Agama   2025/10/24 10:13 WIB

Umrah Mandiri Resmi Dilegalkan Sesuai UU Haji, Sapuhi: Hal yang Positif dalam Menempuh Ibadah ke Agamaan

Umrah Mandiri Resmi Dilegalkan Sesuai UU Haji, Sapuhi: Hal yang Positif dalam Menempuh Ibadah ke Agamaan

UU Haji mengatur soal umrah mandiri.

AGAMA - Ketua Umum Sarikat Pengusaha Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menanggapi soal dilegalkannya umrah mandiri melalui undang-undang.

Menurutnya, hal itu bernilai positif karena membuat orang yang ingin umrah mandiri menjadi tidak melanggar peraturan.

"Tentu ini menjadi contoh positif. Awalnya (umrah mandiri) tidak legal, sekarang jadi legal. Artinya menghindari hal-hal yang tidak perlu. Kalau dulu tidak ada aturannya, sekarang menjadi legal," ujar Syam, Kamis (23/10).

Syam mengatakan, pihaknya menunggu ke depan hal-hal yang sekarang dianggap ilegal, ke depannya menjadi legal. Karena, orang tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Menurut Syam, nilai-nilai positif dalam tatanan negara bisa dianggap salah karena belum ada peraturannya. Contohnya soal haji.

Dulu hanya ada haji reguler, khusus, dan furoda. Namun belakangan ada haji melalui jalur kuota tambahan.

Namun karena belum ada peraturannya, hal tersebut belakangan menjadi masalah. Karena itu, dengan adanya peraturan melalui perundang-undangan, negara bisa mengakomodir orang yang memiliki kelebihan kemampuan dan ingin berhaji tanpa antre dengan menggunakan kuota haji tambahan tersebut.

Sebelumnya diberitakan, umrah mandiri disebut resmi dilegalkan oleh negara berdasarkan aturan perundang-undangan.

Ini salinan UU PIHU (Penyelenggaraan Ibadah Umrah Haji) No 14 tahun 2025, Pasal 86 ayat 1 huruf B mencantumkan legalisasi Umrah Mandiri.

Syam Resfiadi juga menilai langkah pemerintah melegalkan Umrah Mandiri sebagai sesuatu yang positif.

Menurutnya, legalisasi ini justru dapat membuka peluang baru tanpa harus merugikan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang selama ini berperan melayani jamaah.

“Umrah Mandiri itu sekarang jadi legal. Yang awalnya tidak legal, sekarang jadi legal karena sudah masuk dalam undang-undang,” ujar Syam.

Ia menjelaskan, meski kini sudah dilegalkan, tidak semua masyarakat mampu melaksanakan umrah secara mandiri.

Hanya kalangan tertentu yang memiliki kemampuan dan pengetahuan teknis yang bisa melakukannya sendiri, baik melalui aplikasi maupun secara manual.

“Seberapa mampu orang yang bisa melakukan umrah mandiri? Kan tidak semua rakyat Indonesia bisa melakukan hal itu. Hanya orang-orang tertentu yang memang punya kemampuan,” ucapnya.

Syam menegaskan, legalisasi Umrah Mandiri seharusnya tidak menjadi kekhawatiran bagi para PPIU. Aapalagi, menurutnya, selama ini praktik umrah mandiri sebenarnya sudah berjalan meski belum dilegalkan, namun tidak sampai mengganggu bisnis biro perjalanan resmi.

“Toh selama belum dilegalkan saja umrah mandiri sudah berjalan. Artinya itu tidak merusak dan tidak mempengaruhi penjualan kita,” katanya.

Ia pun mengajak para pelaku usaha travel Umrah untuk tetap berikhtiar dan beradaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk dengan adanya inovasi digital dan regulasi baru yang memberi ruang bagi masyarakat untuk lebih mandiri dalam beribadah.

“Rezeki sudah diatur sama Allah SWT, ikhtiar sudah masing-masing. Jadi saya menanggapinya baik-baik saja. Semoga juga bisa meningkatkan penjualan umrah tanpa mengurangi penjualan para PPIU,” jelas Syam.

Pemerintah sebelumnya telah mengesahkan regulasi baru yang mengatur legalitas pelaksanaan Umrah Mandiri, yakni ibadah Umrah yang dapat disiapkan langsung oleh jamaah tanpa melalui biro perjalanan resmi. 

Meski begitu, sistem pengawasan dan perlindungan jamaah tetap menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan para jamaah selama beribadah di Tanah Suci.

Sementara AMPHURI masih menyoroti tentang adanya diskriminasi dalam UU Haji dimana Jamaah Umrah Mandiri tak dapat perlindungan.

Dia mengungkap, ada potensi diskriminasi terselubung terhadap jamaah mandiri.

"Dalam Pasal 1 ternyata tidak menyebut sama sekali istilah umrah mandiri. Padahal, istilah ini kini memiliki konsekuensi hukum dan administratif yang besar,” kata Ketua Bidang Litbang DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), Ulul Albab, Jumat (24/10).

Ulul Albab menilai kebijakan legalisasi Umrah Mandiri dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 perlu dikaji ulang secara serius. 

Menurut Ulul, meski kebijakan ini terkesan memberi ruang kebebasan bagi umat Islam untuk mengatur perjalanan ibadahnya, namun di sisi lain menyimpan sejumlah persoalan mendasar.

 Ulul menjelaskan, undang-undang baru yang mengubah UU Nomor 8 Tahun 2019 itu lahir dengan semangat memperbaiki tata kelola ibadah haji dan umrah agar lebih syar’i, aman, dan mendukung ekosistem ekonomi keumrahan.

Ia juga menilai, pengakuan terhadap Umrah Mandiri justru belum memiliki kejelasan definisi maupun mekanisme hukum yang kuat.

Ia mengingatkan, ketidakjelasan definisi tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan risiko hukum, terutama bagi masyarakat awam yang tidak memahami detail regulasi.

“Jangan heran jika kelak dalam implementasi UU ini muncul kegaduhan baru,”ujar dia.

Ulul menegaskan, meskipun jamaah diberi ruang untuk beribadah secara mandiri, prinsip penyelenggaraan tetap harus berasaskan syariat, amanah, keadilan, profesionalitas, akuntabilitas, dan perlindungan jamaah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU tersebut.

Namun, lanjutnya, undang-undang itu tidak menjelaskan siapa lembaga yang akan mengatur, membina, dan mengawasi pelaksanaan Umrah Mandiri.

"Semua tidak jelas dan dibuat menggantung. Publik tidak salah jika berkesimpulan bahwa jika kegiatan umrah mandiri itu perencanaannya, pengorganisasiannya, dan pelaporannya tidak dilakukan sebagaimana diatur dalam pasal ini. Berarti perjalanan itu secara hukum bisa dianggap tidak sah. Artinya melanggar UU ini," kata dia.

Lebih jauh, Ulul juga menyoroti adanya potensi diskriminasi terselubung terhadap jamaah mandiri.

Ia mengutip Pasal 96 ayat (5) yang menyebut, jamaah umrah dan petugas umrah mendapatkan perlindungan hukum, keamanan, layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi, kecuali jamaah umrah mandiri. 

"Kalimat 'kecuali jamaah umrah mandiri' menunjukkan adanya perlakuan berbeda terhadap warga negara yang menjalankan ibadah di tanah suci. Mereka yang memilih jalur mandiri justru kehilangan hak dasar berupa jaminan layanan dan perlindungan," jelasnya. 

Ia menilai, hal itu bertentangan dengan asas perlindungan dan non-diskriminasi yang ditegaskan dalam Pasal 2.

“Struktur UU ini seolah dibuat serampangan. Jangan-jangan memang tidak ada kajian akademiknya,” katanya.

Ulul pun menduga perubahan UU ini hanya sekadar memenuhi selera kelompok tertentu yang ingin menghancurkan industri umrah yang ada selama ini. 

"Tentu ini bukan bentuk sikap suudzon, tetapi sikap skeptis ilmiah akademik. Dan memang selama ini ada gelagat ke arah sana yang dirasakan oleh pelaku industri umroh,” ujarnya. (*)

Tags : haji, kampung haji 2025, jamaah haji indonesia, umrah mandiri, sapuhi, umrah mandiri legal, sapuhi, umrah mandiri legal, legalisasi umrah mandiri, umrah islam, uu haji dan umrah,