"Varian Delta menyebar dengan cepat di Inggris dan menyebabkan kasus Covid-19 melonjak sekali lagi"
aboratorium di seluruh dunia yang menganalisis materi genetik virus telah membagikan temuan mereka ke basis data global. Saat ini, Inggris sepertinya memiliki lebih banyak kasus varian Delta daripada sebagian besar negara lain di dunia. Sebanyak 75.953 kasus varian Delta ditelusuri di Inggris hingga 16 Juni, naik nyaris dua kali lipat dari 42.323 kasus pada pekan sebelumnya.
Sementara itu, hingga 14 Juni, 2.853 kasus varian Delta telah diidentifikasi di AS, 747 di Jerman, 277 di Spanyol dan 97 di Denmark, menurut situs web pemantauan global GISAID. Adapun di Indonesia, telah ditemukan 107 kasus varian Delta per 13 Juni, menurut data Kementerian Kesehatan.
Tapi ini bukan catatan pasti tentang berapa banyak jumlah kasus yang ada - ini catatan berapa banyak yang terlihat, dan Inggris memiliki sistem yang sangat baik untuk mendeteksi varian virus corona. Jadi kemungkinan angka-angka ini menyamarkan insiden varian yang jauh lebih besar di beberapa negara yang melakukan lebih sedikit pengurutan analisis genetik virus (whole genome sequencing).
Misalnya, ada 875 kasus varian Delta yang diidentifikasi di India pada 3 Mei ketika virus sedang berkecamuk, dan tercatat hanya 142 kasus varian Delta dalam empat pekan terakhir. Kendati negara itu mencatat antara setengah juta hingga dua juta kasus baru sejak awal Mei, dengan varian Delta diyakini sebagai varian dominan.
Di Inggris, 38.000 kasus varian Delta tercatat dalam 28 hari terakhir. Pemerintah Skotlandia mengatakan varian tersebut bertanggung jawab atas "sebagian besar" kasus baru. Pemerintah Irlandia Utara telah memperingatkan bahwa varian tersebut kemungkinan akan menjadi jenis yang dominan dan pemerintah Wales mengatakan varian Delta mendorong peningkatan kasus dan kini negara itu berada dalam fase awal gelombang ketiga virus corona.
Mengapa Inggris sangat terdampak?
Para pakar meyakini faktor utama yang membuat lonjakan kasus di Inggris dalam waktu singkat disebabkan oleh volume perjalanan. Merujuk data pemerintah Inggris, varian itu masuk ke Inggris melalui setidaknya 500 pelancong. Dr Jeffrey Barrett dari Sanger Institute, yang menganalisis materi genetik dari tes swab Covid-19 untuk mengetahui mutasi virus corona, mengatakan angka sebenarnya kemungkinan lebih dari 1.000.
Ini penting karena cara penyebaran virus yang tidak teratur. Kita berbicara tentang angka reproduksi virus yang berarti bahwa, tanpa langkah-langkah pembatasan jaga jarak atau pengendalian infeksi, satu orang kemungkinan menginfeksi rata-rata tiga orang.
Namun pada kenyataannya, tak setiap orang menginfeksi tiga orang lainnya. Sebaliknya, satu orang mungkin menginfeksi 30 orang lain, sedangkan yang lain tidak menginfeksi siapa pun - baik karena perbedaan dalam biologi, perilaku, atau kondisi kehidupan mereka.
Ada unsur kebetulan - jika lima orang tiba di Inggris membawa varian ini, bisa jadi Anda beruntung ketika tidak ada dari mereka yang menularkannya. Jika 500 kasus varian Delta sudah tercatat sejauh ini, kemungkinan besar setidaknya satu orang yang terinfeksi varian Delta akan menularkan infeksi mereka, atau bahkan menjadi penyebar super.
Jadi perbedaan antara lima dan 500 pelancong yang masuk dengan varian Delta tidak akan persis 100 kali infeksi. Selain itu, varian Delta memasuki Inggris pada saat pembatasan sedang dilonggarkan dan dalam cuaca dingin. Cuaca dingin akan membuat lebih banyak orang di dalam ruangan, dan di sisi lain, virus bisa bertahan lebih lama di luar ruangan.
Apakah negara lain akan bernasib sama?
Para pakar meyakini beberapa negara mungkin sudah menuju ke arah yang sama seperti Inggris - tetapi mereka memiliki program pengurutan genetik lebih sedikit dan lebih lambat, yang berarti kita belum dapat melihatnya dalam data.
Dan di beberapa negara seperti AS, varian tersebut baru terdeteksi tak lama kemudian - mungkin karena lebih sedikit orang yang memiliki hubungan langsung dengan India - sehingga varian ini diperkirakan baru akan meningkat dalam beberapa pekan mendatang.
Dr Muge Cevik, seorang spesialis penyakit menular di Universitas St Andrews, mengatakan, pada waktunya, kita mungkin melihat lonjakan kasus serupa di negara lain. Dia juga menambahkan prospek seperti itu "jauh lebih mengkhawatirkan di negara-negara dengan tingkat vaksinasi rendah". Varian Delta sangat mungkin menjadi varian dominan di negara lain, dan mungkin di seluruh dunia, katanya dirilis BBC.
Varian ini jauh lebih menular dan kita tahu - termasuk dari varian Alfa yang pertama kali diidentifikasi di Kent, Inggris - bahwa virus akhirnya menemukan cara untuk menyebar. Menurut Otoritas Penerbangan Sipil INggris , 42.406 orang melakukan perjalanan dua arah antara India dan Inggris pada bulan April. Lebih sedikit perjalanan berarti lebih sedikit peluang bagi varian untuk masuk.
Pada bulan Januari, Sage, badan ilmiah pemerintah, telah memperingatkan bahwa: "Tidak ada intervensi, selain penutupan perbatasan yang lengkap, atau karantina wajib bagi semua pengunjung pada saat kedatangan di fasilitas yang ditunjuk, terlepas dari riwayat pengujian, yang dapat hampir sepenuhnya mencegah impor kasus atau varian baru."
Pemerintah Inggris menempatkan India dalam daftar merah - yang berarti orang yang datang dari negara itu harus melakukan karantina mandiri di hotel - pada 23 April. Ini terjadi setelah Organisasi Kesehatan Dunia mengklasifikasikan Delta sebagai "variant of interest" dan setelah diketahui berada di Inggris, tetapi sebelum ditetapkan sebagai "variant of concern" oleh otoritas kesehatan Inggris.
Meskipun hingga kini belum jelas varian apa saja yang menyebabkan masalah di India, tapi semakin jelas bahwa banyak orang menjadi korban dari varian virus tersebut. Tetapi Dr Cevik mengatakan "pada akhirnya itu akan terjadi" di Inggris, meskipun sejumlah upaya untuk mengurangi kasus impor dilakukan.
Dia menunjukkan bahkan Australia, yang memiliki salah satu kontrol perbatasan paling ketat di dunia, telah mengalami wabah varian Delta, meskipun jumlahnya relatif kecil. Dan, tambahnya, ancaman negara-negara "daftar merah" mungkin mendorong mereka untuk menghentikan pengujian dan pengurutan. "Kita tidak akan dapat sepenuhnya menghentikan varian yang datang," katanya, dan solusi terbaik adalah memvaksinasi sebanyak mungkin orang di dunia.
Varian delta terasa 'lebih seperti pilek berat'
Gejala varian virus corona Delta B.1.617.2 yang 'cepat menular dan lebih mematikan'' cukup berbeda dengan gejala Covid klasik. Varian mutasi ganda dari India ini telah menyebar di banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, Jumat lalu (18/06), virus ini telah menginfeksi 148 orang di enam provinsi di Indonesia - Jawa Tengah yang tertinggi.
Berdasarkan studi Zoe Covid Symptom di Inggris, yang dilakukan Profesor Tim Spector, gejala tertular varian Delta terasa "lebih seperti pilek berat" dengan sakit kepala, sakit tenggorokan, dan hidung meler atau tersumbat. Gejala Delta berbeda dengan gejala Covid klasik berupa batuk, demam dan kehilangan indra penciuman yang kini kurang umum terjadi - berdasarkan data yang diterima tim Zoe dari ribuan orang yang telah mencatat gejala mereka di sebuah aplikasi. "Sejak awal Mei, kami telah melihat gejala teratas di pengguna aplikasi - dan mereka tidak sama seperti sebelumnya," kata Tim.
Varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India sekarang telah menyumbang 90% dari kasus Covid di Inggris. Gejala demam tetap cukup umum tetapi kehilangan penciuman tidak lagi muncul di 10 gejala teratas, kata Prof Spector. Para peneliti menyebut pilek, sakit kepala, dan sakit tenggorokan, sekarang menjadi gejala yang paling sering dilaporkan terkait dengan infeksi Covid dan varian Delta di Inggris.
'Pilek' disertai gejala lain
Waktu awal pandemi, pilek tidak masuk dalam gejala virus corona. Namun, berbeda ketika varian Delta menyerang. "Sehingga banyak yang mengira mereka hanya terkena pilek musiman, jadi masih pergi ke pesta dan mungkin menyebar ke enam orang lainnya. Ini memicu banyak masalah," kata Tim.
"Jika Anda masih muda, Anda akan merasakan gejala yang lebih ringan, mungkin hanya terasa seperti pilek atau perasaan 'tidak enak badan' biasa - tetaplah di rumah dan lakukan tes."
Bahkan orang yang tidak merasa sakit parah dapat membahayakan orang lain. Pilek cenderung berkembang lebih bertahap dan tidak terlalu parah, meskipun tetap membuat Anda merasa tidak sehat. Bersama dengan batuk, mungkin ada bersin dan sakit tenggorokan dan hidung meler, namun demam, menggigil, nyeri otot dan sakit kepala jarang terjadi.
Jika Anda merasakan pilek dan disertai batuk terus menerus, juga gejala lainnya, Anda harus dites virus corona. Saat ini, Badan Kesehatan Inggris tetap mengatur, hidung tersumbat atau sakit kepala bukan alasan untuk melakukan tes Covid - walaupun hasil penelitian menunjukan, mereka yang positif memiliki gejala ini.
Berbeda, Amerika Serikat memasukan kedua itu sebagai gejala orang yang mungkin memiliki Covid. Gejala lainnya adalah demam atau kedinginan, batuk, sesak napas atau kesulitan bernapas, kelelahan, nyeri otot atau tubuh, sakit kepala, hilangnya rasa atau bau, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, mual atau muntah dan diare.
Studi Imperial College London React terhadap lebih dari satu juta orang di Inggris - ketika varian Alpha atau Inggris menyerang - menemukan berbagai gejala tambahan yang terkait dengan Covid. Menggigil, kehilangan nafsu makan, sakit kepala hingga nyeri otot adalah gejala paling kuat terkait dengan terinfeksi, di samping gejala klasik. "Jika Anda khawatir dengan gejala Anda, carilah saran medis."
Kemudian, bersin bukanlah gejala klasik virus corona, kecuali Anda juga mengalami itu dengan demam, batuk, atau kehilangan penciuman dan perasa. Tetesan bersin dapat menyebarkan infeksi, jadi tangkap dengan tisu, taruh di tempat sampah, lalu cuci tangan Anda.
Untuk membantu menghentikan penyebaran virus corona dan penyakit lainnya:
Hilang penciuman akibat virus corona 'beda dari pilek dan flu'
Sebelumnya, kehilangan penciuman yang dapat menyertai infeksi virus corona adalah gejala unik dan berbeda dari yang dialami oleh orang yang menderita demam atau flu parah, menurut sekelompok peneliti di Eropa yang telah mempelajari pengalaman pasien.
Ketika pasien Covid-19 kehilangan penciuman, itu cenderung terjadi secara tiba-tiba dan dalam tingkat yang parah. Dan hidung mereka biasanya tidak tersumbat atau meler — kebanyakan orang yang terinfeksi virus corona masih bisa bernapas lega.
Hal lain yang membedakan mereka ialah hilangnya kemampuan merasa. Bukannya kemampuan merasa mereka agak terganggu karena indera penciuman yang tidak berfungsi, kata para peneliti dalam makalah di jurnal Rhinology. Para pasien virus corona yang kehilangan indera perasa benar-benar tidak mampu membedakan antara pahit atau manis.
Para pakar menduga hal ini dikarenakan virus menyerang sel saraf yang terlibat langsung dengan sensasi penciuman dan rasa. Peneliti utama Prof. Carl Philpott, dari University of East Anglia, Inggris, melakukan tes bau dan rasa pada 30 sukarelawan: 10 menderita Covid-19, 10 menderita pilek parah, dan 10 orang sehat tanpa gejala pilek atau flu.
Kehilangan bau jauh lebih besar dalam pasien Covid-19. Mereka kurang bisa mengenali bau, dan mereka sama sekali tidak bisa membedakan rasa pahit atau manis. Prof. Philpott, yang bekerja dengan badan amal Fifth Sense untuk membantu orang-orang dengan gangguan penciuman dan perasa, mengatakan: "Tampaknya ada ciri-ciri khusus yang membedakan virus corona dari virus pernapasan lainnya. "Ini sangat menarik karena ini berarti tes bau dan rasa dapat digunakan untuk membedakan antara pasien Covid-19 dan orang dengan pilek atau flu biasa."
Ia mengatakan orang-orang bisa melakukan tes penciuman dan perasa sendiri di rumah menggunakan produk seperti kopi, bawang putih, jeruk atau lemon, dan gula. Ia menekankan bahwa tes diagnostik usap pada tenggorokan dan hidung tetaplah penting jika seseorang merasa mereka mungkin terinfeksi virus corona.
Indera penciuman dan perasa kembali dalam beberapa minggu pada kebanyakan orang yang pulih dari virus corona, imbuhnya. Profesor Andrew Lane adalah pakar penyakit hidung dan sinus di Universitas Johns Hopkins di AS. Ia dan timnya telah mempelajari sampel jaringan dari bagian belakang hidung untuk memahami bagaimana virus corona dapat menyebabkan hilangnya penciuman dan telah menerbitkan temuannya di European Respiratory Journal.
Mereka mengidentifikasi sebuah enzim dengan tingkat yang sangat tinggi hanya di area hidung yang memengaruhi penciuman. Enzim ini, disebut ACE-2 (angiotensin converting enzyme II), dianggap sebagai "titik masuk" yang memungkinkan virus corona masuk ke dalam sel tubuh dan menyebabkan infeksi.
Hidung merupakan salah satu tempat masuknya virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh. Prof. Lane berkata: "Saat ini kami sedang melakukan eksperimen lebih lanjut di laboratorium untuk meneliti apakah virus memang menggunakan sel-sel ini untuk mengakses dan menginfeksi tubuh. "Jika itu masalahnya, kami mungkin dapat mengatasi infeksi dengan terapi antivirus yang diberikan langsung melalui hidung". (*)
Tags : Varian Delta, Inggris, Kasus Corona Kembali Melonjak di Inggris,