"Ditengah pandemi tak meghalangi siswa untuk studi, atasi berbagai kekurangan pihak sekolah untuk melakukan pembelajaran jarak jauh juga bisa dilakukan belajar melalui siaran radio"
isalnya di sebuah desa di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, memanfaatkan radio komunitas sebagai metode pembelajaran jarak jauh bagi murid-murid sekolah dasar mengingat masih banyak orang tua murid tidak memiliki telepon seluler dan akses internet di tengah pandemi Covid-19. "Bagaimana kabar anak-anakku tersayang siswa siswi kelas enam di SDN 01 Tegalontar? Mudah-mudahan kalian tetap sehat dan semangat ya. Kalian pasti sudah menunggu kehadiran bu guru yang siap menemani kalian belajar. Hari ini ibu guru akan menyampaikan pelajaran kesukaanmu," demikian celoteh Sri Windarni, guru kelas 6 Sekolah Dasar Negeri 01 Tegalontar, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, saat membuka kelas mata pelajaran matematika.
Intonasi dan irama suaranya pelan agar mudah dipahami siswa. Dia menyapa dan menyebut satu persatu beberapa nama siswa di kelas 6 yang diampunya. Tapi, Sri tentu tidak berhadapan langsung dengan anak-anak yang disapanya mengingat adanya larangan belajar di sekolah dan keharusan menerapkan pembelajaran jarak jauh sesuai instruksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Demi mendidik anak-anak muridnya, Sri—dan tiga guru lainnya yang mengajar di sekolah yang sama—mendadak menjadi penyiar radio. Mereka berinteraksi dengan para murid melalui udara dalam program Kelas Mengajar di Radio Komunitas.
Mengajar melalui siaran radio
Tak mudah bagi para guru berada di ruang siaran milik Radio Komunitas PPK FM Sragi, Pekalongan. "Sama sekali buta tentang radio, bagaimana menjadi seorang penyiar. Apalagi dengan alat-alat itu. Awalnya kurang fokus, mikrofon kurang mendekat atau posisi ke di bawah mulut jadi hasilnya suara kurang jelas," tutur Sri Windarni seperti dirilis BBC Indonesia.
Guru kelas 6 itu mengaku, awalnya tak percaya diri ketika berada di ruang siaran. Ada kekhawatiran siswanya tak mampu memahami materi pembelajaran yang disampaikan karena tak punya keahlian. "Suara saya lucu, medok (logat) Jawa nampak sekali. Katanya tidak apa-apa, itu menunjukan kelokalan kita sebagai orang Pekalongan. Kalau siaran menyampaikan materi pelan, maksudnya agar anak bisa mengikuti semua instruksi," lanjutnya.
Saat ditemui di ruang siaran, Sri tampak berpakaian dinas batik Korpri dan duduk menghadap mikrofon. Kedua telinganya tertutup headset. Tangannya memegang beberapa lembar kertas berisi materi pelajaran hari itu. Ketika Sri sedang siaran, Noni Arnee, wartawan di Pekalongan, menjumpai murid-murid Sri di suatu rumah. Mereka duduk melingkar lesehan di atas tikar, saling berjarak satu sama lainnya. Semua bermasker. Di hadapan mereka terdapat alat tulis lengkap dan sebuah radio analog kecil berwarna hitam. Dari perangkat radio itulah suara guru mereka berasal. Kadang terdengar jelas, kadang menghilang.
Berawal dari kendala akses internet
Kelas Mengajar di Radio Komunitas (KejarRakom) adalah sebuah metode pembelajaran menggunakan siaran radio komunitas yang jangkauannya terbatas dalam radius tiga kilometer. Melalui metode ini, para guru dilatih memberikan materi pelajaran melalui siaran di radio. Program tersebut dimulai sebagai respons dan solusi mengatasi keterbatasan akses dan infrastrutur para siswa dan orangtua. Pasalnya, dari 289 siswa SD Negeri 01 Tegalontar, hanya 145 siswa yang mampu mengakses fasilitas daring. Selebihnya tidak mempunyai perangkat yang memadai maupun akses internet.
"Lah yang sisanya mau diapain? Pertanyaannya kan gitu. Saya bingung ketika saya tanya beberapa orangtua kenapa tidak bisa mengikuti, punya hp tapi bukan hp android, hp android punya tapi tidak ada aplikasi, pulsa habis. Beberapa wilayah sinyal tidak bagus. Caranya bagaimana?" ungkap Yoso, Kepala sekolah SD Negeri 01 Tegalontar.
Akhirnya, datang tawaran belajar melalui radio siaran yang difasilitasi Radio Komunitas PPK FM Sragi. Pihak sekolah menyiapkan guru dan materi, sedangkan rakom menyiapkan peralatan teknisnya. Kejar Rakom ini hanya berdurasi dua jam setiap hari yang dimulai pada pukul 10.00 WIB. Materi pembelajaran disiarkan ulang pada pukul 16.00 WIB.
Siaran pun dikhususkan untuk murid-murid kelas 5 dan kelas 6 karena pertimbangan prioritas dalam menghadapi jenjang lebih tinggi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan kelas 1-4 masih menggunakan metode home schooling. "Saya tidak menargetkan untuk tuntas, yang terpenting hak anak untuk belajar tetap terpenuhi. Guru tetap mengajar. Tidak sekadar memberikan materi, ada hubungan emosi. Apalagi dari orangtua dampingi," papar Yoso.
Materi siaran disesuaikan kurikulum 2013 yang disajikan dengan pendekatan tematik-integratif. Guru siaran setiap hari, termasuk materi tambahan di luar tematik yakni Matematika pada Jumat. Adapun Sabtu khusus pelajaran agama, budi pekerti, serta muatan lokal. Sri Haryati, guru kelas 6 lainnya menambahkan, guru juga mengunjungi rumah untuk memantau proses pembelajaran siswa. Mulai dari mengabsen satu persatu siswa hingga mendampingi siswa bersama orangtua selama proses belajar di radio berlangsung, sehingga pembelajaran dapat berjalan baik dan efektif.
"Kita kerja tim, bagi tugas. Ada banyak guru, 19 guru. 12 rombongan belajar Kita di sini siaran untuk kelas 5 dan 6 dulu. Guru kelas 1-4 membantu di lapangan. Cek apakah anak-anak mendengarkan radio," tambahnya.
Yoso, kepala sekolah SD Negeri 01 Tegalontar, berharap inisiatif ini akan diikuti 32 SD/MI lain di wilayah Sragi yang memiliki keterbatasan fasilitas daring sehingga siswa dapat belajar dan terhubung dengan guru. Jika pandemi Covid-19 berakhir, Kelas Mengajar di Radio Komunitas ini tetap dilanjutkan sebagai bagian dari program Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Kelas di udara
Kelas Mengajar di Radio Komunitas (KejarRakom) tak lepas dari peran Sunarto, pengelola Radio Komunitas PPK Sragi 107,7 MHz untuk membantu menjembatani proses belajar siswa dengan para guru yang terdampak pandemi Covid-19. Dia menawarkan sekolah untuk mengajar melalui radio komunitas yang sudah mengudara sejak tahun 2007 ini.
"Saya cari solusi dan menawarkan para guru pindah belajar ke sini mengajar di studio. Murid-murid belajar di rumah dengan mendengarkan radio. Akhirnya kita coba dulu. Kegiatan sangat beda, di radio guru sedikit berimajinasi seolah-olah siswa ada di depannya, bahan yang diajarkan seperti biasa."
Kelas Mengajar di Radio Komunitas dirasakan manfaatnya oleh orangtua siswa. Netty Indarwati, orangtua siswa kelas 6, merasa terbantu dengan siaran radio. "Sebelumnya saya harus mengajari sendiri, cuman dikasih tugas, ngerjain sendiri. Itu tidak efektif banget. Berharap metode belajar radio tetap dilanjutkan dengan diselingi home visit sehingga anak-anak bisa menanyakan pembelajaran kembali," ujar Netty.
Hal senada diutarakan Kusnaeni. Dia mengaku anaknya kerap mengaku jenuh karena belajar dengan menggunakan teknologi melalui aplikasi Whatsapp dirasa tidak efektif. "Dikasih tugas terus dikumpulkan ternyata anak bosan, jenuh, ingin ke sekolah, ketemu guru. Pakai WA kadang kendala beli kuota. Ya senang ketimbang dulu pakai WA dikasih tugas halaman sekian dikerjain sekian-sekian. Si anak lebih mendengarkan gurunya. Ya mending enakan sekarang, berarti si anak bisa dengeri suara gurunya, dikasih materi, ada penjelasan. Kadang dikasih yel-yel sama bu guru untuk menambah semangat," imbuh Kusnaeni.
Efektifvitas metode Kelas Mengajar di Radio Komunitas pun dilirik anggota Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) di wilayah lain dan akan diujicobakan di Lampung, Jawa Barat, Sulawesi dan Wamena. Di Jawa tengah sendiri terdapat 35 radio komunitas yang tergabung dalam JRKI, dari total 457 radio komunitas seluruh Indonesia yang tersebar di 20 provinsi.
Keterbatasan fasilitas
Hasil evaluasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan menyebut, dari 518 Sekolah Dasar di Kabupaten Pekalongan, hanya 50 % yang menerapkan pembelajaran daring. "Tidak semua mempunyai fasilitas. 50 persen belum ada yang melakukan dengan daring, makanya kami minta sekolah aktif menginstruksikan guru home visit meski tidak setiap hari," jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan, Sumarwati.
Selain itu, pihaknya berinisiatif bekerjasama dengan tiga radio siaran. Radio Kota Santri milik Pemkab Pekalongan dan dua radio komersial yakni Radio KFM dan Radio Soneta untuk membantu siswa pelajar di jenjang kelas 1 hingga kelas 9. Baru diujicobakan sebulan karena terkendala alokasi anggaran. Karena itu pihaknya menyambut baik jika ada radio komunitas yang bersedia membantu pembelajaran jarak jauh karena metode ini cukup efektif.
Variasi media alternatif
Farid Ahmadi, Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, mengatakan, di masa pandemi guru dan sekolah dapat menggunakan multimedia yang sesuai dengan kondisi sekolah. "Sekolah Dasar sebagian besar berada di desa. Kendala koneksi internet, punya dua anak yang masih SD, tidak memiliki handphone. Kalau dipaksakan pembelajaran daring banyak mengalami kesulitan," jelas Farid.
Upaya lain menurut Farid, bisa dilakukan dengan konsep home schooling. Guru berkunjung ke rumah (home visit). Ada juga model daring sederhana melalui Whatsapp Grup. "Semua instruksi guru pembelajaran anak disampaikan melalui WAG orangtua. Satu kelas di bagi lima kelompok sehingga jumlah siswanya tidak terlalu banyak berada di satu rumah atau satu lokasi dan guru-guru ditugaskan keliling dengan protokoler kesehatan melakukan pembelajaran. Awalnya guru di sekolah daerah tertinggal yang tidak memiliki fasilitas internet menginisiasi dengan melakukan hal seperti itu," imbuhnya.
Hanya saja, pembelajaran daring dengan berbagai kelebihan justru mengesampingkan pendidikan karakter yang masih mutlak diajarkan di semua tingkatan pendidikan. "Kelemahan daring tidak bisa melakukan pendampingan pendidikan karakter. Dalam kondisi seperti ini ya mau tidak mau. Kedepannya tetap harus ada kombinasi pembelajaran daring dan luring sehingga ada penguasaan teknologi dan tetap ada muatan pendidikan karakter,"paparnya.
Farid menambahkan, upaya-upaya ini dapat berjalan dengan baik jika didukung kebijakan yang sesuai kebutuhan tiap daerah. "Format pembelajaran daring tidak bisa diatur pusat karena kondisi tiap daerah beda. Seperti SD saya rasa kebijakan ada di level daerah saja karena yang tahu kondisi sekolah. SD belum optimal tapi sekarang mulai bergerak mempersiapkan menuju ke sana," tambahnya. (*)
Tags : Teknologi, Virus Corona, Sorotan, Radio, Pendidikan, Anak-anak,