Sorotan   2021/03/22 22:53 WIB

Vaksin AstraZeneca 'Haram, Tapi Boleh Digunakan'

Vaksin AstraZeneca 'Haram, Tapi Boleh Digunakan'
Seorang warga lanjut usia (lansia) menerima suntikan vaksin COVID-19 di Lippo Village, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (19/3/2021).

Pemerintah diminta kembali mengedukasi publik tentang pentingnya imunisasi virus corona, karena keputusan MUI yang menetapkan vaksin AstraZeneca haram - namun boleh digunakan dalam keadaan darurat - dikhawatirkan bakal mengurangi minat sebagian orang pada vaksin Covid-19.

eluarnya fatwa haram vaksin AstraZeneca oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut epidemiolog, bakal memengaruhi keyakinan seseorang untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Karena itu pemerintah Indonesia diminta kembali mengedukasi publik tentang pentingnya imunisasi virus corona. Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan menyatakan vaksin ini sudah sudah melalui transformasi yang menyeluruh, berulang kali dimurnikan pada setiap titik proses pembuatannya sehingga masyarakat jangan ragu untuk menerima vaksin. 

Sementara MUI mengklaim fatwa itu dikeluarkan demi melindungi umat Muslim di Indonesia. Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, menilai fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyebut vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca haram, akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap program vaksinasi. Paling tidak, kata dia, bakal mengurangi minat sejumlah orang di tengah tingginya antusiasme masyarakat mendapatkan imunisasi virus corona.

Karena itulah ia meminta pemerintah agar kembali mengedukasi masyarakat dan melakukan tindakan persuasi agar bersedia disuntik vaksin tanpa adanya paksaan. "Saya yakin akan mengurangi minat, tapi fungsi pemerintah untuk meningkatkan minat masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi yang sampai hari ini berbondong-bondong orang datang," ujar Masdalina Pane dirilis BBC News Indonesia, Minggu (21/03).

Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat Muslim terbesar, kata dia, patut mempertimbangkan kehalalan suatu obat atau vaksin. Namun demikian, ia menilai MUI tidak semestinya mengeluarkan fatwa halal-haram terhadap suatu merek vaksin tertentu. Sebab jika nanti ada vaksin berbeda tiba, maka akan keluar fatwa baru yang membuat masyarakat bingung. Dia menyarankan MUI agar cukup mengeluarkan satu fatwa untuk seluruh vaksin Covid-19.  "Fatwanya satu saja bahwa vaksin Covid-19 apapun mereknya kalau ada kandungan haram, halal karena kondisi darurat," tegasnya.

"Semakin banyak statement yang dikeluarkan pemerintah makin membuat masyarakat jadi ragu". Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hasanuddin Abdul Fatah, mengatakan pihaknya menerima laporan vaksin AstraZeneca mengandung tripsin babi berdasarkan hasil audit Lembaga Pengkajian Pengawasan Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI pada pertengahan Maret lalu.

Laporan itu merujuk pada pengujian di laboratorium LPPOM serta meneliti dokumen pembuatan vaksin dari AstraZeneca. Di laporan itu tertera, bahan aktif vaksin adalah rekombinan adenovirus. Yakni monovalen vaksin yang terdiri dari satu rekombinan vektor 'replication-deficient chimpanzee adenovirus (ChAdOx1)', yang menjadikan kode untuk glikoprotein S dari Sars-Cov-2, disebut juga ChAdOx1-S (recombinant).

Kemudian, saat pembuatan, dalam penyiapan inang virus, sel inang yang digunakan berasal dari diploid manusia. Persisnya sel yang diambil dari jaringan ginjal bayi manusia puluhan tahun lalu. Sel tersebut ditumbuhkan pada media Fetal Bovine Serum, yang disuplementasi dengan asam amino, sumber karbon, bahan tambahan lain serta antibiotik. "Pada tahap penyiapan inang virus ini terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi. Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier-nya," sebut LPPOM dalam penjelasan yang tertera dalam keputusan Fatwa MUI.

Tapi laporan itu dibantah AstraZeneca yang menegaskan vaksinnya tidak bersentuhan dengan produk turunan babi atau hewani lainnya. Namun MUI, kata Hasanuddin, tetap berpegang pada laporan LPPOM. Hasil uji vaksin ini pun, klaimnya telah diketahui Menteri Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Kami percaya pada LPPOM yang sudah belasan tahun bekerja sama dengan MUI," imbuhnya.

"Malah BPOM menguatkan (kajian LPPOM) memang ada (kandungan tripsin babi)."

Meskipun vaksin buatan AstraZeneca haram, tapi MUI tetap membolehkan untuk digunakan karena kondisi yang mendesak atau darurat. Alasan selanjutnya, adanya keterangan dari ahli yang kompeten dan tepercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi Covid-19. Hal lain, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia di Indonesia maupun global. Dengan pertimbangan di atas MUI, ujar Hasanuddin, meminta masyarakat agar tidak ragu disuntik vaksin AstraZeneca. "Jangan ragu. Bahkan wajib berpartisipasi melaksanakan vaksinasi demi menjaga nyawa orang banyak. Jangan dilihat haramnya saja, sama kayak vaksin meningitis untuk haji yang dulu haram tapi boleh digunakan."

"Seperti daging babi di Al-Quran jelas haram, tapi dalam kondisi darurat boleh dikonsumsi". Hasanuddin juga menambahkan, fatwa halal-haram akan kembali dikeluarkan jika ada vaksin baru masuk ke Indonesia. Hal itu, klaimnya, demi melindungi umat Muslim.

Juru bicara vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, meminta masyarakat jangan ragu untuk menerima vaksin AstraZeneca yang telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia termasuk Arab Saudi dan banyak Dewan Islam di seluruh dunia yang menyatakan vaksin ini diperbolehkan digunakan. Nadia juga mengatakan, vaksin ini sudah melalui transformasi yang menyeluruh, berulang kali dimurnikan pada setiap titik proses pembuatannya. Sehingga produk akhirnya bersih dan baik digunakan manusia di mana pun, termasuk umat Muslim di Indonesia. "Jadi tidak ada alasan masyarakat untuk ragu-ragu mengikuti program vaksinasi," ujar Nadia di situs Kementerian Kesehatan, Sabtu (20/03).

Pendistribusian vaksin AstraZeneca sebanyak 1,1 juta dosis akan mulai dilakukan paling lambat pekan ini setelah mengantongi izin darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Jumat pekan lalu. Vaksin tersebut sebelumnya sempat ditunda izin penggunaannya karena kejadian efek samping berupa pembekuan darah di sejumlah negara di Eropa. Yuda Hariansyah dari Provinsi Aceh, berkata fatwa haram yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) semakin membuatnya menolak divaksin virus corona, selain alasan utama karena sejak kecil tak pernah diimunisasi.

Di sekitar tempat tinggalnya, ia bercerita, masih ada orang Aceh yang setengah percaya pada Covid-19 karena beredar informasi vaksin virus corona merupakan kepentingan bisnis industri farmasi. "Di Aceh kalau bahas Covid-19 orang malah memperolok-olok. 'Alah enggak ada Covid ini, enggak ada'.  Warga Depok, Falhan Niam Akbar, mengatakan fatwa haram vaksin AstraZeneca sangat memengaruhinya sebagai orang Muslim kendati ada syarat yakni kondisi darurat yang bisa membolehkannya.

Dia berharap pemerintah membuka kepada publik tentang kedaruratan vaksin Sinovac, apakah ketersediaannya masih cukup atau tidak. "Kalau sama sekali tidak ada lagi vaksin (Sinovac) ya mau tidak mau dalam rangka kemaslahatan, boleh (divaksin dengan AstraZeneca). Cuma saya belum tahu sejauh mana kedaruratan itu apa betul sama sekali tidak ada (vaksin Sinovac)?". (*)

Tags : Vaksin AstraZeneca, Haram, Tapi Boleh Digunakan,