"Usai Lebaran (Idul Fitri 1443 Hijriyah) para petani sawit mengeluhkan harga Tandan Buah Segar (TBS) jatuh terperosok, karena adanya dipermainkan solusinya melaporkan berbagai kecurangan ke polisi"
ondisi terkini industri kelapa sawit pasca penerapan larangan ekspor CPO di berbagai daerah dikeluhkan para petani. Harga Tandan Buah Segar atau TBS pun jadi anjlok. Fenomena industri kelapa sawit pada dua minggu terakhir terus jadi isu publik.
"Petani sawit swadaya masih banyak alami masalah hingga kondisi mereka jauh dari kata sejahtera."
"Mulai dari harga jual sawit murah, aturan berbelit, bahkan sampai persoalan produktivitas sawit rendah," kata Yanto (57) salah satu petani sawit di Kemang Manis, Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) menceritakan tadi dikontak ponselnya, Kamis (12/5/2022).
“Petani sawit jauh dari kata sejahtera apalagi masa pandemi, produksi terus mengalami penurunan drastis,” katanya.
Hingga usai lebaran, harga TBS yang dipatok para penampung (peron) terus rendah, bisa-bisa sampai Rp1.300-Rp1.500 per kilonya.
Persoalan lain yang dihadapi yakni pengetahuan budidaya petani masih minim, kelembagaan tani seperti kelompok tani belum terbentuk dengan kuat sampai biaya operasional tinggi. Biaya angkutan pabrik kebun sawit (PKS) tinggi, dan jalan maupun infrastruktur buruk.
"Kita jadi jual ke peron dengan semaunya menetapkan harga. Tetapi pihak peron juga memiliki alasan buah sawit di pabrik penuh. Lantas pabrik pun menetapkan harga yang akhirnya tak beda jauh dari peron. Alhasil petani tetap rugi terus," sebut Yanto dengan nada mengeluh.
Kelihatannya tata niaga perdagangan yang panjang membuat petani sawit makin sulit yang berdampak pada harga jual tandan buah segar (TBS) petani rendah.
Seharusnya, kata Yanto, kalau rantai penjualan lebih pendek, perusahaan langsung menjemput hasil panen ke petani. “Kenapa tidak pabrik yang mengambil langsung hasil panen, kenapa harus melalui tengkulak dan agen. Inilah yang menyebabkan harga jauh dari rata-rata,” katanya.
Rukaiyah Rafik, Kepala Sekolah Petani Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) mengatakan, pemerintah harus serius perhatikan petani swadaya.
Hasil penelusuran Fortasbi, petani swadaya tak hanya memproduksi juga sebagai konsumen penting.
“Kami pernah pengecekan ke dapur, bagian besar menggunakan produksi kebun sawit itu, seperti shampo, sabun, minyak dan lain-lain.
Selain itu, kata Rukaiyah, petani swadaya memiliki masalah cukup banyak, seperti cenderung tidak punya organisasi, tak ada dukungan pemerintah dan perusahaan.
Rukaiyah mendorong petani swadaya mendapatkan RSPO Independent Smallholder Standard (RISS) sesuai standar baru. Antara lain, aturan dalam standar baru petani swadaya tak perlu mempunyai syarat STDB untuk mengajukan sertifikasi.
Dia menekankan, sertifikasi tidak bisa menjadi tujuan utama petani. Tujuan utama petani, katanya, agar mandiri, berdaya saing, kuat dan sejahtera. “Sertifikasi bisa dianalogikan rest area untuk memperbaiki dan memperkuat petani.”
Apkasindo tampung keluhan petani
Menyikapi keluhan petani ini, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) sebelumnya juga telah meminta pemerintah membuat kebijakan yang menyatakan bahwa pembelian TBS harus mengacu kepada harga internasional (cif Rotterdam) untuk melindungi petani.
Apkasindo menyebut kebijakan kewajiban memasok ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit mentah (CPO), olein, dan minyak goreng, akan menekan harga tandan buah segar sawit di tingkat petani.
"(Kebijakan) ini kan hanya menyelamatkan konsumen minyak goreng saja, tapi sisi lain kami sebagai petani kelapa sawit dikorbankan," kata Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung pada media, Minggu (30/1/2022) lalu.
Ia mengatakan dengan kebijakan tersebut maka pabrik kelapa sawit akan menekan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) ke petani.
Melambungnya harga CPO juga mengatrol harga TBS namun kenaikan harga TBS ini tidak serta merta menaikkan keuntungan petani secara signifikan karena di saat yang sama harga pupuk mengalami lonjakan.
Persoalan lain yang melilit petani, sejak Januari 2021 hingga Januari 2022 harga pupuk melonjak sekitar 185 persen.
"Jika harga TBS petani jatuh di bawah harga keekonomian, dikhawatirkan para petani akan malas merawat kebun sawitnya. Selain itu para petani juga akan enggan memanen TBS-nya yang akibatnya suplai TBS juga akan menjadi masalah," kata Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad pula.
Menurutnya, kebijakan DMO dan DPO ini sangat berpotensi menekan harga TBS, akibatnya kesejahteraan petani akan menurun. Dengan kebijakan DMO ini harga minyak goreng ditetapkan dalam tiga kelompok yaitu minyak goreng curah dengan harga Rp11.000 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium Rp14.000 per liter.
Penurunan harga ini menyebabkan terjadinya disparitas harga. “Ini membuka peluang untuk diselewengkan. Tata niaga di industri perkelapasawitan ini cukup komplek.” Tauhid menjelaskan, total produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) sekitar 53 juta ton yang mana sekitar 30 juta ton terserap di pasar ekspor.
Dari total ekspor tersebut, sekitar 20 persen atau setara dengan 6 juta ton adalah untuk produk bahan baku minyak goreng. Sedangkan total konsumsi minyak goreng nasional hanya sekitar 5,6 juta ton.
Kebijakan DMO yang diberlakukan pemerintah dalam meredam melambungnya harga minyak goreng ini kurang tepat, sehingga tak ada salahnya apabila pemerintah mengadopsi kebijakan yang ditempuh Malaysia dalam meredam harga minyak goreng, lanjutnya.
Kebijakan itu yakni melakukan subsidi harga minyak goreng khusus bagi warga miskin. Dana subsidi bisa diambilkan dari dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). “Jadi, jangan semua diberikan subsidi. Kalangan menengah ke atas biarkan membeli minyak goreng non subsidi, sementara yang subsidi khusus untuk yang miskin,” sambungnya.
Tetapi pihak Apkasindo juga telah minta Pemprov Riau agar dapat menindak spekulan harga sawit. Provinsi Riau juga diharapkan bisa meminta kepada pemda agar dapat melakukan penindakan terhadap pihak yang memanfaatkan situasi dari kebijakan DMO dan DPO kelapa sawit.
"Saat ini aturan dari pusat masih gonjang-ganjing dan belum jelas. Harusnya pemda memantau perusahaan sawit di Riau jangan sampai ada spekulan seperti yang terjadi saat ini," kata Sekretaris Apkasindo Riau Djono Albar Burhan, Minggu (30/1/2022) kemarin.
"Aturan dari pemerintah pusat terkait penetapan harga CPO dari kebijakan DMO dan DPO kelapa sawit ini masih belum jelas."
Djono Albar Burhan meminta kepada pemda untuk menindak pihak perusahaan yang melakukan penurunan harga jual TBS sawit secara sepihak, karena harga CPO yang ditetapkan dalam aturan DMO dan DPO hanya sebesar 20 persen.
Tapi yang terjadi di lapangan, perusahaan malah memukul rata harga TBS dengan menurunkan sepihak, dan petani sawit tidak bisa berbuat banyak. Menurutnya bila pemda melakukan pengawasan dan menindak para spekulan ini, tujuan dari kebijakan DMO dan DPO sawit yang dibuat tidak merugikan para petani secara tiba-tiba.
"Jadi tolong dikaji kembali aturan ini dan diawasi penerapannya di lapangan, apakah harga acuan itu bisa memberikan untung kepada petani atau tidak. Lalu aturannya hanya 20 persen CPO ekspor, kenapa yang berlaku di lapangan malah 100 persen harga CPO petani menjadi turun tanpa kecuali, harusnya tidak begitu," ujarnya.
Kementerian Perdagangan sebelumnya memastikan kebijakan DPO tidak berlaku pada seluruh produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang dipasok ke dalam negeri. Harga khusus hanya diterapkan pada bahan baku untuk minyak goreng domestik.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan harga khusus sebesar Rp9.300 per kilogram CPO dan Rp10.300 per liter olein hanya berlaku untuk volume yang wajib dipasok eksportir untuk kebutuhan dalam negeri, yakni sebesar 20 persen volume ekspor.
Petani bingung harga sawit jatuh
Seperti disebutkan salah satu petani swadaya, Yanto bahwa kerisauannya tentang jatuhnya harga swit bukan tidak beralasan, yang berkahir kata sejahtera sulit didapatkan. Artinya, pemerintah belum memberikan solusi kepada petani kelapa sawit atas jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) ini.
Namun menyikapi keluhan petani sawit ini, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih juga sebelumnya telah mengatakan harga TBS kelapa sawit sebelumnya amblas akibat pelarangan sementara ekspor bahan baku minyak goreng atau crude palm oil (CPO) yang berlaku sejak 28 April 2022 lalu.
“Bersamaan dengan itu, tidak ada penjelasan ke kita (petani), bagaimana menghadapi masa krisis ini? (Pemerintah) Cuma mengatakan harus maklum. Mana bisa begitu kan?” katanya saat dihubungi, Minggu sore, 8 Mei 2022.
Henry mengatakan semestinya kebijakan pemerintah melarang ekspor CPO memperhatikan dampaknya ke petani. Apalagi sampai sekarang, SPI belum mengetahui kapan larangan sementara ekspor itu berakhir.
“Ya sudahlah, kamu hadapi dulu. Tidak ada pertimbangan dampak. Tidak ada pemerintah misalnya memanggil kita ada pelarangan ekspor. Anda menghadapi begini-begitu, tidak ada,” tuturnya.
Adapun petani sawit sudah menderita kerugian sebelum larangan ekspor resmi berlaku. Henry mencatat setelah larangan ekspor CPO diumumkan, harga TBS langsung turun 30-50 persen.
Berdasarkan data SPI, harga TBS yang semula berkisar Rp 3.000 per kilogram anjlok menjadi Rp 1.500-1.600 per kilogram. Walhasil, dia menaksir total kerugian petani anggota SPI mencapai Rp 250 miliar pada rentang 23-28 April 2022. Kerugian itu dihitung dengan cakupan luas lahan lebih-kurang 100 ribu hektar.
Harga yang terjun bebas itu, Henry melanjutkan, juga membuat pendapatan petani berkurang drastis. “Terasa tentunya, apalagi sewaktu Lebaran orang (petani) yang (biasanya) dapat harga Rp 3.000 tiba-tiba cuma jadi Rp 1.500-an, kan berkurang harga hampir separuhnya. Bahkan di tempat lain katanya ada yang sempat tidak terjual,” tuturnya.
Faktor kerugian lainnya, Henry menjelaskan, ialah masalah menumpuknya stok TBS. TBS, kata dia, sebaiknya disimpan hanya dalam waktu 24 jam sejak dipanen dari kebun. Jika melewati rentang waktu itu, petani terpaksa membuang buah segar atau dijadikan sebagai kompos.
“Dia (TBS) enggakbisa, begitu dipanen harus masuk ke pabrik. Harusnya 24 jam, tidak boleh lebih. Maka tidak ada jaminan di pabrik, sawit lebih bagus tidak usah dipanen dulu,” katanya.
Saat ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum dapat memastikan waktu pencabutan larangan sementara ekspor bahan baku minyak goreng. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono mengatakan masih mengamati kondisi harga minyak goreng curah di lapangan.
“Semenjak penetapan larangan sampai dengan saat ini, masih kami amati di lapangannya,” kata Veri saat dihubungi, Minggu, 8 Mei 2022.
Dia mengklaim sejauh ini harga minyak goreng curah di beberapa provinsi sudah sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp 14 ribu per liter. Namun dia tidak merincikan provinsi mana saja yang dimaksud olehnya.
“Kita berdoa saja supaya kondisi ini cepat berlalu dan keran ekspor dibuka kembali,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022. Regulasi itu tentang larangan sementara ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Permendag itu berlaku mulai tanggal 28 April 2022 sampai kebutuhan bahan baku minyak goreng di dalam negeri terpenuhi, serta harga minyak goreng curah di harga Rp 14 ribu per liter. Lutfi mengatakan, langkah ini atas arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan telah memperhatikan perkembangan keadaan dari hari ke hari.
“Tentu akan ada dampak dari kebijakan ini, namun sekali lagi saya tegaskan bahwa kepentingan rakyat adalah yang paling utama,” kata Mendag saat konferensi pers virtual mengenai larangan ekspor CPO, Kamis, 28 April 2022.
Hal tersebut tak lepas dari kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng sawit beberapa bulan ini. Berbagai kebijakan pun diberlakukan namun tak juga menyelesaikan persoalan.
Terakhir, Presiden Joko Widodo melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada 28 April 2022 hingga ketersediaan minyak goreng mencukupi dalam negeri.
Namun, Pemerintah Indonesia saat ini menghadapi tantangan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri pasca pelarangan eksport CPO dan bahan baku minyak goreng lainnya.
Khusus dalam negeri, berdampak ambruknya harga petani tandan buah segar (TBS), yang dinilai tidak cepat diantisipasi potensi dampak negatifnya kepada petani sawit.
Memang sebelumnya, sudah ada regulasi hukum terkait penetapan harga TBS lewa Peraturan Menteri Pertanian nomor 1/2018 tentang tatacara pedoman penetapan harga TBS Petani sawit.
Kembali disebutkan Ketua Apkasindo Gulat Manurung yang menjelaskan bahwa sesungguhnya regulasi tersebut sangat kuat menjaga kenormalan harga TBS petani, jika kementerian terkait langsung mengantisipasi pasca Presiden Jokowi menyampaikan kebijkannya. “Tapi sayang hal itu terabaikan,” ucapnya pada media, Rabu (4/5/2022) kemarin.
Dia menuturkan, hal yang lebih parah adalah provinsi yang belum memiliki Pergub Tataniaga TBS, dimana penurunan harga TBS nya anjlok sampai 65,45 persen (lihat tabel). Fenomena ini juga ternyata dimanfaatkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) menaikkan potongan timbangan yang dalam Permentan Nomor 1/2018 “diharamkan”.
“Ya benar pasca pidato Presiden Jokowi 22 April, potongan timbangan di PKS naik hampir 3 kali lipat,” ujar Gulat.
Misalnya, lanjut dia, jika petani A ke PKS menjual TBS nya 1.000 kilogram (kg), jika potongan timbanganya 10 persen, maka yang dibayar oleh PKS adalah hanya 900 kg. “Tentu ini semakin membuat petani merugi dua kali, pertama harga yang anjlok dan kedua potongan timbangan di PKS,” kata Gulat.
Dia menilai, Permentan 01 Tahun 2018 dan Pergub Tataniaga TBS di delapan provinsi dan terakhir surat edaran Dirjend Perkebunan Nomor 165 Tahun 2022 praktis tidak dipedulikan oleh semua PKS dan industrI sawit lainnya.
“Pertanyaan yang cukup mendasar bagi kami petani sawit adalah ‘siapa yang melindungi kami?’, ungkap Gulat.
Perlu diketahui bahwa patokan dari harga TBS adalah tender CPO di KPBN dan selanjutnya patokan harga CPO di KPBN adalah harga CPO internasional.
“Semua orang tau bahwa harga CPO saat ini sedang naik, seharusnya TBS petani juga naik, jika pun turun akibat larangan ekspor harusnya harga TBS kami dibeli PKS tidak kurang dari Rp.3.800/kg, kami sudah dapat berhitung dengan cermat, sebab kami sudah generasi kedua,” tuturnya.
Gulat mengungkapkan bahwa di Malaysia harga TBS Petani sudah mencapi Rp.5.000/kg karena patokan mereka adalah harga CPO internasional (Rp.23.900/kg). Mengapa justru sebaliknya dengan harga TBS Petani sawit di Indonesia?.”
Sebelumnya, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) sudah mewanti-wanti kepada seluruh pabrik kelapa sawit (PKS) agar tidak memanfaatkan kebijakan larangan ekspor CPO untuk menurunkan harga bahkan tak membeli TBS sawit dari para petani.
"Kelebihan pasokan itu sangat diperkenankan. Misalnya suatu daerah butuh 100 ribu kilo liter (kl), tapi BUMN penyalurnya butuh 200 ribu kl ya silakan saja, dengan kelebihan ini tidak ada alasan untuk tidak membeli TBS petani," kata Plt. Ketua DMSI Sahat Sinaga dalam konferensi pers, Kamis (28/4/2022).
Pemerintah resmi melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mulai Kamis (28/4/2022). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, larangan ekspor dilakukan untuk menekan harga minyak goreng curah agar bisa mencapai Rp 14 ribu per liter. Adapun yang dimaksud CPO dan turunnya yakni CPO, minyak sawit olahan (RPO), Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), Pome, dan Used Cooking Oil.
"Seluruhnya sudah tercakup dalam Peraturan Menteri Perdagangan dan dilakukan malam hari pukul 00.00 WIB tanggal 28 April kemarin karena ini sesuai dengan apa yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden," kata Airlangga Hartarto saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/4/2022).
'Petani mengadu ke polisi'
Terakhir atas banyaknya kecurangan-kecurangan terjadi, para petani melalui DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Indragiri Hulu mengadukan persoalan yang dihadapi ke Polda Riau pada Kamis 5 Mei 2022 pekan lalu.
"Polda Riau dalami laporan petani soal lima pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang diduga curang."
Ada lima PKS dilaporkan karena harga pembelian TBS jauh di bawah harga yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau. "Harga Dinas Perkebunan Provinsi Riau harusnya jadi acuan, tapi kenyataannya harga TBS petani dihargai 30% dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, potongan timbangan naik sampai 15% di PKS," kata Ketua DPD Apkasindo Inhu, Emi Rosadi.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau hingga kini masih mendalami laporan para petani terkait dugaan kecurangan yang dilakukan oleh lima pabrik kelapa sawit (PKS) dalam menentukan harga pembelian tandan buah segar (TBS). "Kita masih pelajari laporannya," kata Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan, Selasa (10/5/2022). (*)
Tags : cpo, sawit, minyak sawit, kelapa sawit, kebun sawit, ekspor cpo, industri sawit, harga cpo, minyak sawit mentah, petani sawit, cpo, riau, minyak sawit, pekanbaru, harga cpo, sorotan,