukiran ini tetap bertahan dan tersimpan di tepi sebuah batu besar. Ukiran ini setara dengan lingkungan sekitarnya yang menakjubkan, berupa kolam kembar dan paviliun pemandian yang diyakini pernah digunakan raja-raja.

Namun jika alien benar-benar datang ke tempat ini, mereka benar-benar telah memilih tempat yang tepat. Sebagian besar halaman kuil suci ini, yang diselimuti hutan tropis lebat, tidak berpenghuni. Lokasi ini juga dilindungi otoritas lokal.

Akademisi pertama yang mencatat pentingnya ukiran arkeologi adalah H C P Bell. Dia adalah pegawai sipil Inggris yang dulu ditunjuk menjadi Komisaris Arkeologi Ceylon pertama.

Ceylon adalah nama lama Sri Lanka.

Bell memasukkan deskripsi ukiran itu ke dalam laporannya tahun 1911 untuk Gubernur Ceylon. Bell kemudian menyimpulkan bahwa 'peta dunia kuno' tersebut mungkin adalah yang tertua dan sangat menarik.

"Keberadaannya merupakan bukti kuno bahwa pengetahuan astronomi digali di beberapa biara Buddha di Ceylon," tulis Bell.

Walau ukiran itu tidak menyerupai peta dalam pengertian modern, Bell menulis bahwa ukiran kosmografis kuno itu mengilustrasikan tkesederhanaan naif tentang sejumlah ajaran Buddha tentang alam semesta.

Bell menafsirkan lingkaran, simbol, dan kehidupan laut pada ukiran itu berdasarkan pengetahuannya tentang Buddhisme di Ceylon, yang berarti bumi, lautan, luar angkasa, dan alam semesta.

Pembicaraan seputar ukiran itu selama bertahun-tahun hanya bergulir dalam sudut pandang akademis karena statusnya yang penting secara historis.

Namun kemunculan banyak foto ukiran itu di media sosial dalam beberapa tahun terakhir mengedepankan sisi misterinya.

Sejumlah turis yang kritis berkomentar tentang kesejajaran antara ukiran di Anuradhapura dan situs serupa di negara lain.

Mereka berspekulasi bahwa itu adalah gerbang kuno yang memungkinkan manusia memasuki alam semesta.

Orang-orang dalam kelompok ini menyebut ukiran itu menyimpan kode rahasia untuk membuka misteri besar semesta.

Beberapa ahli teori konspirasi mencatat bahwa gerbang Anuradhapura memiliki bentuk dan simbol yang hampir identik dengan Abu Ghurab di Mesir dan La Puerta de Hayu Marka di Peru.

Kesamaan yang paling mencolok, menurut mereka, adalah kedekatan situs itu dengan air. Spekulasi itu muncul saat berita tentang 'gerbang kuno' di Sri Lanka mengalir deras.

Waduk Tissa Weva di dekat situs itu dibangun pada tahun 300 sebelum masehi. Keberadaannya diajukan sebagai bukti konklusif karena situs Abu Ghurab dan La Puerta de Hayu Marka juga dibangun di dekat air.

Merujuk teori gerbang alam semesta, air memungkinkan makhluk ekstra-terestrial mengesktrasi emas dari air bumi.

Teori semacam ini semakin didorong kedekatan ukiran di Anuradhapura dengan Gunung Danigala. Gunung yang juga dikenal sebagai Gunung Alien ini berada di kota keramat terdekat, Polonnaruwa.

Gunung Danigala terletak jauh di dalam hutan dan populer di kalangan pendaki. Gunung ini memiliki bentuk melingkar yang unik. Seluruh bagian atasnya rata.

Ini dijadikan dasar oleh para 'detektif internet' untuk menyimpulkan bahwa Danigala pernah digunakan untuk pendaratan UFO.

Anehnya, menurut seorang pemandu wisata lokal bernama Sri Abeywickrama, "penduduk desa di daerah itu percaya bahwa bintang jatuh, guntur dan kilat lebih sering terjadi di atas Gunung Alien ketimbang di tempat lain".

Namun, menurut Somadeva, "Ada sedikit bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa itu gerbang alam semesta."

Sebaliknya, Somadeva meyakini kesimpulan yang lebih masuk akal bahwa ukiran di Anuradhapura merupakan peta awal dunia, seperti yang dikemukakan oleh Bell.

Alasannya, kata Somadeva, penjelasan itu memiliki konteks religius dan kosmologis yang logis, mengingat periode dan tempat dalam waktu.

Somadeva berlata, "Setidaknya sejak 250 sebelum masehi, orang Sri Lanka memiliki gagasan yang jelas tentang benda-benda di langit dan luar angkasa."

Dalam prasasti Brahmi awal, yang ditemukan di Sri Lanka, ada sejumlah nama yang merujuk pada bintang dan konsep tertentu yang terkait astronomi.

Salah satu prasasti di Kirinda, sebuah situs religius dan bersejarah di pantai selatan Sri Lanka, berisi ungkapan 'aparimita loka datuya' yang berarti 'alam semesta yang tak terbatas'.

"Prasasti itu seperti hendak menunjukkan bahwa orang yang mengukir peta tersebut memiliki pemahaman tentang sifat alam semesta tempat mereka tinggal," ujar Somadeva.

Namun, Shereen Almendra, dosen senior desain lanskap di Universitas Moratuwa, Sri Lanka, menawarkan perspektif yang berbeda dan lebih duniawi.

"Menurut saya, ukiran Sakwala Chakraya adalah rencana proyek kompleks yang mirip dengan stupa besar yang sedang dibangun pada saat itu," katanya.

"Aku bersandar pada konteks itu sebagai rencana untuk Sigiriya."

Sigiriya adalah salah satu landmark kuno paling terkenal di Sri Lanka, benteng batu abad ke-5 sebelum masehi, lengkap dengan air yang mengalir, taman lanskap, dan beberapa tempat tinggal.

Sigiriya terletak hanya setengah jam dari Anuradhapura dalam Segitiga Budaya Sri Lanka, yang terdiri dari tiga kota kuno penting: Anuradhapura, Polonnaruwa dan Kandy.

"Mengingat bahwa tiga kursi yang diukir di depan ukiran itu tampak agak menghadap satu sama lain, itu membuat saya berpikir bahwa itu adalah tempat untuk berdiskusi, semacam kantor arsitek kuno," tuturnya.

"Jika tempat duduk dibangun untuk tujuan religius, seperti meditasi, maka kursi tersebut akan berada dalam garis lurus."

Menurut Somadeva, tantangan terbesar dalam mengidentifikasi fungsi ukiran adalah kurangnya bukti untuk menentukan tanggalnya dengan benar.

Di seberang ukiran terdapat empat kursi yang dipahat menjadi batu.

Sementara Ranmasu Uyana dan taman serta stupa lainnya di Anuradhapura disebutkan dalam kronik dan prasasti yang berasal dari tahun 250 sebelum masehi, Sakwala Chakraya tidak dijelaskan dalam catatan sejarah mana pun.

"Pasti akan ada penggunaan praktis untuk diagram ini, tapi ini merupakan tantangan besar untuk mencari tahu apa yang mungkin terjadi ketika kita tidak dapat menentukan tanggalnya dengan benar," katanya.

Jadi, dugaan pintu gerbang alam semesta misterius Sri Lanka tetap diselimuti misteri, tujuan dan maknanya masih hilang seiring waktu.

Status kultus grafik yang baru diperoleh di antara penggemar kisah, bagaimanapun, akhirnya memberinya perhatian publik yang memang layak.

Berkat antusiasme mereka dan kekuatan media sosial, akhirnya Anuradhapura keluar dari bayang-bayang kehidupan yang lebih besar untuk berdiri sendiri. (*)

Tags : Ukiran Batu Tulis, Sri Lanka, Batu Tulis Ribuan Tahun, Batu Tulis Pintu Menuju Alam Semesta,