PEKANBARU - Pengamat ekonomi Riau, Dr Viator Butar-butar merasa khawatir dengan ekonomi Riau dalam kwartal hingga akhir 2020, berdasarkan data BPS Riau menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi Riau turun drastis sejak periode 2014-2017.
"Padahal pertumbuhan ekonomi pada 2011 masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yakni 5,57 persen, namun pada 2014 turun jauh menjadi 2,62 persen," kata Viator dalam bincang-bincangnya ngopi bersama di bilangan jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, Sabtu (14/11).
Penurunan angka pertumbuhan terutama di sektor primer, khususnya sub sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan migas, sebutnya.
Tetapi terlihat kecenderungan kelesuan pada sektor hotel dan restoran serta jasa keuangan dan asuransi. Ia mengingatkan, pada kondisi 2014-2015, hal sangat mengkhawatirkan telah terjadi. Sektor pertanian mengalami pelambatan pertumbuhan year on year, pada triwulan I. Triwulan III malah telah bertumbuh negatif (kontraksi) sebesar 9,37 persen.
"Pukulan terberat Riau adalah dialami sektor pertambangan yang turun absolut drastis, dari nilai PDRB sekitar Rp70 triliun pada triwulan I pada 2014, menjadi Rp48 triliun pada triwulan I 2015," sebut Wakil Ketua Umum Bidang Percepatan Pembangunan Daerah dan Kerjasama Ekonomi Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Riau ini.
Pada triwulan III 2015, katanya lagi, sektor pertambangan penggalian juga tumbuh negatif sebesar 5,94 persen. Pada triwulan II, kecenderungan yang sama kembali terlihat pada angka pertumbuhan y on y untuk sektor perdagangan.
"Pada triwulan III justru terjadi sedikit perbaikan dengan pertumbuhan positif. Uniknya, sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan baik mencapai 6,93 persen pada triwulan III dibandingkan triwulan II dan pertumbuhan year on year mencapai 4,15 persen," sebutnya.
Kondisi Triwulan IV 2015, sebutnya, telah membantu kinerja ekonomi tahunan dan menghindarkan perekonomian Riau dari kontraksi (pertumbuhan negatif), tetapi pertumbuhannya sangat rendah yaitu 0,22 persen. Namun pada tahun 2016 hanya naik tipis.
"Pada tahun 2016 perekonomian Riau seyogyanya telah membaik dan pulih dengan pertumbuhan tinggi setelah anjlok pada 2015. Kenyataannya, data BPS menunjukkan, Riau hanya menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar 2,27 persen, jauh di bawah pertumbuhan angka nasional yang mencapai 5,02 persen," ungkapnya.
Pertumbuhan positif dialami oleh sektor pertanian, manufacturing dan perdagangan. Tetapi pertumbuhan negatif tetap terjadi untuk sektor pertambangan dan penggalian, yang secara signifikan mempengaruhi kinerja perekonomian keseluruhan.
"Ketika diteliti berdasarkan pengeluaran sangat jelas terlihat bahwa rendahnya angka pertumbuhan ini dibandingkan angka nasional dan daerah daerah lain di Indonesia antara lain adalah disebabkan anjloknya kinerja ekspor Riau," sebutnya.
Secara nasional Indonesia berhasil meningkatkan kinerja ekspor, Riau malah mengalami penurunan substansial, dari Rp262 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp172 triliun pada tahun 2016, atas dasar harga berlaku. Kalau digunakan angka harga konstan, terlihat bahwa pertumbuhan negatif mencapai 15,3 persen untuk 2015-2016.
Sementara itu, kondisi ekonomi Riau 2017 ternyata juga tidak membaik justru jauh di bawah angka regional maupun nasional. Pertumbuhan ekonomi Riau pada semester I hanya 2,62 persen dibandingkan keadaan semester I tahun 2016 (year on year).
"Kendatipun kinerja ekspor agak membaik dan konsumsi menguat, ternyata hanya mampu bertumbuh 2,71 persen. Angka ini jelas jauh dibawah angka pertumbuhan ekonomi keseluruhan Pulau Sumatera yaitu 4,30 persen, Kalimantan sebesar 4,33 persen, Pulau Jawa sebesar 5,61 persen, pulau Sulawesi mencapai 6,99 persen dan Nasional (Indonesia) sebesar 5,09 persen".
Dari angka angka pertumbuhan dikemukakan di atas, terlihat pertumbuhan rata-rata untuk periode 2014-2017 adalah di bawah dua persen. Malah kalau kita fokuskan ke periode 2015-2017, rata-rata pertumbuhan hanya 1,73 persen.
"Kondisi ini menggambar bahwa pertumbuhan ekonomi Riau itu menjadi pertumbuhan ekonomi terburuk sepanjang sejarah perekonomian Provinsi Riau," katanya menambahkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau hingga 2020 paling ada 34,9 persen, tetapi ini lagi-lagi bisa bertahan karena ditopangi adanya industri sawit.
Menyinggung tentang pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau ini, Viator mengakui kuartal II/2020 kemarin sudah turun 3,22 persen dibanding triwulan II/2019. Meski ekspor naik sebesar 5,57 persen sebab permintaan luar negeri terhadap CPO dan turunannya, serta bubur kayu, tak mampu mengangkat ekonomi Bumi Lancang Kuning.
Mengapa turun, menurutnya terhentinya beberapa kegiatan selama pandemi Covid-19, berkurangnya persewaan alat pesta dan sejenisnya serta pembatalan/penundaan kegiatan Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition (MICE) akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
"Ya ini adanya kelesuan ekonomi serta adanya pembatasan aktivitas di luar rumah. Selain itu, akibat kebijakan PSBB banyak toko/tempat jualan yang mengurangi jam operasional," urainya.
Dia mengakui penurunan aktifitas lain seperti adanya kebijakan pembatasan/penghentian kegiatan ibadah berjamaah (shalat Jum'at) di masjid serta kebaktian di gereja berdasarkan surat edaran Gubernur Riau, serta penurunan intensitas kampanye pilkada di beberapa kabupaten/ kota akibat pengunduran jadwal pilkada menjadi Desember 2020.
Namun tentang ekspor luar negeri menolong tumbuh 5,57 persen. Ini terlihat meningkatnya permintaan luar negeri terhadap beberapa komoditas utama Riau seperti CPO dan turunannya serta bubur kayu/pulp. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih baik dari nasional yang turun mencapai 5,32 persen, ungkapnya. (rp.sdp/*)
Tags : Pengamat Ekonoi, Viator Butar-butar, Pertumbuhan Ekonomi Riau, News, Ekonomi Riau Merosot,