JAKARTA - Komisi Uni Eropa (UE) pada 6 Desember 2022 lalu menyetujui Undang-Undang (UU) produk bebas deforestasi.
Begitu diadaptasi dan diimplementasikan, UU ini akan menutup rantai pasok yang masuk ke kawasan itu dari produk-produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.
Dengan kebijakan baru ini, setiap perusahaan yang memasok minyak sawi, sapi, kedelai, kakao, kayu dan karet, serta produk turunannya seperti cokelat, daging sapi, hingga furniture.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan pemasok minyak sawit terbesar di dunia dan merupakan salah satu produsen kakao, kayu, dan karet dunia.
Beredar kabar, pemerintah tengah bersiap mengajukan protes terkait UU ini melalui mekanisme WTO. Meski, belum bisa dipastikan.
Dugaan ini mengacu pada pernyataan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto.
Dia mengatakan Pemerintah Indonesia akan menggugat UE di WTO terkait minyak sawit.
Dia menyebut, dua gugatan kepada Uni Eropa yang akan segera dilayangkan ke WTO.
Terkait hal itu, Kasubdit Perubahan Peruntukan, dan Fungsi Kawasan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan (KLHK) FX Herwirawan mengaku belum mengetahui pasti soal rencana gugatan tersebut.
"Uni Eropa ancam sawit RI melalui Undang-undang (UU) defirestasi."
"Gugatannya memang saya belum tahu persis ya, seperti apa fungsinya dan ke mana. Kalau sawit biasanya kan karena perdagangan CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah), kemudian dikaitkan dengan kerusakan lingkungan atau hutan," kata Herwirawan seperti dirilis CNBC Indonesia di sela-sela Rakernas Sawit di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Lain, Herwirawan mengatakan, saat ini pemerintah masih memberlakukan moratorium lahan baru sawit.
"Sampai sekarang kita masih moratorium, meskipun Inpres 8 (Instruksi Presiden No 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit) sudah dianggap selesai lah ya tahun 2021. Tapi, komitmen Bu Menteri (MenLHK Siti Nurbaya), kita belum mau buka untuk perkebunan sawit yang baru," tuturnya.
"Kaitan dengan deforestasi sebetulnya sudah nggak lagi. Sawit itu saat ini kan sudah existing kondisinya. Artinya, yang ingin diselesaikan pemerintah sekarang adalah sawit yang sudah existing, jadi dia tidak mengakibatkan deforestasi," kata Herwirawan.
Namun demikian, lanjut dia, perbaikan tata kelola dan mekanisme yang diatur pasca-UU Cipta Kerja (UU CK), seperti perubahan batas, mana yang bisa dilepaskan, mana yang harus kembali menjadi kawasan hutan, itu sudah diatur sesuai UU CK dan turunannya.
"Jadi yang bisa saya sampaikan, mungkin kalau saat ini perbaikan sawit itu untuk perbaikan tata kelola, jadi bukan untuk nebang hutan terus dijadikan sawit, bukan. Tapi untuk perbaikan tata kelola sawit sebetulnya. Dan juga tata kelola di kehutanan ya," katanya.
Sebelumnya, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menduga, gugatan RI atas Uni Eropa menyasar kepada UU Anti-Deforestasi yang baru saja disetujui oleh Komisi UE.
"Saya belum jelas yang mana yang akan digugat apakah masalah UU Deforestasi?," kata Eddy kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (24/2/2023).
Hanya saja, lanjut dia, masih terlalu awal jika Indonesia mengajukan gugatan atas UU itu sekarang. GAPKI, ujarnya, juga belum mengajukan kepada pemerintah agar memprotes UU Anti-Deforestasi UE.
"Kalau masalah itu (UU Anti-Deforestasi UE) kan masih terus komunikasi dengan pihak UE. Dan UU juga belum berlaku, waktunya 18 bulan untuk susun kriteria apa yang dilarang," kata Eddy. (*)
Tags : uni eropa ancam sawit ri, uu defirestasi, kelapa sawit, ri vs ue, moratorium sawit,